Meskipun telah di tolak oleh Hana, bukan berarti Brian menyerah begitu saja. Justru dia semakin penasaran dengan wanita itu. Berbagai cara dia lakukan agar dapat dekat dengan Hana, termasuk mengambil kelas yang sama dengan wanita itu walaupun sebenarnya mereka berbeda fakultas.
Seperti hari ini contohnya, dia sengaja bangun lebih awal hanya untuk mengikuti kelas pagi yang selalu diambil oleh Hana. Diam-diam dia menyelinap di antara para mahasiswa, mencari tempat duduk tepat dibelakang Hana. Selama beberapa hari dia melakukan hal tersebut tanpa ada yang menyadarinya hingga akhirnya Navis tersadar bahwa Brian mengikuti kelas yang sama.
"Lo ngapain disini?" Bisik Navis kepada Brian yang duduk dibelakangnya dan Hana.
"Ngapain? Ikut kelas lah!" Balas Brian santai.
"Sejak kapan lo ikut matkul ini?"
"Sejak minggu lalu."
Navis hendak mengomeli Brian lagi ketika tiba-tiba pundaknya ditepuk oleh Hana. Memberitahu bahwa dosen telah memasuki kelas. Mau tak mau dia membalikkan tubuhnya, mengabaikan Brian yang tersenyum penuh kemenangan.
*
Rumor mengenai Brian yang berusaha mendekati mahasiswi tahun pertama langsung tersebar diseluruh kampus. Juga rumor tentang dirinya yang langsung ditolak mentah-mentah oleh gadis itu. Semua orang penasaran bagaimana mungkin seorang Brian yang sangat tampan dan terkenal dengan 100% hit on itu bisa ditolak.
Bukan hanya itu, Brian yang biasanya mudah bosan akan wanita-wanita yang didekatinya kali ini justru mati-matian berusaha mendekati Hana. Bahkan sudah hampir satu tahun ini dia selalu mengikuti Hana, tetapi sama sekali tidak direspon oleh gadis itu.
"Have you heard the rumor?"
Sepasang sahabat sedang duduk di sebuah cafe tidak jauh dari kampus ketika salah satu dari mereka mulai bergosip.
"Rumor apa?" Balas yang satunya bersemangat ketika mendengar kata rumor.
"Si Brian, katanya dia lagi ngincer anak tahun pertama."
"Hah?! Brian si Playboy Kampus itu? Bukannya udah biasa dia ngincer cewek-cewek?" Ucapnya heran mengapa berita mengenai Brian yang menyukai perempuan itu menjadi heboh.
Mendengar nama sepupunya disebut, Navis yang duduk tidak jauh dari kedua wanita itu mendekatkan tubuhnya. Mencoba menguping pembicaraan mereka. Segala sesuatu yang berhubungan dengan Brian selalu menarik rasa penasaran Navis.
"Nggak biasa karena Brian ngejar ini cewek udah hampir setahun."
"Ah masa sih? Emang seperti apa sih cewek ini? Sampai segitu penasarannya si Brian?"
"Gue nggak tahu pasti seperti apa ya. Tapi info dari adek gue yang satu angkatan sama ini anak, dia benar-benar cantik, mungkin bisa dibilang paling cantik sekampus deh. Mana gosipnya dia dapet full scholarship dengan perfect score di ujian masuk."
"Gila! Keren banget dong! Pantes si Brian ngincer dia."
Mendengar temannya dipuji membuat Navis tersenyum bangga. That's my friend. Ucapnya dalam hati.
Wijaya University memang terkenal sebagai salah satu kampus unggulan di Asia. Tidak sembarang orang bisa bersekolah di universitas tersebut, karena tidak hanya biaya sekolahnya yang cukup mahal tetapi juga ujian masuk sekolah itu yang cukup sulit untuk di tembus. Meskipun banyak anak konglomerat ataupun anat pejabat yang bersekolah disana, tidak sedikit pula yang tertolak karena tidak lolos ujian. Dengan mendapatkan beasiswa penuh saja sudah cukup membuat seseorang menjadi bahan pembicaraan di kampus itu, apalagi jika mendapatkan skor sempurna di ujian masuk. Tentu saja semua orang ingin tahu siapa anak yang beruntung itu.
"Ah tapi gue yakin, Brian ngincer dia karena cewek ini cantik bukan karena dia pintar." Balas temannya.
"Jelaslah kalo itu. By the way, siapa nama anak ini?"
"Tunggu, gue kemaren sempat diberitahu. Siapa ya namanya?"
"Hana!" Seru Navis tiba-tiba sambil melambaikan tangannya.
"Ah iya! Namanya Hana. Huh?" Kedua sahabat itu langsung menoleh kearah Navis, kemudian menoleh kearah dimana dia memandang.
Hana berjalan memasuki cafe sambil membalas lambaian tangan Navis. Meskipun mengenakan pakaian casual -celana ripped jeans yang dipadukan dengan oversized hawaiian shirt serta sandal jepit warna hitam- sama sekali tidak mengurangi kecantikan gadis itu. Kulit putihnya yang sama sekali tidak terbakar matahari meskipun dia besar di pulau tropis itu terlihat berkilau ketika terkena cahaya lampu cafe. Serta pipinya yang merona alami karena kepanasan.
Aura yang terpancar dari tubuhnya ketika berjalan membuat kedua orang yang sedang membicarakannya tadi terkesima seolah-olah sedang melihat seorang dewi.
Pantas saja Brian jatuh cinta dengan gadis itu. Pikir mereka. Dari semua wanita yang pernah dipacari oleh Brian, tidak ada satupun yang mampu mengalahkan kecantikan Hana. Bahkan bisa dibilang baru kali ini mereka bertemu dengan gadis secantik Hana.
"Seriously ya, lo nggak ada pilihan lain selain didekat kampus ya?" Gerutu Hana yang kesal karena terjebak macet selama satu jam untuk datang ketempat itu.
Navis hanya bisa meringis membalas omelan Hana. "I'm just to lazy to find another. Lo nggak ada kelas ya hari ini?" Balas Navis melihat penampilan Hana yang sangat santai tidak seperti orang yang baru saja mengikuti perkuliahan.
Hana menggelengkan kepalanya sebelum mengecup kedua pipi Navis lalu duduk dihadapan pria itu. Sebagai satu-satunya teman Hana di Jakarta, Navis selalu berusaha mengajaknya untuk sesekali makan siang bersama. Mengingat Hana yang sangat senang sekali mengurung dirinya di rumah jika tidak ada jadwal kuliah. Itu sebabnya mereka bertemu hari ini sebagai salah satu jadwal rutin mereka.
"Hana you forgot your bag!" Ucap Brian tiba-tiba muncul dibelakang Hana. Membuat Navis dan dua orang wanita tadi terkejut akan kemunculan pria itu.
"Brian! Lo ngapain disini?!" Seru Navis.
"Ahh..." Hana yang telah sibuk memilih menu menoleh memandang Brian. "I forgot that you are here." Ucapnya.
Navis mengalihkan pandangannya ke arah Hana meminta penjelasan dari temannya itu. Dia sama sekali tidak memberi tahu Brian kalau dia akan bertemu dengan Hana, bagaimana mungkin Brian tiba-tiba ada disini.
"I found him loitering near my apartment like a lost kitten, so I bring him here before the security take him to the police." Jawab Hana santai.
Sebenarnya bukan kali ini saja Hana melihat Brian berkeliaran di sekitar apartement tempatnya tinggal. Sudah beberapa kali dia mendapatkan laporan dari sekuriti bahwa pria itu sering datang. Karena sistem sekuriti tempatnya tinggal cukup tinggi, tentu saja Brian tidak diijinkan masuk tanpa persetujuan Hana.
Awalnya Hana sengaja mengabaikan pria itu selama dia tidak mengganggu. Tetapi ternyata ada beberapa tetangganya yang mengeluh akan keberadaan Brian yang seperti penguntit. Itu sebabnya Hana membawa Brian bersamanya.
Asal Brian bertingkah baik, Hana tidak masalah jika pria itu ada di sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Family Play [HIATUS]
General Fiction"Maaf telah menyakitimu. But can we start all over again?"