Brian berjalan menuruni anak tangga dengan langkah gontai. Semalaman dia tidak bisa tidur, memikirkan kesalahan yang telah diperbuatnya. Bagaimana mungkin dia tidak menyadari gajah yang ada di depan matanya dan justru memandang semut yang jauh di seberang lautan. Selama ini dia terus menerus menyalahkan Hana tanpa mengetahui yang sebenarnya terjadi.
"Selamat pagi pak." Sapa mbak Jumi dari balik kitchen counter begitu melihat Brian diujung tangga.
Sehari setelah Hana meninggalkan rumah. Mbak Jumi kembali dengan membawa pesan bahwa Hana memintanya untuk kembali lebih cepat karena dia akan pergi untuk beberapa waktu.
"Hmmm..." Balas Brian lesu. "James?"
"Mas James sudah berangkat sekolah pak."
Brian menganggukan kepalanya lalu menghampiri meja makan. Segera mbak Jumi meletakkan segelas kopi dihadapan majikannya tersebut. Aroma kopi yang familiar membuat Brian langsung menyesap minuman tersebut.
"Ibu bilang bapak suka jenis kopi ini, dan meminta saya untuk menyiapkannya untuk bapak di pagi hari." Ucap mbak Jumi ketika menyadari perubahan raut wajah Brian sesaat setelah meminum kopinya.
"Thanks mbak." Balas Brian lirih.
Mbak Jumi hanya menganggukkan kepala lalu pergi, memberi sedikit privasi untuk Brian. Setelah mbak Jumi meninggalkan dapur, Brian memandang sekelilingnya dengan perasaan hampa.
Dua minggu. Hanya Hana seorang yang mampu meninggalkan semua jejaknya dalam waktu sesingkat ini.
Aroma kayu cendana yang tercium begitu memasuki rumah, berbagai macam biji kopi serta alat-alat pembuat kopi yang tersusun rapi diujung counter, lemari es yang penuh dengan buah dan sayuran segar, serta vas bunga crysanthemum diatas meja yang selalu segar setiap hari.
"Jangan diam saja disitu! Help me clean this up!"
Brian tersentak mendengar suara Hana yang memarahi dirinya karena berdiam diri di meja makan. Otomatis dia bangkit berdiri mencari sumber suara, dan seketika menyadari bahwa suara tersebut hanyalah imajinasi belaka. Bahkan dalam waktu sesingkat ini, Hana mampu membuat Brian berhalusinasi tentang dirinya.
"Oh Brian, what have you done?" Ucap Brian pada dirinya sendiri.
Sadar bahwa dia harus menyelesaikan kesalahpahaman ini jika tidak ingin kehilangan Hana lagi. Brian segera meraih kunci mobil yang digantung dibalik pintu masuk, dia bergegas meninggalkan rumah. Dia harus bicara dengan Hana, dan satu-satunya orang yang mungkin mengetahui keberadaan Hana adalah Derrick.
-
"Gue udah kirim berkas ke pengadilan, seharusnya dia udah dapet notification dari pengadilan sih." Ucap Derrick di telepon.
"Thanks ya. Sorry gue ngerepotin lo lagi." Sahut Hana dari seberang saluran.
"Don't mention it darling." Balas Derrick enteng. "Cuma lo beneran yakin mau cerai dari Brian? We both know that you still love him, you can still win him back. Apalagi mama mertua lo kan udah nggak ada."
Terdengar suara helaan napas berat sebelum Hana menjawab. "I'm tired." Ucapnya. "Gue cuma mau ini semua selesai, dan gue bisa hidup tenang bersama James."
"..."
"I think he's here." Ucap Derrick mendengar keributan yang terdengar dari luar ruang kerjanya. "Call you back later. And I always wish for your happiness so apapun pilihan lo gue pasti dukung."
Tepat ketika Derrick memutuskan panggilan telepon dengan Hana, Brian memasuki ruang kerjanya diikuti oleh sekretaris Derrick. Wanita itu terlihat sangat ketakutan ketika Derrick memandangnya tajam.
"Maaf pak." Ucapnya tanpa suara.
Derrick hanya mengedikkan kepalanya menyuruh sekretarisnya keluar sebelum akhirnya menghampiri Brian yang berdiri di tengah-tengah ruangan.
"Well, hi Bri. Long time no see." Sapa Derrick.
"I'll make it short. Dimana Hana?" Tanya Brian tanpa basa-basi.
Seperti biasa, angkuh dan kasar. Guman Derrick.
"Too bad I don't know where is she." Jawab Derrick tenang.
"Jangan bohong! Gue tahu..." Brian terdiam. "I'm sorry." Lanjutnya tiba-tiba.
Derrick terkejut mendengar ucapan maaf dari Brian. Selama mengenal Brian, tidak pernah sekalipun pria itu meminta maaf kepada orang lain. Ucapan maaf yang tiba-tiba ini benar-benar mencurigakan.
"For?"
"Menuduh lo selingkuh sama Hana." Ucap Brian. "Selama ini gue udah salah paham. Nggak seharusnya gue percaya begitu saja sama mama. Sorry."
"Lo sadar kesalahan lo Bri?" Tanya Derrick.
Brian menganggukan kepalanya.
"And it's all too late."
"Not too late." Sanggah Brian. "I still have some time."
"Lo pikir Hana akan berubah pikiran?" Cemooh Derrick.
Jika memang semudah itu, sudah dari dulu Hana menuruti saran gue untuk bercerai dan bukannya menunggu selama sepuluh tahun. Pikir Derrick.
"Nggak ada salahnya mencoba kan." Sahut Brian pelan.
Hati Derrick terusik dengan Brian yang benar-benar terlihat seperti seekor anak kucing yang baru saja dibuang. Desperate and fragile. Dimana Brian yang selalu full of himself?
"Please help me." Pinta Brian.
"And why I have to help you?"
"I... still love her. Dan gue nggak mau kehilangan dia untuk kedua kalinya."
Derrick menghela napas berat. Dia memang mengharapkan kebahagiaan Hana. Dia juga tahu kebahagiaan Hana adalah Brian. Disaat yang sama, Brian pula yang membuat Hana menderita.
Derrick kembali memandang Brian. Selalu ada kesempatan kedua untuk mereka.
"Gue benar-benar nggak tahu dimana Hana tinggal sekarang. Kita cuma ketemu di kafe, atau melalui telepon. Yang gue tahu dia tinggal dirumah abangnya."
-
Brian kembali ke rumah dengan perasaan yang tidak keruan. Untuk kedua kalinya dalam 10 tahun, dia mengetahui fakta baru tentang Hana. Tidak habis pikir dirinya. Bagaimana mungkin dia tidak mengetahui apapun tentang wanita yang sangat dicintainya itu?
Hatinya benar-benar hancur menyadari betapa menderitanya Hana selama ini. Dan itu semua disebabkan oleh dirinya.
"Mama ask me to live with her in Guam." Ucap James tiba-tiba.
Brian menoleh kearah sumber suara. Putra semata wayangnya itu sedang duduk dimeja makan, menatap lurus kearahnya. Raut wajah anak itu tidak bisa ditebak, entah senang atau sedih, atau mungkin kecewa.
"I would gladly say yes. But I can't." Lanjutnya. "I'll be sixteen soon. Seumur hidup aku nggak pernah minta sesuatu sama papa. But this time, please bring mama home."
Kemudian James beranjak dari duduknya meninggalkan Brian seorang diri.
------------
Finally~~~
Maafkan error yang terjadi kemarin ya.. ><
Here sesuai janji, selamat membaca ^^P.s How about Henry Golding as Papa Brian?
KAMU SEDANG MEMBACA
Family Play [HIATUS]
Genel Kurgu"Maaf telah menyakitimu. But can we start all over again?"