📖 Stay Here

185 37 9
                                    

"Membutuhkankanku? Dalam hal apa?" Yoongi menatap Jieun serius, menanti jawaban.

"Itu... Untuk... untuk.." Jieun berusaha keras memikirkan alasan, tak lama terlintas jawaban logis di kepalanya. "Belajar musik secara gratis!" Seru Jieun mendadak.

Yoongi yang berada tepat di hadapannya terkejap kaget.

"Aku tidak akan menemukan guru sebaik kamu yang cuma dibayar bunga. Kita juga seumuran jadi aku bisa santai, kamu punya banyak hal yang tidak akan aku dapatkan dari guru lain." Lanjut Jieun, buru buru menjelaskan.

Yoongi tersenyum tipis, sebenarnya bukan itu yang ingin ia dengar. Ia lantas meletakan bunga di bufet dekat jendela, kemudian mengambil mantel dari gantungan.

"Kalau begitu minta pada ayahku agar aku bisa tinggal di sini." Ujarnya.

Dan Jieun kembali kehilangan kata kata, tak tahu harus merespon bagaimana.

"Untuk hari ini maaf, kita tidak bisa langsung belajar. Aku harus ke makam ibuku."

"Eh? Apa ini hari peringatan? Atau cuma kunjungan rutin?" Jieun membuntuti Yoongi yang berjalan ke sana kemari mencari ponselnya.

"Ini hari ulang tahunku."  Yoongi mendadak menghentikan langkah.

Bruk

Wajah Jieun menabrak punggung Yoongi, dan pemuda itu langsung berbalik, "Daripada terus mengekor di belakangku, lebih baik bantu cari ponselku."

Mata bulat Jieun seketika membesar kaget, "Sungguh hari ini kamu ulang tahun? Kalau tahu kan aku bisa beli kue atau hadiah, kenapa tidak bilang? Aku bahkan datang dengan tangan kosong."

Jieun mencari tasnya sambil berceloteh. Ia merogoh tasnya untuk mencari sesuatu yang mungkin layak diberikan pada orang yang berulang tahun.

"Aku tidak pernah menerima kue atau hadiah di hari ulang tahun." Tukas Yoongi.

"Kenapa?" Alis Jieun terangkat penasaran.

"Ibuku yang bertaruh nyawa saat aku lahir, bukan aku yang harus diberi hadiah."

Mendengar alasannya, Jieun mengulas senyum. Pemuda itu sangat romantis  bahkan kepada sang ibunda. Jieun rasa, ia akan semakin mengaguminya. Bahkan untuk waktu yang lama.

"Wah, Aku harap punya putra sepertimu di masa depan." Jieun berseloroh seraya kembali meletakan tasnya, "Ayo berangkat, aku sudah siap!"

Jieun melangkahkan kakinya, namun jari telunjuk Yoongi mendorong hidung Jieun hingga ia mundur, "Siapa yang mengajakmu? Bukannya kamu masih dilarang banyak berjalan?"

Meski sebenarnya Yoongi ingin ditemani, kesehatan Jieun lebih utama untuk saat ini. Juga barangkali nanti ia malah ikut dimarahi padahal Jieun yang semangat membunti.

"Tidak apa apa, nanti kita bisa banyak beristirahat." Jieun berusaha meyakinkan, "Ayolah, aku sudah lama tidak jalan jalan."

Setelah mempertimbangkan beberapa saat, Yoongi akhirnya mengangguk, "Baiklah. Tapi izin dulu ke paman Daewoo."

"Nanti saja, ayo berangkat."

Jieun berniat beranjak, tapi sebuah cengkraman di mantel besarnya menghentikan Jieun.

"Izin. Dulu." Ulang Yoongi, serius menegaskan.

.

.

.

"Iya iya, bersama Yoongi. Tidak jauh kok, kita nanti akan banyak istirahat."

"Iya, nanti langsung pulang."

Crescendo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang