📖 Don't go

200 36 5
                                    

Denting alat makan disertai senda tawa mengisi ruang makan pagi ini. Heejin mengejek habis habisan ayahnya yang panik di pagi buta karena belum menyiapkan mobil pak Lee, padahal dia sudah tidak bekerja di sini lagi.

"Andai kamu lihat wajahnya, masih pakai celana pendek plus bawa handuk ayah mengeluarkan mobil dari garasi." Heejin bercerita dengan gelak tawa, puas sekali mengejek ayahnya.

"Sudah lama tidak tinggal di sini, cuma kaget." Daewoo membela diri.

"Padahal sudah kubilang kita tinggal di apartemen kalian saja." Tukas Jieun yang kemudian melahap nasi.

Daewoo menggeleng tak setuju, "Jika begitu, nanti tidak ada yang merawat rumah ini. Aku tahu rumah ini sangat berharga untukmu Ahgassi."

"Bagaimana dengan pajaknya?" Tanya Jieun.

"Tidak perlu pikirkan itu, Tuan Muda Jiho sudah mempertimbangannya dulu, jadi aku sudah mengaturnya." Daewoo berujar kalem sambil melanjutkan makannya.

"Ayolah Jieun rumah ini lebih baik!" Celetuk Heejin, "Aku bisa pamer ke teman teman kalau tinggal di rumah yang punya halaman, yang bahkan ada lapangan basketnya. Bukan cuma balkon sepetak."

Jieun meletakan sumpitnya, lantas menjitak kepala Heejin sekuat tenaga, "Dasar."

"HEII!!" Pekik Heejin, mengepalkan tangan siap melayangkannya.

Daewoo berdehem keras, menatap tajam kedua gadis di hadapan yang hendak saling serang, "Jangan bertengkar di meja makan."

*******

Jieun membuka fallboard piano yang sudah sangat lama tidak tersentuh. Ia sudah membersihkan debu debu yang menempel, namun bau debu tersebut masih cukup melekat di piano.

Senyum Jieun terulas melihat sticker yang ditempel olehnya di bagian dalam fallboard. Saat itu adalah hari di mana Jiho pertama kali memarahinya, dan Jieun mau tidak bicara lagi dengan Jiho selama empat hari.

Jieun mengusap ukiran inisial kecil yang diukir di piano tersebut, LJH. Sebenarnya itu adalah inisial kakak pertama Jieun, Lee Jihan. Namun Jiho tetap senang karena inisialnya sama, jadi dia menganggap itu spesial.

Jemari Jieun mulai bermain di atas tuts putih. Ia harus sedikit pemanasan di pagi hari dengan melodi sederhana.

Namun perlahan Jieun berhenti karena mendengar langkah mendekat. Ia menoleh, menunggu siapa yang akan muncul dari pintu masuk.

Senyum Jieun mengembang begitu melihat sosok yang memasuki ruangan. Jieun spontan memegangi dada kirinya ketika mendadak detak jantungnya kembali meningkat seperti tempo hari.

Jieun melihat Yoongi yang melangkah ke arahnya hingga pemuda itu tepat berada di sebelahnya. Jieun mengalihkan pandanganya, menghindari mata Yoongi.

"Aku mengajarkanmu lebih dari twinkle twinkle, mainkan Nocturne." Yoongi memerintah sambil melipat tangannya.

"Mulutmu itu Nocturne," Jieun berujar sewot, "Koordinasi tanganku belum sebaik itu untuk mencoba piece klasik."

Yoongi kemudian duduk di sofa yang berjarak tak terlalu jauh dari piano Jieun. "Ruang tamu yang besar serta piano hitam di sudut. Rumah impian." Ujar Yoongi seraya mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan.

"Aku tidak percaya kamu benar benar datang kemari." Jieun mengubah posisinya yang tadinya menghadap piano menjadi ke samping kiri.

"Aku-"

Crescendo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang