Bagian 15

70 11 0
                                    

Rencana Allah, adalah rencana yang terindah lebih
indah dari segala rangkaian rencana yang kita punya

kuy OTW KUA

***
Obrolan Ayah dan anak berakhir karena Kiai Aziz yang akan pergi menjenguk Ipeh-Ibu Ujang yang baru saja datang dari rumah sakit. Kiai Aziz sudah rapi dengan pakaiannya, tiba di ruang tengah, dia melihat Wita yang sedang bermain ponsel.

Teh, mau ikut jenguk mak-nya Ujang gak?,” Tanya Kiai Aziz

Wita mendongak melihat papanya. “Tungguin Pa, teteh ikut.”
Aziz mengangguk, pria itu berjalan keluar untuk memanaskan mobil, sekaligus izin pada istrinya yang sedang merapihkan tanaman dihalaman.

Tidak lama, Wita datang dengan rok lebar dan cardigan yang menutupi baju tidurnya. Juga kerudung instan yang lebih lebar berwarna coklat selaras dengan baju tidur yang dikenakannya. “Yu Pa.” Ajaknya. Aziz masuk kedalam mobil, dia duduk di kursi yang biasanya untuk menyetir, Wita duduk disebelahnya. Mobil bergerak pelan, saat melihat Halila yang sedang memotong tanaman untuk dirapikan, Aziz menghentikan mobilnya lalu turun. “Ma, mama yakin gak mau ikut? Makanan nanti aja, ada teteh ko yang bantu masukin ke box.” Tanya Aziz.
Halila menggeleng, ada pekerjaan yang tidak bisa dia tinggalkan. “Nggak bisa Pa, kasian teteh baru juga dateng.” Tolaknya halus sembari tersenyum.

“Yaudah hati-hati ya di rumah, kalo ada apa-apa kabarin, aku sama teteh gak bakalan lama ko, sebelum Ashar udah pulang.”

Halila mencium punggung tangan suaminya, dan dibalas dengan kecupan di keningnya seperti biasa, Wita yang berada dalam mobil merasa bahagia melihat keromantisan pasangan suami istri yang juga kedua orangtuanya. Sejak kecil, dia sama sekali tidak pernah melihat keributan orang tuanya, membuat dia berangan untuk mempunyai sosok imam seperti ayahnya-Aziz, yang bertanggung jawab dan selalu berusaha membahagiakan mamanya meski hal terkecil sekalipun.

Pikiran Wita tertuju pada pembicaraan dirinya dan Aziz beberapa menit yang lalu, dia selalu yakin, jika pilihan papanya adalah yang terbaik, tapi kenapa harus sosok Khalid yang papanya yakini sebagai penggantinya nanti, jika Khalid adalah orang yang benar-benar akan menjadi suaminya nanti, apakah rumah tangganya akan sebahagia mama dan papanya, meski tanpa didasari cinta, atau, sebaliknya?
Melihat sosok Khalid, dia tahu pria kumal itu bukanlah pria yang romantis.

“Teh, malah ngelamun, mau salim dulu gak sama mama?” Pertanyaan Aziz membuyarkan lamunan Wita perihal masa depannya, mata jernih wanita itu melihat mamanya yang sedang memegang gunting rumput.
“Gimana mau salim, tangan Mama aja megang gunting, yang ada aku kebunuh entar.” Ujar Wita dengan nada bercanda. Halila berjalan kearah putrinya, lalu menjulurkan tangan lewat kaca mobil yang terbuka. Wita menyambut tangan mama nya, mencium hangat punggung tangan wanita paruh baya itu.
“kita berangkat ya Ma, jangan kangen,” ujar Wita lagi, masih dengan nada bercanda.

“Ngapain kangen, orang cuman beda desa aja, udah sana buruan, nanti keburu sore.”

Di Jakarta, sosok Khalid sedang memejamkan mata, punggungnya bersandar di kursi, menikmati aroma bakso yang menguar dari dalam panci membuat perutnya keroncongan. Indra penciuman Khalid merasakan aroma bakso yang mendekat, lalu terdengar bunyi letakkan mangkok dimeja, Khalid membuka mata, bakso dan segelas teh hangat sudah tersaji dimeja. “Makasih Mang.” Ucap Khalid.

“Sama-sama Lid, sampe ketiduran gitu, cape banget ya Lid?” Mang Solmed duduk di kursi sebelah Khalid, pelanggan sepi, oleh sebabnya dia memilih ngobrol dengan Khalid, sambil menemani pria itu makan bakso.

“Nggak tidur Mang, Cuma merem aja, masih bisa nyium aroma nikmat baksonya mamang,” ungkap Khalid, bercanda.

“Tumben gak bareng sama Aji, dia kemana?” Tanya Mang Solmed, dia melihat Khalid yang mulai memakan baksonya.

Kuy Otw Kua (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang