"Maaf aku tidak bisa antar." Ujar Yoongi sembari beringsut duduk bersandar pada kepala ranjang, kini tengah berada di atas ranjangnya dengan selang infus yang terpasang. Sementara Jieun duduk di bangku samping ranjang, menyandang ransel besar.
"Tidak apa. Aku akan segera kembali. Kamu bisa mengantarku di kesempatan lain." Tukas Jieun santai, sama sekali tidak keberatan.
Alis Yoongi terangkat tak paham, "Kenapa bolak balik? Kamu kan bisa langsung menetap di sana setelah jadi trainee?"
"Aku tidak banyak bawa barang, cuma jaga jaga kalau mereka tidak puas lalu mendadak menolakku, hehe." Jieun berkedik kalem dengan tawa kecil. Namun Yoongi melipat tangannya tak senang. Dan Jieun segera menyudahi tawanya, "Maaf."
"Sudah kubilang optimis!" Sergah Yoongi mengepalkan tangannya di udara.
Jieun mengerjap kaget. Tindakan yang tidak terduga membuatnya bingung harus merespon apa.
"Mereka akan terkesan lebih dari apapun." Tegas Yoongi, penuh keyakinan. "Kamu harus percaya itu."
Jieun mengangguk ringan. "Karena kamu yang mengatakannya, aku percaya."
Detik berikutnya, hening.
Keduanya tak lagi bercakap. Sedangkan Jieun sibuk memainkan pinggiran selimut Yoongi.
Merasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Yoongi memutuskan menyudahi atau Jieun tidak akan beranjak pergi. "Kalau sudah tidak ada yang mau dikatakan cepat berangkat, jangan membuat Heejin menunggu."
"Tentang.. tes pendonor apa belum ada hasilnya?" Tanya Jieun, menatap Yoongi dengan sorot mata polosnya. Namun alih alih menanggapi, yang bersangkutan malah mengalihkan pandangan.
"Belum ada?" Ulang Jieun, padahal yakin pemuda yang ditanya mendengar jelas pertanyaannya.
"Jika sudah, kuberitahu." Balas Yoongi singkat, masih tak menatap mata Jieun.
"Baiklah. Apapun hasilnya beritahu aku." Tukas Jieun mengiyakan. Dalam benak Jieun sama sekali tak terbesit bahwa pemuda itu tengah berbohong.
Kemudian Jieun menghela napas panjang, bangkit dari kursinya. "Kalau begitu aku berangkat sekarang. Jangan lupa sering sering telepon."
Yoongi mengangguk. Dan Jieun bergegas beranjak pergi dari sana.
"Jieun."
Mendengar satu panggilan, pemilik nama yang disebut menghentikan langkah, lantas menoleh dan mendapati Yoongi mengacungkan jempolnya.
"Good luck!"
Senyuman Jieun terulas lebar disusul lambaian tangan, ia lantas melangkah keluar dari sana bersama harapan yang ia bawa, tanpa tahu sesuatu yang disembunyikan darinya.
"For us." Sambung Yoongi, tepat setelah pintu tertutup.
Yoongi menghembuskan napas lega, bersyukur karena Jieun berangkat ke Seoul satu pekan sebelum tanggal audisinya finalnya. Jadi Yoongi tidak perlu berusaha menghindari pertanyaan Jieun tentang perawatan khusus sebelum operasi. Terlalu banyak kebohongan akan sangat menyulitkan apa lagi harus melibatkan orang lain untuk menutupinya.
*******
Hari hari berlalu dengan cepat, Yoongi selalu menerima telepon dari Jieun setiap pukul delapan pagi dan empat sore. Jieun selalu membawa cerita baru sementara hari demi hari Yoongi menjalani rutinitas perawatannya sambil mendengarkan cerita Jieun, menjadikannya sebagai kekuatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crescendo
FanfictionJieun kehilangan orang tuanya, ekonomi keluarganya ambruk, bahkan kehilangan sang Kakak saat melalui krisis terbesar dalam hidupnya. Impian Jieun untuk bergabung dalam tim nasional basket juga kandas setelah kecelakaan menimpanya sebelum pertandinga...