Bagian 18

63 13 0
                                    

Cinta Tak Hanya Kata, Cinta Perlu Diperjuangkan Jika Ingin Memiliki Siapa Yang Dicinta

Khalid Putra Walid

...
Wita tengah meringkuk di kasur mininya, bantal guling menjadi korban penindasan atas pukulannya yang bertubi, tidak ada yang bisa diajak untuk bercerita dan meluapkan apa yang ada dihatinya.

Jika saja Indri ada, dia akan bercerita pada sahabatnya itu, tapi sayang, Indri masih berada di Korea, pesan dari hari kemarin pun masih centang dua, belum dibalas sama sekali.

Kejadian mengejutkan hari ini membuat kepalanya pusing, kedua makhluk yang tiba-tiba saja datang sudah pergi, mungkin sudah setengah perjalanan, Istikharah yang akan dilakukannya belum juga dilaksanakan, mungkin kesal yang hinggap dihati menghalang-halanginya untuk melaksanakan sholat.

Ketika merasa puas dengan tindakannya barusan dan membuat bantal guling penyok. Wita berdiri, sebuah hidayah seolah baru saja merasuki jiwanya, wanita berpakaian baju tidur polos serba hijau itu berjalan ke arah kamar mandi didalam kamar, hanya beberapa menit Wita kembali keluar dengan wajah yang basah, juga ujung lengan bajunya yang ikut basah.

Menarik sajadah dan mukena yang digantung, dua rakaat Istikharah akan segera ia tunaikan. Selesai salam dan berdzikir sebentar, juga membaca do’a sehabis sholat Istikharah, Wita mengangkat kedua tangannya, bermunajat pada penguasa dari segala penguasa, raja dari semua raja, apa yang terjadi di dunia adalah atas kendalinya, bahkan daun yang jatuh ke bumi, dan mata yang berkedip, tidak lepas dari kendalinya.

Dalam keadaaan hati yang dirundung kebimbangan, Wita bermunajat, meminta petunjuk, kiranya, jalan mana yang harus ia ambil, siapa yang harus ia pilih dari beberapa.

Setelah memuji yang menciptakan dirinya,  Wita melanjutkan do’a dengan khusyu. “Ya Allah, sesungguhnya, hamba berada dalam kendalimu, Engkaulah yang maha tahu tentang masa depan, hamba yang lemah ini meminta petunjuk darimu ya Rabb, siapakah kiranya sosok yang bisa mendampingi hamba dalam beribadah kepadamu ya Rabb, membimbing hamba menuju jalanmu, Engkaulah yang maha tahu apa yang terbaik untuk hamba. Jikalau Khalid adalah nama yang engkau sandingkan di lauhul mahfudz sebagai imam hamba, maka berikan hamba ketabahan untuk menerimanya, dan menghilangkan rasa tidak suka di hati hamba untuknya. Dan jika Aji adalah pria yang engkau maksud untuk jadi suami hamba, bantulah hamba untuk menerimanya jua, hadirkan cinta di hati kami jika suatu saat kami memang ditakdirkan untuk bersama, rabbana hablana min azwajina, wadzuriyyatina qurrata a’yun wajaalna lil mutaqqina, imamama, amin” Wita menutup do’anya dengan mengusap kedua wajah, dia tidak langsung berdiri, Wita melanjutkannya dengan berdzikir kemudian menunaikan sholat sunnah Witir.

Di atap yang sama, Kiai Aziz yang baru selesai menunaikan sholat Witir dengan istrinya meminta sang istri untuk tidak beranjak terlebih dahulu, ada hal yang sangat penting yang harus dibicarakan malam ini, bahkan Kiai itu tidak sabar untuk menunggu esok.

Halila yang masih mengenakan mukena duduk berhadapan dengan Kiai Aziz yang juga masih mengenakan koko dan sarung.

Kiai Aziz mengelus kepala sang istri yang berbalut mukena, lalu tersenyum pada istrinya. “Ma, Papa mau bicara sesuatu.” Ucap Kiai Aziz dengan nada lembut seperti biasanya.

“Soal kejadian tadi?” Tebak Halila.

Kiai Aziz mengangguk. Melihat suaminya menganggukan kepala, Halila protes. “Pa, Khalid kurang pantas menjadi suami Wita.” Paparnya dengan nada kesal yang tertahan.

“Kurang pantas karna Khalid hanya punya toko buku bekas?” Kiai Aziz tersenyum paham melihat istrinya diam, berarti tebakkannya benar. “Ma, rezeki sudah diatur sama Allah, seorang pengemis saja bisa menemukan makan apalagi Khalid yang punya toko buku, lagian Mama jodohin si teteh sama Aji yang nggak menyukai putri kita, bagaimana Wita bisa mejalani pernikahan dengan seseorang yang tidak menyukainya.” Jelas Kiai Aziz.

Kuy Otw Kua (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang