anw, met tahun baru 2024 yagesya, bismillah tamat tahun ini dah
happy reading;
***
"Kamu yakin kalau tidak ada seorang pun di rumah itu selain Ayah kamu, Nak?"
"Saya yakin, Pak."
Sepersekian detik pun menjadi senyap. Ruang petak luas berdinding kaca hitam, dan lampu gantung remang-remang yang hanya menerangi area meja. Wajah Adam yang tersorot lampu tampak berkilauan, keringat yang mengucur membasahi wajahnya. Di hadapannya terdapat dua orang berpakaian polisi, salah satunya memegang berkas-berkas di lokasi TKP.
Seorang dari mereka mengembuskan napas, membanting pelan berkas tersebut ke atas meja.
"Hidup berdua aja rumahnya sebesar itu. Benar-benar enggak logis di pikiran saya," ucap pria berkumis itu.
"Saya memang hidup berdua bersama Ayah saya, Pak. Lantas dimana kesalahannya? Ibu saya tiada sudah beberapa tahun yang lalu, dan itu yang memicu Ayah saya mengalami gangguan kejiwaan. Sudah beberapa kali keluarga saya membantu untuk mengurus perawatan Ayah di rumah sakit jiwa, tapi karena biaya yang tidak memungkinkan, akhirnya kami memutuskan untuk merawat Ayah saya di rumah," Adam menjelaskan ulang.
Seorang pria di sebelah Bapak Berkumis memukul meja dengan telapak tangannya, menggema langsung memekakkan telinga. Semuanya terkesiap, wajah pria yang tampak lebih muda tersebut tampak menahan amarahnya.
"Kamu tidak tahu betapa sulitnya Kepolisian menangani berita-berita simpang siur di luar sana. Apa kamu tahu kalau berita ini sudah jadi sorotan berita Nasional? Bapakmu itu, kan, dahulunya pengusaha terkenal. Harusnya kamu bisa beri penjelasan ke kami siapa pun orang yang terlihat mencurigakan, bukan malah membuat opini seakan-akan Bapakmu itu memang bunuh diri. Orang faktanya dia dibunuh, toh? Kamu mau pembunuh Bapakmu enggak ketemu?"
Adam menunduk seraya menggeleng pelan.
Bapak berkumis di sebelahnya memegang bahu pria tersebut, berusaha menenangkan.
"Siapa saja anggota keluargamu?"
Adam mengangkat kepalanya, "Yang biasa membantu keluarga saya itu Tante dan Om saya. Mereka juga yang selama ini membantu biaya hidup kami, Pak."
"Oh, ya?" Bapak berkumis tersebut mengangkat sebelah alisnya, "Dari riwayat diri kamu sendiri aja, tertulis kalau kamu bekerja sebagai OB di sebuah perusahaan, ya? Kamu lagi membohongi kami atau bagaimana?"
"Tidak, Pak," Adam menyergah, "Saya baru-baru ini bekerja--"
"Sudahlah, diam!" Pria muda itu berteriak lantang.
"Mahen, turunkan nada bicaramu," Bapak berkumis menegur pria itu.
"Perkataanmu sejak tadi selalu aja berbelit-belit. Sudah tiga jam kita disini, tapi belum ada satu pun bukti yang bisa kami pakai sebagai acuan. Saya bingung dengan cara pola pikir kamu. Maunya apa sebenarnya kamu?" tangan telunjuk pria itu teracung terarah pada Adam.
Adam tak mau kalah, "Harusnya saya yang bingung dengan kalian semua! Bisa-bisanya cuma saya yang menjadi saksi tunggal pembunuhan Ayah saya. Bahkan sejauh ini pun Kepolisian belum menemukan satu pun bukti yang menandakan kalau Bapak saya benar-benar dibunuh."
"Lho, kok malah kamu yang meragukan hasil autopsi?!"
"Pak, kalau pun jeda kematian Ayah saya lima menit dengan kedatangan saya, bukannya berarti pembunuhnya seharusnya tidak jauh dari lokasi saat itu, kan? Daripada mengobrak-abrik rumah saya, mending polisi coba cari CCTV di sekitar saat itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
HAIDAR
Teen Fiction🛐 SEBELUM BACA, FOLLOW DULU! - XEAGLE UNIVERSE - - Kisah Adam & Dinda - ~~~ "Tuhan, semoga orang baik di sampingku selalu bahagia bersamaku," Ini tentang kisah Dinda yang di kejar oleh kakak kelasnya yang merupakan seorang anggota geng motor yang m...