📖 Secret Garden

212 33 18
                                    

Sudah tiga puluh menit sejak Jieun menelpon. Yoongi cukup penasaran dengan ucapan Jieun. Sebenarnya Ia perlu bertemu dengan dokter Park, tapi kini Yoongi duduk dipinggiran ranjang sambil menatap pintu menunggu orang yang diharapkannya datang.

Dalam sunyi ruangan, ponsel Yoongi berdering singkat mendapat pesan masuk. Jimin memintanya untuk segera datang sebab ayahnya sudah menunggu. Yoongi melirik ke arah pintu sekali lagi. Dan Ia akhirnya membuat keputusan, bicara dengan dokter Park tak akan lama, jika Jieun datang dia pasti bisa menunggu sebentar.

Tepat setelah Yoongi turun dari ranjangnya, sosok yang sedari tadi dinanti masuk dengan napas menderu serta pipi yang basah, menatapnya dengan mata sedu.

"Ada apa denganmu? Apa yang terjadi? Di jalan terjadi sesuatu??" Yoongi melontarkan banyak pertanyaan seraya melangkah mendekati Jieun dengan khawatir.

"Aku juga menyukaimu, Yoongi"

Dan tangan pemuda yang hendak menyeka air mata gadis itu, berhenti, lantas mengurungkan niatnya. Memandang tanpa sepatah kata, mencerna apa baru didengarnya.

"Kamu harus kembali sehat, jika kamu menyerah aku yang akan membunuhmu." Tukas Jieun tegas. Masih dengan air mata yang menetes.

"Nuna.. yang beritahu?"

"Mulai sekarang aku akan selalu kemari. Aku akan selalu menemanimu." Jieun berucap mutlak. Tak menanggapi pertanyaan Yoongi.

Yang bersangkutan hanya bergeming. Tak ada respon dalam waktu yang cukup lama. Kemudian Jieun berusaha menyentuh Yoongi, "Dengar—"

Yoongi perlahan melangkah mundur,"Ini salahku. Aku berjalan terlalu jauh."

"Jangan mencintaiku, Jieun." Timpal Yoongi dengan suara yang terkesan ragu, bahkan tak menatap mata Jieun. Jelas sekali ia tidak ingin mengatakan itu.

Jieun lantas tergelak sarkastik, "Konyol sekali, bicara apa sih?"

Karena ucapannya tidak ditanggapi dengan serius, Yoongi kini menatap Jieun intens. "Maaf atas sikapku selama ini sampai membuatmu memiliki perasaan khusus padaku. Tapi... sungguh aku tidak berniat melanjutkan lebih jauh. Aku..." Ucapan Yoongi berangsur samar, ia kembali menunduk mengalihkan pandangannya dari Jieun. "Aku ingin mengakhirinya di sini."

Jieun membuang napas panjang sebelum kembali bicara, mencoba menenangkan dirinya. "Kamu tidak bisa mengakhiri sebelum memulai apapun."

"Aku tidak mau memulai apapun." Debat Yoongi, tak mau kalah.

"Beritahu aku alasannya." Tandas Jieun, "Alasan kenapa harus diakhiri setelah satu sama lain tahu memiliki perasaan yang sama."

"Kita baru saling kenal sebentar, kamu bisa melupakanku. Di usia kita memang masa masa yang mudah terpikat dalam waktu singkat, jangan terlalu serius."

Jieun mendengus, tergelak hambar, "Kalimat terakhir sudah menjelaskan, kamu merasa tidak pantas dicintai karena kondisimu sekarang."

"Jieun..."

"Aku sangat menyukaimu." Tukas Jieun, tak lelah mengulang. "Aku sampai kesal pada diriku sendiri karena selalu ingin bertemu denganmu."

"Jika akhirnya aku mati, apa yang akan kamu lakukan?" Yoongi melontarkan pertanyaannya begitu ringan tanpa beban.

Dan Jieun spontan melangkah maju,  memukul kedua bahu Yoongi dengan semua amarahnya, "JIKA DOKTER BELUM BICARA JANGAN SOK TAU BRENGSEK! KAMU BISA KEMBALI SEHAT! KENAPA KAMU SANGAT PESIMIS!"

Yoongi mencengkram pergelangan tangan Jieun untuk menghentikannya. Berusaha keras membendung air matanya, "Jieun, kamu tidak tahu situasiku..."

"Benar, aku tidak tahu. Aku cuma tahu bahwa kamu egois." Jieun melepas paksa tangan Yoongi. Balik menatapnya tajam, "Banyak orang yang menyayangimu, tapi kamu menyerah dengan mudah dan terus membuat mereka khawatir."

Crescendo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang