01. Gue dan kekacauan hidup

621 39 1
                                    

"Baik, pelajaran hari ini kita tutup dulu. Jangan lupa kerjakan tugas latihan. Sekian, selamat siang."

Guru meninggalkan ruang kelas, mendadak suara gemuruh langsung terdengar. Semua siswa berhamburan keluar untuk mengisi kembali energinya. Jam istirahat telah dinanti siswa sejak tadi akhirnya dimulai.

"Risa! Nih buat lo."

Seorang gadis menoleh ke kiri saat mendengar namanya dipanggil. Ia melihat sesosok pria dengan senyum tampannya membawa kotak makan yang langsung ditaruh dimejanya.

"Thanks Sean, hah... masak apa hari ini?" Gadis itu membuka kotak makan tersebut dengan antusias membuat remaja tampan itu tersenyum.

"Nasi goreng biasa, gue tadi kesiangan."

Sean Algarel, remaja tampan dengan senyum yang menawan. Tak hanya tampan, otaknya yang gemerlap membuatnya menjadi pangeran SMA Dirgantara.

"Ah! Enak banget Sean!" Derisa memuji masakan Sean saat suapan pertama.

"Gue kan sempurna," balas Sean membanggakan diri saat sepupunya menyanjung masakan buatannya.

"Yah, keseluruhan sempurna. Batin saja yang enggak," balas Derisa melanjutkan makan siangnya.

Banyak siswa yang iri kedekatan keduanya di kelas. Mereka tidak tahu jika keduanya adalah saudara sepupu. Derisa adalah kakak sepupu Sean dari mamanya.

"Lahap bener, enak banget?" Tanya Sean tidak mempedulikan ejekan Derisa barusan.

"Heem, yah efek belum sarapan juga sih," balas Derisa yang mulutnya masih penuh makanan membuat Sean tertawa.

"Kalau begitu, Gerald pasti gak bakal ngomel," guman Sean kecil membuat Derisa menghentikan aksi menyuapkan sendok ke mulutnya.

"Jadi? Lo gunain gue lagi buat tester masakan untuk Gerald?" Tanya Derisa tidak percaya.

Sean hanya tersenyum tanpa rasa berdosa, hal itu membuat mood Derisa menurun. Ia lupa jika sepupunya itu memiliki kelainan jiwa.

"Jangan ngambek. Nanti gue masakin lagi di rumah," kata Sean kemudian berdiri dari mejanya.

"Hah... gue sudah biasa. Sana samperin tuh cowok lo, dia pasti dah kena busung lapar."

Sean tertawa, Derisa tidak pernah memfilter ucapannya. Beruntung saat ini kelas sedang sepi, kalau tidak mungkin Sean akan menyumpal mulut sepupunya itu.

"Gue diancem Ris. Yaudah pergi dulu," kata Sean dan Derisa hanya mengangguk kemudian menatap kotak makannya.

"Ganteng-ganteng tapi Gay, capek gue Sean. Moga lo cepet sembuh," kata Derisa kemudian melanjutkan kembali makannya.

Sean berjalan dengan santai di koridor membawa dua kotak bekal berukuran sedang. Saat di jalan, beberapa siswi juga menyapanya.

"Hai kak Sean," sapa beberapa adik kelas yang mengagumi wajahnya.

"Hai," balas Sean dengan senyum menawannya.

"Sejak kapan gue ngijinin lo beri senyum lo ke orang lain?"

Sean terkejut mendengar suara berat itu. Ia menoleh ke belakang dan menemukan pria tampan dengan wajahnya yang suram disana.

"Gerl?" Tanya Sean kaget.

"Ikut gue!" Pria itu Gerald, langsung menaruhkan tangan kanannya di leher Sean.

"Aduh! Sakit anjir!" Keluh Sean karena kepalanya harus menunduk.

Tidak banyak yang memperhatikan keduanya karena semua orang mengetahui jika mereka bersahabat. Yah, bagi semua orang mereka hanyalah sahabat karena memiliki wajah yang sama-sama tampan. Tapi tidak bagi keduanya.

Sean AlgarelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang