"Jieun, jangan kehilangan kesadaran!"
"Jangan tidur!"
"Jieun bangun! buka matamu!"
"Jieun buka matamu!!!"
"JIEUN!!!"
Jieun terbangun dengan napas tersengal sengal serta keringat yang bercucuran. Ia meraih gelas berisi air di dekat ranjangnya lantas meneguk habis air tersebut. Jieun kemudian mengatur napasnya agar kembali normal.
Mimpi buruk lagi. Sejak kecelakaan itu, Jieun terus bermimpi buruk.
Dari luar Jieun terlihat baik baik saja, tapi sepertinya kecelakaan itu menciptakan trauma di alam bawah sadarnya.
Tak lama ponsel Jieun berdering singkat ketika mendapat pesan masuk. Jieun lantas meraih ponselnya dari laci bufet.
DeepVoice Bunny message:"Jika kamu bermimpi buruk dan terbangun, balas pesanku."
Seperti biasanya Heejin selalu menghubunginya di jam ini. Jieun tidak pernah mau mengatakan apapun lagi agar tak membuat Heejin lari dari ruang belajar menuju kemari seperti tempo hari.
Jieun kemudian meletakan ponselnya untuk mencoba kembali tidur.
Namun setelah mencoba beberapa saat, matanya tidak bisa diajak kerja sama.
Jieun lantas duduk bersandar sambil melipat tangan lalu menutup matanya, biasanya posisi duduk bisa membuatnya tidur dengan cepat.Jieun menutup mata cukup lama. Sedangkan dari balik kaca pintu kamarnya, seseorang diam diam mengintip.
"Huh, Heejin selalu lupa menutup gordennya." Ucap Jieun yang tahu bahwa ada orang di luar pintu kamarnya.
Jieun membuka mata dan orang yang mengintip langsung bersembunyi.
Jieun masih menatap tajam ke arah pintu, dan orang diluar mencoba kembali mengintip dengan hati hati.
Begitu dia menonjolkan kepala, Jieun yang melihatnya langsung memberi isyarat dengan tangannya agar orang yang mengintip tersebut masuk.Pintu terbuka dan Jimin memasuki kamar Jieun sambil menundukan kepala.
"Kamu mau bicara padaku atau Heejin?" Tanya Jieun langsung ke inti.
"Ekhm.. Itu..." Jimin berdehem skeptis, "Tolong sampaikan pada Heejin, aku sangat menyukai suaranya. Aku memberi julukan Baritone Girl karena dia sangat unik. Aku tidak bermaksud buruk, lain kali aku akan beri julukan yang lebih bagus."
Jieun bergumam sebentar, "Hmmm... Aku tidak ingin terlibat percintaan anak kecil, tapi baiklah."
"Aku kira kamu kelas sebelas? Anak kecil maksudnya bagaimana?"
"Aku makan nasi lebih banyak karena hidup setahun lebih tua dari kalian. Kalian masih kecil." Ujar Jieun Mutlak.
"Sama saja seperti Min Yoongi." Gumam Jimin.
Tak lama Jieun mendapat ide, ia lantas tersenyum licik, "Tapi Park-sshi, Aku punya satu syarat."
********
Beberapa menit lalu, Yoongi akan tidur namun Yoongi bergegas ke atap setelah Jimin bilang ia baru saja mengantar Jieun ke sana.
Jika perawat melihatnya belum tidur, Yoongi pasti akan dimarahi, tapi ia nekat ke sana. Mendengar Jieun sedang sendirian membuat kakinya gatal, tapi kapan lagi Yoongi bisa sedekat ini dengan Jieun, kan?
Yoongi membuka pintu perlahan, di sana terlihat Jieun yang duduk di kursi rodanya tengah menatap gemerlap kota dibalik kaca pembatas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crescendo
FanfictionJieun kehilangan orang tuanya, ekonomi keluarganya ambruk, bahkan kehilangan sang Kakak saat melalui krisis terbesar dalam hidupnya. Impian Jieun untuk bergabung dalam tim nasional basket juga kandas setelah kecelakaan menimpanya sebelum pertandinga...