Karna tugas berat seorang ayah adalah
Memastikan putrinya menemukan pengganti terbaikkuy OTW KUA
***
Setelah kepergian Khalid dan Aji lima menit yang lalu. Halila menggiring Aziz-suaminya masuk kedalam kamar dengan tidak sabar. Ada hal yang harus segera didiskusikan yang tidak bisa ditunda barang satu menitpun. Aziz yang sudah paham mengikut saja kemana istrinya menggiring sambil menarik tangannya sedikit paksa. Setiba di kamar, Halila mendudukan suaminya dipinggiran kasur, sedangkan dirinya duduk dikursi yang baru saja dia tarik dari tempatnya berdandan. Aziz hanya tersenyum sambil mengamati baik-baik wajah kecut istrinya. Senyuman yang biasanya memabukan bagi Halila. Sedangkan Halila, tatapannya mengintimidasi sang suami, dari sorot matanya jelas Aziz paham bahwa istrinya itu memintanya untuk menjelaskan hal yang beberapa menit yang lalu terjadi.Halila menarik nafas kasar, dia tidak boleh kemakan amarah didadanya.
“Bagaimana bisa Pa? Ko gak tanya sama Mama dulu?” Tanya Halila yang sudah tidak sabar, nada suaranya biasa.Aziz tersenyum teduh, tangannya terulur mengusap kepala sang istri, hal yang biasa dia lakukan saat istrinya marah, senjata ampuh untuk meluluhkan hati wanita yang dilanda amarah. “Mama jangan jeda ucapan Papa dulu ya, Papa akan jelasin, dari awal sampai bisa Khalid datang kemari,” pinta Aziz. Halila mengangguk mengiyakan, dia tidak akan memotong ucapan suaminya seperti biasa.
Aziz membenarkan duduknya dan meminta sang istri untuk ikut duduk dikasur tepat disebelahnya. Halila menurut, keduanya kemudian duduk saling berhadapan Aziz mulai menceritakan kejadian beberapa hari lalu, saat dirinya di Surabaya.
Hari itu dimana Kiai Aziz baru saja menyelesaikan kegiatan memancingnya bersama teman sepondok dulu, pikirannya tertuju pada seorang pria yang membawa ember dan dua pancingan, entah kenapa tiba-tiba dia memikirkan seseorang yang belum dikenalinya, melihat Akbar duduk disebelahnya yang tengah menyetir, Kiai Aziz tertarik untuk mengetahui tentang seorang yang sedang melintas dipikirannya itu.“Yai?” panggil Aziz pada Kiai Akbar.
“Ya?” Jawab Kiai Akbar, melirik sebentar pada Aziz kemudian kembali fokus menyetir.
“Saya mau tanya sesuatu nih.”
“Ya monggo, biasane nanya-nanya aja gak ngomong dulu.”
“Azam santrinya yai kan?”
Kiyai Akbar mengangguk, lalu menoleh kembali pada Kiai Aziz, penasaran mengapa tiba-tiba bertanya soal Azam.
“Memangnya kenapa?”
“Begini yai, saya penasaran perihal kakaknya, boleh gak saya tahu tentang kakak nya Azam?”
Kiai Akbar mengernyit, merasa aneh seorang Kiai Aziz tertarik pada membicarakan orang yang tidak dikenalinya. “Tumben nanyain? Mau kau jadikan mantu to? Kalo nyari mantu, kenapa tidak anak Abbas saja, dia lulusan pesantren Az-Zariyat, tempat kita pesantren dulu, orangnya memang tidak tampan, nurun dari bapaknya soalnya, ane tidak punya anak laki-laki yang pas, ada juga baru masuk Madrasah.” Ujar Kiyai Akbar sembari berkelakar, kemudian kembali melanjutkan bicaranya. “Bukankah banyak yang sudah pinang putrimu yai, memang tidak ada yang cocok, mau saya bantu carikan?” Tanyanya pada Aziz.
“Kau ini Bar, saya kan nanya perihal kakaknya Azam, kenapa jadi ke putranya Abbas?.”
“Baiklah Ziz, sudah kubilang, Azam adalah sosok yang sopan dan santun, tentu hal ini tidak lepas dari didikan orangtua dan kakaknya, nah karna kau mau tahu tentang kakaknya jadi saya akan beritahu apa yang saya tahu tentang kakaknya Azam, santri saya.”
Kiai Aziz tersenyum menahan sabar, Kiai Akbar terlalu bertele-tele.
“Jadi gini Ziz, kakaknya Azam itu namanya Khalid Putra Walid, Walid itu nama ayahnya, Walidin, dia pria yang sangat-sangat sopan, yang paling utama dia pria yang rendah hati, setahu saya Khalid punya toko buku bekas di Jakarta, yang paling utama nih Ziz, dia lulusan Oxford, keren banget bisa kuliah beasiswa di Oxford sampe lulus, saya rasa otak Azam turun dari kakaknya yang cerdas, Khalid itu untuk orang yang pertama kenal dia bakal mikir Khalid itu orang yang nyeleneh, apalagi dari pakaiannya yang sangat sederhana, bakalan susah dia dapat istri, tahukan kebanyakan wanita sekarang bagaimana?” Jelas Kiai Akbar, kemudian membelokkan mobil ke arah kanan, ke arah pondok pesantren miliknya.“Saya kalo punya anak perempuan yang belum menikah, saya akan jodohkan dengan Khalid Ziz, saya yakin Khalid itu pria yang cocok buat dijadikan seorang suami dan imam, dia punya usaha sendiri, pas kuliah dulu dia bikin usaha yang keuntungannya masih mengalir sampai sekarang, Khalid memang bukan hafidz qur’an, tapi bacaannya fasih sekali, saya pernah mendengar waktu berkunjung kerumah Azam, pokonya Khalid itu top, Ziz.”
Aziz mendengarkan baik-baik penjelasan panjang lebar dari Kiai Akbar, tanpa disadari, senyuman tipis muncul dari bibir pria paruh baya itu.
“Orangtuanya Yai?” Kiyai Aziz kembali bertanya.
“Orangtuanya punya kebun teh yang lumayan luas, keluarga Khalid itu keluarga yang rendah hati Ziz, keluarga mereka cukup berada, tapi, rumahnya saja sederhana, masih rumah joglo khas Jawa, memangnya kenapa sih Ziz, sampai kau bertanya perihal Khalid sampai orangtuanya segala?” Pertanyaan Kiai Akbar hanya dibalas gelengan dari Aziz, perbincangan keduanya terhenti saat sebuah gerbang bertuliskan PONDOK PESANTREN AL-LATHIF menyambutnya.
Mobil yang mereka kendaraipun berhenti tepat di pinggir gerbang, Kiai Akbar turun dari mobil, Aziz juga ikut turun, keduanya berpelukan singkat, pertemuan yang singkat akan sulit didapatkan lagi sebab kesibukan masing-masing.
“Mau mampir dulu tidak Ziz?”
“Tidak yai, saya mau langsung ke Bandung, diusahakan sebelum Shubuh harus sampai, anak saya besok mau berangkat ke Jakarta lagi.”
“Yasudah hati-hati Ziz, jangan kau kebut-kebut, nanti Wita gak ada walinya, salam sama putrimu yah, kapan-kapan main ke Surabaya, siapa tahu jodohnya ada di kota ini Ziz.”
“Haha makasih yai, saya pamit pulang dulu, Assalamualaikum.”
📃
Aziz mengendarai mobilnya selama berjam-jam, diusahakan agar sampai ke Lembang sebelum Shubuh, jam menunjukan pukul tiga pagi, Kiai Aziz memilih memarkirkan mobilnya dihalaman mushola, hendak melaksanakan sholat Tahajud, mendo’akan keluarganya, kebaikan umat, masyarakat, dan negara, berdo’a diwaktu yang mustajab. Untung dia sempat tidur sejenak saat diperjanalan menuju pondok pesantren Akbar.
Setelah melaksanakan sholat sunnah Tahajud empat rakaat, Kiai Aziz masuk kembali kedalam mobilnya hendak melanjutkan perjalanan, Kiai Aziz memeriksa ponselnya yang menyala memperlihatkan pop up masuk dari nomor tidak dikenalnya, Aziz membuka pesan tersebut, senyuman yang memang selalu menghiasi bibirnya itu terbit, semustajab itu do’a yang dipanjatkannya, Allahu Akbar, Allah maha besar, kuasanya memang begitu tidak dapat dihitung oleh manusia.
Halila menghela nafas, setelah mendengar penjelasan dari suaminya, dia masih merasa tidak yakin akan keputusan Aziz yang menerima lamaran dari Khalid, Aziz menyadari raut wajah istrinya yang berubah, tangannya menggenggam tangan Halila lembut, ditatapnya kedua mata istrinya itu.
“Ma, Papa juga gak akan begitu saja menerima lamaran Khalid kalau Papa tidak tahu latar belakangnya, apalagi untuk menjadi suami dari putri kita satu-satunya, Papa gak akan sembarangan pilih laki-laki, tapi, untuk Khalid papa sangat yakin jika dia memang pria yang tepat Ma, lagian semua keputusan juga kan ada ditangan Wita, diterima atau nggaknya lamaran Khalid, kalaupun diterima mereka juga pasti akan menjalani taaruf lebih dulu, nggak langsung nikah aja Ma.” Tangan pria paruh baya itu mengelus lembut punggung tangan sang istri. “Kalau Allah sudah menghendaki, untuk Khalid dan Wita berjodoh, maka mereka akan berjodoh seragu apapun hati Mama, dan kalau Allah nggak mentakdirkan mereka berjodoh, mereka nggak akan berjodoh seyakin apapun hati Mama, semuanya, tergantung sang pemilik skenario Ma, seiring berjalannya waktu, Mama akan paham bagaimana Khalid, dan juga ikut merasa yakin kalau pria itu yang memang tepat untuk putri kita.”
“Tapi Pa..” Ucap Halila yang masih merasa keberatan.
“Percaya sama Papa,” Aziz meyakinkan. Halila hanya terdiam, tidak bisa membantah ucapan suaminya lagi.
Selalu ada alasan disetiap keputusan
____________
Jangan lupa tag @ayu_sa jika membagikan hal apapun tentang K O K
Vote, komen, like, dan follow akun aku sekedar bentuk menghargai dan apresasi untuk penulis😘18 April 2022
Sebaik-baiknya bacaan adalah Al-Qur'an
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuy Otw Kua (TAMAT)
RandomIni kisah antara Wita. Mahasiswi abadi di sebuah universitas di Jakarta. Dan Khalid. Pemilik toko buku bekas yang tak kawin-kawin. Padahal wajahnya tampan jika dipoles sedikit saja dengan skin care, atau bedak, minimal bedak bayi. Tapi Khalid, lebih...