Saat ini bel pulang sudah terdengar. Sebenarnya Sean mengajak Derisa untuk pulang bersama. Namun gadis itu menolak karena ia ada ekstra. Padahal sudah kelas tiga, kenapa ia masih aktif di ekstrakulikuler. Sean saja sudah meninggalkan OSN, Taekwondo, dan ekstra futsalnya.
Saat Sean tengah berjalan dengan melempar-lemparkan pelan kunci mobilnya. Ia merasakan cenkraman di bahunya membuatnya terhenti. Siapa yang menghalangi jalannya, saat ia berbalik ia terkejut menemukan Gerald dengan ekspresi marahnya.
"Ada apa?" Tanya Sean berusaha untuk tidak kesal.
"Cewek tadi yang lo beliin makanan siapa?" Tanya Gerald membuat Sean menatapnya bingung.
"Lo kenapa?" Sean malah bertanya dan itu membuat Gerald sama sekali tidak puas dengan apa yang keluar dari mulut Sean barusan.
Gerald langsung menarik tubuh Sean menuju lorong yang sepi. Kemudian segera menghimpitnya di antara tembok dan kedua tangannya.
"Gerl! Lo gila?" Tanya Sean tidak percaya. Bagaimana jika ada yang melihat mereka. Walau tempat ini sangat sepi, tentu saja bukan hal mustahil jika ada yang lewat.
"Jawab dulu dia siapa!" Tanya Gerald datar.
Sean meneguk ludahnya gugup, sialan Gerald menatapnya penuh intimidasi dan jarak wajah mereka sangatlah dekat. Sean bahkan dapat merasakan deru nafas Gerald.
"Temen! Dia temen kelompok gue. Kita dipasangkan guru, tadi dia masih nulis hasil rangkuman dan gue beli makanan. Ngehemat waktu," jawab Sean mencari alasan dengan cepat. Ah, ia dapat menjadi aktor yang hebat saat ini.
"Yakin?" Tanya Gerald dan Sean mengangguk.
"Gue gak suka lo deket dengan cewek maupun cowok lain," kata Gerald datar kemudian mendekatkan wajahnya mengecup bibir Sean.
Sean segera mendorongnya, "gue gak mau ada yang lihat."
Setelah mengucapkan hal tersebut Sean segera pergi dari sana. Ia langsung menuju parkiran mobilnya dan segera pulang.
Baru saja sampai kamar, ponsel di saku celananya bergetar. Sean segera mengeceknya, ia melihat pesan teror dari nomor itu kembali.
+6285×××××××××
Gue sudah bilang jauhin Gerald! Lo bakalan terima akibatnya besok!Sean bingung dengan maksud pesan ini. Jika ia mengirimkan dua kali, berarti ia tahu mengenai hubungannya dengan Gerald.
Sean segera duduk di kursi belajarnya. Pengirim itu memang nomor tidak dikenal. Tapi, untuk mengetahui siapa pemilik nomor itu Sean hanya perlu menjetikkan jarinya.
Dengan kepiawaiannya dalam dunia digital, Sean saat ini sudah mengetahui siapa pemilik nomor tersebut.
Sean tersenyum tidak percaya, bisa-bisanya dia yang menerornya.
"Kau bermain dengan orang yang salah Zea," guman Sean mengetikkan sesuatu di poselnya.
Sean:
Gue tunggu akibatnya besok.
Fazea Calistine.Setelah mengirim pesan tersebut Sean meletakkan ponselnya di sembarang tempat. Pastas saja Zea berani menganggunya, ternyata hanya wanita bodoh.
Sean duduk sambil memutar kursinya belajarnya. Beberapa putaran ia mengghentikan kursinya dan menyalakan laptop.
Terlebih dahulu ia menyalakan ponselnya kembali memutar musik dengan volume keras yang ia sambungkan ke speaker.
Sean kembali ke laptopnya, mulai mencari tahu sesuatu. Setidaknya, wanita bernama Zea ini membuatnya penasaran.
Sudah dikatakan sebelumnya bukan? Jika Sean bisa dalam segala hal. Apa kelemahan seorang Sean Algarel? Untuk saat ini tidak ada.
"Hah... pembully handal," guman Sean setelah melihat beberapa profil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sean Algarel
Fiksi RemajaIni kisah hidup gue, Sean Algarel yang sangat aneh. Kenapa aneh? Gara-gara ucapan gue, hidup gue yang sudah rusuh semakin rusuh. Disini gue juga bingung nentuin genre cerita gue sendiri. Ini kisah cinta atau kisah pencarian jati diri atau kita perba...