#14. Winning Her Heart Again

4.6K 367 8
                                    

Keesokan harinya Brian muncul didepan rumah Prabu dengan membawa sebuah buket bunga krisan merah yang merupakan bunga favorit Hana. Hatinya berbunga-bunga karena Hana bersedia memberinya kesempatan, well he's on trial actually. Meskipun begitu dia merasa ada yang janggal, karena Prabu begitu mudahnya percaya dan membuat Hana memberinya kesempatan. Padahal Prabu pulalah yang membuat Hana mengeluarkan surat gugatan cerai. Pasti ada sesuatu yang di rencanakan oleh kakak iparnya itu.

Namun rasa resahnya menguap begitu melihat Hana keluar dari rumah mengenakan setelan semi formal berwarna mint yang dipadukan dengan tanktop v-neck hitam yang senada dengan stiletto yang membalut indah kaki jenjang Hana. Wajahnya yang dipoles makeup natural membuat wanita itu terlihat jauh lebih muda dari usia sebenarnya, bahkan bisa dibilang wajahnya sama sekali tidak menua selama sepuluh tahun ini. Ada sedikit rasa penyesalan dihati Brian karena telah menyakiti wanita tersebut.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Hana heran, menatap Brian yang tersenyum manis kepadanya.

"Mulai hari ini gue akan antar jemput lo kemanapun lo pergi." Sahut Brian dengan riang.

"Emangnya lo nggak kerja?" Balas Hana, menerima bunga yang diberikan kepadanya.

"Navis usir gue dari kantor." Ucap Brian pelan.

"Jobless dong lo. Jadi gue jalan sama pengangguran nih?" Sindir Hana namun tetap memasuki mobil Brian dan duduk disebelah pria itu.

"Well, not literally jobless sih. Navis aja yang lagi sensitif, ntar juga baikan sendiri. Lagipula gue jadi punya banyak waktu to spend with you." Jawab Brian enteng.

Hana memutar bola matanya, Brian tahu benar bagaimana menghadapi sepupunya yang lagi sensitif itu. Tidak mau berlama-lama, Hana menepuk pundak Brian menyuruh pria itu untuk menjalankan mobilnya. Lima menit kemudian Lexus RX350 Putih milik Brian melaju menembus jalanan ibukota.

"Eh ini kita mau kemana sih?" Tanya Brian tidak mengetahui tujuan mereka hari ini.

"Wijaya Tower. Gue ada meeting sama Arman Wijaya." Jawab Hana.

"For?"

"Lo pikir kalo gue ketemu sama Arman Wijaya urusannya apa? Bisnis lah! Masa iya konsultasi pernikahan." Sahut Hana sewot akan pertanyaan aneh Brian.

"Bisnis lo lancar?" Tanya Brian memperlambat laju mobilnya ketika jalanan didepannya mulai ramai.

"Sejak kapan lo peduli?" Jawab Hana ketus, merasa kesal karena sikap Brian yang tiba-tiba menjadi sangat peduli padanya.

Terbiasa dengan sikap Brian yang dingin, membuat Hana merasa tidak nyaman ketika pria itu menunjukkan sedikit kepedulian padanya.

Brian menghela napas panjang sebelum benar-benar menghentikan mobilnya akibat macet, "Hana listen, I'm trying here. I know gue ada banyak salah sama lo, but please give me a chance untuk memperbaikinya."

Hana memang sudah memaafkan Brian, namun bukan berarti dia melupakan segala kesalahan yang telah diperbuat oleh pria itu. Tidak mudah untuk mengobati luka yang terbuka selama lebih dari sepuluh tahun, dan Brian sangat memahami hal itu. Jika memang diberi kesempatan untuk mengobati luka tersebut, dia rela jika harus menghabiskan sisa hidupnya untuk melakukannya.

"Then you have to try a little harder." Sahut Hana pelan.

Pernyataan Hana menyadarkan Brian bahwa luka yang telah ditorehkannya benar-benar dalam sehingga membuat wanita itu sulit untuk membuka hati lagi untuknya. Brian pun harus memutar otaknya, mencari cara agar Hana mau menerimanya kembali.

Perjalanan menuju Wijaya Tower cukup memakan waktu. Meski jarak dari rumah Prabu ke komplek perkantoran itu tidak jauh, jalanan yang ramai dan macet telah memperlambat laju kendaraan mereka. Bahkan tidak sekali terdengar Brian memaki ketika pengendara lain menyerobot jalurnya.

Setelah hampir dua jam menghabiskan waktu dijalanan, akhirnya mobil Brian memasuki area komplek perkantoran milik Wijaya Group tersebut.

"Gue bakalan lama disini, lo nggak usah nungguin gue." Ucap Hana begitu mobil Brian berhenti didepan lobby.

"No, I'll wait." Balas Brian.

"Terserah lo deh." Sahut Hana cuek.

Dia hendak meninggalkan mobil ketika tangannya ditarik tiba-tiba oleh Brian. "Wait!" Ucap pria itu.

Hana kembali terduduk, memandang Brian dengan tidak sabar.

Brian mencondongkan tubuhnya, memberikan kecupan singkat dibibir Hana sambil berbisik, "I love you."  Membuat wanita itu terkejut akan ulah Brian yang tidak terduga.

"What the..." Hana mendorong tubuh Brian menjauh, menatapnya curiga sebelum meninggalkan mobil Brian.

"I'll wait down here." Seru Brian yang dibalas dengan acungan jari tengah oleh Hana.

Brian tersenyum melihat Hana yang salah tingkah karenanya. Meski terkadang bermulut kasar, Hana sangat mudah tersentuh hanya dengan sedikit perhatian. Itu sebabnya dia bertekad untuk memberi perhatian kepada Hana, tidak hanya sedikit melainkan sangat banyak. Segala cara akan dia lakukan untuk mendapatkan kembali hati Hana.

Begitu memastikan Hana telah memasuki gedung milik Wijaya Group tersebut, Brian segera memindahkan mobilnya di area parkir Wijaya Tower dan memutuskan untuk menunggu di sebuah Kopitiam yang berada di basement gedung perkantoran yang dijadikan sebagai food court. Setelah memesan segelas Kopi Vietnam, Brian memilih untuk duduk di ujung ruangan agar tidak tergangu ketika bekerja.

Dia mengeluarkan Ipad dari dalam tasnya, lalu mulai mengecek email. Ada beberapa laporan yang dikirimkan oleh sekretarisnya pagi ini. Dibandingkan dengan Navis yang masih sangat konvensional, Brian lebih memilih untuk mengikuti tren teknologi saat ini. Hampir semua laporan dan kontrak yang dikerjakannya menggunakan sistem paperless. Selain menghemat kertas, dia juga bisa bekerja darimana saja. Itu sebabnya dia sangat jarang berada di kantornya sendiri. Seperti saat ini misalnya, ketika diusir oleh Navis, dia masih bisa bekerja meskipun tidak berada dikantor.

Ketika sedang mengecek laporan, ponselnya berdering nyaring. Nama Navis tertera pada layar yang berkelap-kelip. Tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar Ipad, Brian menerima panggilan dari sepupunya itu.

"Brian speaking."

"Gue emang usir lo dari kantor, tapi bukan berarti lo bisa bolos kerja dong!" Omel Navis kesal.

"I'm on a mission." Sahut Brian kalem.

"What mission?" 

"Winning her heart again."

"..."

Hening, tidak ada respon dari Navis hingga Brian berpikir bahwa sambungan telepon telah dimatikan. Dia mengecek layar ponselnya, telepon masih tersambung tetapi Navis masih diam saja.

"Good luck then." Ucap Navis akhirnya sebelum benar-benar memutuskan sambungan telepon.

Brian menatap layar ponselnya dengan heran. Baru kemarin Navis marah-marah kepadanya, kini pria itu justru memberinya dukungan. Ternyata Hana benar-benar disayang oleh orang-orang disekitarnya.

------------
Finally yeay!!!
Sorry it takes to long.
Writer block benar-benar menyiksa.
Dan lagi banyak kerjaan beberapa waktu ini..

I have a good news, this story mencapai 11k readers.
Yeayyy!!!
Terima kasih banyak-banyak.
I'll try to keep updating sesering mungkin.

Buat kalian semua,
Covid masih berkeliaran nih, jaga kesehatan kalian yaa...
\^o^/







Family Play [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang