Saat ini Sean tengah rebahan di kamar. Rasanya hari ini sungguh berat. Apalagi caranya memutuskan hubungan dengan Gerald. Sean sedikit khawatir Gerald melakukan tindakan gila karena itu.
Baru saja ingin menutup mata, telinga Sean harus terganggu dengan adanya notif grup. Sean mengambil ponselnya di nakas dan melihat pesan dari siapa itu.
Seketika ia langsung terduduk, sial! Kenapa ia bisa lupa? Sean segera bangkit dan mengambil celana serta kaosnya.
Hari ini jam empat ia ada kerja kelompok dan lupa dengan itu karena terlalu memikirkan kejadian tadi siang. Beruntungnya kerja kelompok ini dirumah Derisa, maka dari itu tidak terlalu jauh dari rumahnya.
Benar sekali kan, ia datang paling terakhir. Sean hanya mengucapkan maaf. Semua anggota kelompok hanya memakluminya. Karena, mereka dapat satu kelompok dengan Sean itu sudah beruntung.
Hanya ada satu jam kerja kelompok tersebut sudah selesai. Jika kau satu kelompok dengan Sean, jangan harap ada yang namanya bercanda. Setelah selesai terserah, namun saat mengerjakan tugas jangan harap.
Tetapi saat sesi makan-makan Sean memilih untuk pulang. Bahkan permohonan Derisa untuk tetap tinggal tidak ia hiraukan.
Entah hari ini Sean merasa kehilagan semangat untuk setiap kegiatannya. Maka dari itu yang ia lakukan sore ini hanya mengemudikan mobilnya mengikuti angin.
Sean melihati mentari yang mulai menurun diufuk barat. Saat ini ia mengemudikan mobil dengan laju lebih pelan.
Tetapi, mobilnya terpaksa berhenti saat Sean menekan pedal rem dengan kencang.
Ia tidak peduli berhenti di bahu jalan. Lagi pula jembatan ini sedang sepi. Yang membuat ia teehenti adalah, adanya sesosok perempuan yang tengah berdiri di luar sisi pengaman jembatan.
Melihat itu Sean segera turun dari mobil. Ia langsung berlari menghampiri sosok itu.
Ia benar-benar manusia bukan? Tapi kelihatannya sih manusia.
Saat ia merentangkan tangannya seperti hendak terjun bebas. Sean segera datang, ia langsung menyelipkan tangannya diantara pagar pengawas dan mendekap pinggang wanita itu.
"Huh!" Sean menghela nafas saat ia berhasil menangkap pinggang wanita tersebut. Ini membuktikan jika ia manusia, dan Sean juga tidak melihat seseorang bunuh diri.
"Kenapa kamu nyelamatin aku! Lepasin aku mau mati hiks! Lepas!"
Sean terkejut saat wanita itu memberontak.
"Kamu gila? Setidaknya jangan bunuh diri di sini. Gue lewatin jembatan ini setiap hari dan gak mau ketemu arwah penasaran lo nanti," kata Sean yang masih memegangi kuat pinggang wanita tersebut.
"Lepas! Aku gak sanggup hidup! Biar aku mati saja! Hiks! Hiks!" Wanita itu terus memberontak dan menangis.
Sean keheranan, diberi hidup sehat malah minta mati. Yang sedang sakit keras ingin hidup, malah yang sehat menyia-nyiakan hidupnya.
"Oh... lo mau mati?" Sean melonggarkan dekapannya namun tangannya segera dipegang erat oleh wanita itu. Sean tersenyum kecil, belum siap mati tapi berlagak ingin mati?
"Jangan! Jangan! Aku takut!" Katanya cepat.
"Tadi lo mau mati?" Tanya Sean sedikit meninggikan suaranya karena hembusan angin yang cukup kencang.
Oke, kalian bisa bayangkan adegan Rose dan Jack pada film Titanic. Karena ini sangat mirip, bedanya ini di jembatan dan si perempuan ingin mati. Bukan adegan romantis namun terlihat romantis, aneh bukan?
"Hua, aku belum siap! Hua... tinggi banget!" Jerit wanita itu saat melihat bawah.
Sean hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sean Algarel
Novela JuvenilIni kisah hidup gue, Sean Algarel yang sangat aneh. Kenapa aneh? Gara-gara ucapan gue, hidup gue yang sudah rusuh semakin rusuh. Disini gue juga bingung nentuin genre cerita gue sendiri. Ini kisah cinta atau kisah pencarian jati diri atau kita perba...