11. Obesesi

145 23 1
                                        

"Errgh." Erangan terdengar dari seorang pemuda yang sedang membuka matanya.

Sean baru saja bangun dan tangan kanannya reflek memegangi leher. Nyeri sekali lehernya, ia tidak pernah merasa setidak nyaman ini pada fisiknya saat bangun tidur.

"Huh..." Sean sedikit menghela nafas, butuh waktu beberapa menit untuk mengembalikan seluruh kesadarannya.

"Jam berapa ini?" Tanga Sean meraba-raba sampingnya hendak mengambil ponsel.

Namun saat Sean melihat kasur lantai yang kosong, kesadarannya sepenuhnya terkumpul.

"Di mana Azora?" Sean segera bangkit, ia tidak melihat istrinya disana. Saat Sean berdiri dan membuka pintu ia melihat halaman kos yang sepi.

"Azora dimana?" Sean panik sendiri. Kemana perempuan itu? Tidak mungkin kan Azora meninggalkannya? Sean sangat terlihat panik.

"Kamu kenapa panik seperti itu?"

Sean segera menoleh, ia menemukan ibu kos yang kemarin.

"Ibu lihat Azora?"

Ibu kos mengangguk, "iya Azora tadi ke warung ingin membeli makanan katanya."

Sean menghela nafasnya lega, kemudian ia mengucapkan terima kasih kepada ibu kos tadi.

Sean kembali masuk kekamarnya. Cukup kaget saat melihat lipatan baju seragamnya yang rapi tidak seperti kemarin yang kusut.

"Loh, kamu sudah bangun Sean?"

Sean menoleh saat mendengar suara tersebut bersamaan dengan pintu yang terbuka. Kembali Sean menghela nafas.

"Iya, laim kali kalau mau keluar pamit dulu," kata Sean yang sudah duduk bersila disamping barangnya.

"Maaf, tadi aku tidak tega membangunkanmu. Oh, ayo sarapan," Azora mengangkat kantung kresek.

"Seragamku kamu yang rapikan?" Tanya Sean menunjuk seragam batiknya.

"Oh iya, tadi aku pinjam setrika bu kos," jawab Azora dan Sean mengangguk.

"Maaf, tapi sebaiknya tidak disetrika dengan suhu panas."

"Oh maaf." Azora menundukkan kepalanya. Ia merasa bersalah, harusnya ia tidak menyentuh sembarangan barang Sean.

"Tidak masalah, oh. Kamu beli ini dengan?" Tanya Sean melihat nasi bungkus. Sean merasa asing dengan makanan tersebut, namun tidak terlalu ia tunjukkan.

"Tadi aku beli pakai uangku. Sean, jangan terlalu membebani dirimu. Dalam satu keluarga kita harus saling mendukung. Oh, maaf mungkin kamu tidak pernah makan seperti ini."

Sean menggeleng, "aku pemakan segala. Btw, jam berapa ini?"

Sean mengambil ponselnya, matanya terbelalak saat melihat jam dilockscreennya.

"Az, aku telat!" Sean segera bangkit. Ia langsung melepas kaosnya.

Hal itu membuat Azora kaget dengan tindakan Sean. Wajah Azora memanas, Azora ikut bangkit.

"Aku keluar dulu," kata Azora langsung menutup pintu.

Sean tidak sempat berfikir, walau masih ada 10 menit sebelum bel. Tetap saja ia tidak akan sampai sekolah tepat waktu. Apalagi tempat ini jauh dari sekolahnya.

"Ya ampun, kenapa Sean harus membuka baju disana," guman Azora yang salah tingkah sendiri.

Tak lama pintu dibuka dan menampilkan Sean yang sudah berpakaian dan menenteng tas yang ia sampirkan dibahu kirinya.

"Az, maaf aku tidak bisa mengantarmu ke kampus," kata Sean langsung berlari menuju mobil dan membuka bagasi mengambil sepatu sekolahnya. Ia tidak peduli kaos kaki yang telah dipakainya kotor menginjak batu paving.

Sean AlgarelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang