23. Tuduhan

42 6 62
                                    

RINDU, YA? MAAF BANGET FIR LAGI
SAKIT :( SEMOGA BISA TERUS UP
YA GES YA <33

Q: Apa yang membuat kamu terus
menunggu update Haidar?

~ HAPPY READING! ~

***

"Selama kamu masih bisa hidup dengan layak, belajarlah untuk tidak selalu mengeluh atas hidup yang kamu jalani,"

***

DAPUR yang gelap gulita dan senyap itu memecah kala suara dentingan kaca piring dan sendok yang menggema seisi rumah. Hujan turun lebat setelah Adam pulang mengantar Dinda. Jam dinding menunjukkan pukul setengah delapan malam.

"Nak, kamu sedang apa?" Rano keluar dari kamarnya agak tertatih-tatih.

"Siapin makan buat Ayah," Adam mengeluarkan bungkusan mie ayam dan meletakkannya di dalam mangkuk.

Rano duduk di meja makan. "Kenapa beli? Memang Mama enggak masak?" tanyanya.

"Mama lagi pergi keluar. Suruh Adam beli makanan aja biar Ayah enggak kelaparan," jawab Adam sambil tersenyum. Ia menaruh mangkuk mie ayam tersebut di hadapan Rano yang pasti sudah sangat kelaparan. "Ayo, Ayah, di makan. Semoga Ayah cepat sembuh."

Tanpa ada tanda-tanda, Rano tiba-tiba membanting sendok yang ada di genggamannya jatuh ke lantai dengan napas yang memburu.

"Mama kamu keluar aja terus. Kapan pulangnya, sih?!" ucap Rano dengan nada oktaf tinggi.

Adam sempat terkejut melihat perubahan sikap Ayahnya. Ia memungut sendok tersebut seraya mengelus bahu Rano dengan penuh kasih sayang. Karena di dunia ini, ia hanya memiliki Rano seorang sebagai penyemangat dirinya untuk tetap bertahan.

"Mama keluar sebentar aja, kok. Nanti pasti pulang. Ayah makan aja dulu, ya? Abis itu minum obat lalu tidur. Kalau Mama sudah pulang nanti Adam bangunin," ujar Adam menenangkan Rano.

Rano kembali bisa menguasai dirinya. Ia menatap netra anak semata wayangnya itu yang begitu tulus dan menyayanginya.

"Ya sudah, kamu enggak makan?"

Adam menggeleng. "Udah kenyang."

Cowok itu lalu juga mengeluarkan obat tidur dan obat penenang yang terdapat di dalam lemari dengan segelas air mineral. "Kalau sudah di minum obatnya, Ayah."

Rano mengangguk menurut.

Adam tersenyum penuh arti. "Adam masuk ke dalam kamar dulu," pamitnya.

Di dalam kamar, Adam langsung menghela napas panjang. Ia terduduk lemas di depan pintu seraya menangkupkan wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia mengeluarkan dompetnya yang tersisa uang dua puluh ribu. Ia tersenyum getir, memikirkan apa yang akan ia dan ayahnya makan di esok hari.

Uang yang di berikan Tante Novi juga sudah habis di pakai untuk kebutuhan membeli obat-obatan untuk Rano. Uang gaji terakhir yang ia pegang saat menjadi OB juga ia pakai untuk mencicil hutang yang Rano punya di bank. Adam seperti orang yang benar-benar tak tahu arah harus melakukan apa sekarang.

"Mama, Adam harus bagaimana?"

***

DENGAN langkah pelan, Adam menyusuri lorong sekolah, tak menghiraukan tatapan aneh dan bisikan-bisikan dari orang-orang yang seperti sedang mencercanya dari belakang. Toh, Adam juga tidak terlalu mempedulikannya.

HAIDAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang