bagian 17

64 10 0
                                    

Memilih salah satu diantara dua  hati yang sama sekali tidak ingin dipilih, begitu menyebalkan

Wita Apriani

Mencintaimu adalah pilihan hati, memperjuangkan dan memilikmu adalah keinginan hati, maka biarkan aku melakukan pilihan dan keinginan hatiku

Khalid Putra Walid

Saya sudah siap menerima patah hati malam ini

Khalid Putra Walid

***

Halila sedang mengaduk teh panas tanpa gula untuk suaminya. Sedangkan Wita menyiapkan camilan di piring. Ibu dan anak itu sedang berada di dapur, obrolan Khalid dan Kiai Aziz terdengar samar ditelinga keduanya.

“Teh,” panggil Halila. “Teteh tahu Khalid?” Tanya Halila pada Wita yang sudah menoleh kearahnya, Halila diam sejenak lalu melihat ke ruang tamu dimana Khalid dan Kiai Aziz berada, meski ia tidak dapat melihatnya. Halila melihat kembali pada Wita yang memperhatikan gerak-geriknya. “Khalid yang katanya teman papa.” Lanjut Halila.

“Tahu ko Ma, kenapa?”

“Teteh gak tahu kalo Khalid khitbah teteh beberapa hari yang lalu?” Tanya Halila sambil terus mengaduk teh.

“Tahu Ma.”

“Terus, gimana, teteh mau terima?”

“Teteh mau Istikharah dulu Ma.”

“Kalo teteh gak klop sama Khalid Mama punya seseorang yang cocok banget buat teteh, dia dokter, hafidz qur’an juga ada, tinggal teteh mau yang gimana, mama bakal cariin,” Ucap Halila menggebu, dia juga merasa kurang cocok dengan Khalid yang tampangnya biasa-biasa saja.

“Makasih Ma, ini kuenya mau segini aja atau tambah lagi?” Tanya Wita, tangannya mengangkat piring yang sudah terisi kue lapis dan juga beberapa camilan.

“Segitu aja, Papa juga makannya dikit.”

Wita mengangguk, lalu menunggu mamanya yang menutup termos dan menyimpan ketempat semula.

***
“Assalamualaikum.”
Ucapan salam yang terdengar dari luar membuat Halila dan Wita saling pandang, siapa gerangan yang datang malam-malam begini. Kemudian terdengar sahutan salam dari arah ruang tamu dan pintu yang terbuka.

“Yu teh, bawa ke depan, siapa yang datang malam-malam, ini udah jam delapan,” Wita mengekori langkah Halila, dengan dua piring ditangannya.

Halila melihat punggung seseorang yang mengenakan jaket levis,  agaknya dia mengenali seseorang yang duduk membelakanginya. Wita yang berada dibelakang Halila tidak tahu siapa yang datang dan duduk disamping papanya, mungkin rekan bisnis Aziz, atau teman pondok papanya dulu.

Halila bergerak maju meletakkan dua gelas teh panas keatas meja, saat matanya melihat jelas siapa yang baru saja datang, dirinya sedikit terkejut. “Aji.” Ucapnya pelan.  Pria yang ternyata Aji itu melihat pada Halila tanpa senyum sedikitpun di bibirnya. Halila berdiri kemudian duduk di kursi yang berbeda dengan Kiai Aziz dan Khalid.

Wita turut meletakkan makanan yang barusan dia bawa diatas meja, setelah itu dia langsung berdiri untuk kembali ke dapur, dia tidak ingin ikut dalam perbincangan yang dia tidak ketahui apa yang akan dibicarakan, yang dia tahu kedatangan Khalid ke rumahnya bukan hanya sekedar membantu memberikan sedekah kepada anak-anak panti asuhan.

“Teh, bikinin minum buat nak Aji yah.” Wita hanya mengangguk menanggapi ucapan papanya, kemudian kembali melanjutkan jalannya ke dapur.

Dari dapur, Wita mendengar suara teduh papanya yang menanyakan kabar Aji. Segelas teh panas Wita antar ke depan, setelah meletakkan teh untuk Aji, Wita berdiri hendak ke kamar. “Ikut duduk disini teh.” Suruh Kiai Aziz.

Kuy Otw Kua (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang