26. Seutas Tali di Atas Langit

39 8 11
                                    


~ HAPPY READING! ~

***

"Diam dan tak melakukan inisiatif tidak
akan membuatmu memilikinya,"

***

WAKTU berjalan begitu cepat, kurang lebih hampir setengah bulan semenjak kejadian kemarin. Adam sudah keluar dari rumah sakit seminggu yang lalu dan kini sedang mengurus menggadaikan beberapa barang-barang di rumahnya yang bisa ia gunakan untuk membayar kehidupan sehari-hari.

Setelah teman-temannya membantunya untuk membayar biaya rumah sakit, Adam semenjak itu mulai merasa dirinya terlalu banyak berhutang budi ke orang lain.

Itu menyiksanya.

"Sofanya kenapa di bawa orang, kak?" tanya Rano yang menatap kebingungan beberapa furnitur rumahnya di bawa beberapa orang ke atas mobil pick up.

"Maaf, Ayah."

"Untuk apa?" Rano mengelus puncak kepala anaknya. "Ayah yang harusnya minta maaf, sudah buat kamu banyak terluka."

"Ayah enggak salah, Adam yang seharusnya menjaga Ayah di rumah dan enggak keluar kemana-mana."

"Sofa Ayah kenapa di bawa orang, Nak?"

"Sofanya rusak, mau di benarkan ke toko mebel nanti. Adam bakalan ambil kalau udah bener," ucap Adam, berbohong.

Ia jatuh lebih dalam di lubang hitam. Semuanya adalah milik Ayahnya, namun Adam begitu egois menjual semuanya tanpa seizin Rano dahulu.

Semua inisiatif yang ia lakukan untuk menggadaikan barang-barang di rumahnya tak membuat itu semua mampu membayar biaya berobat untuk Rano, membayar tagihan listrik dan air, serta untuk makan.

Adam memapah tubuh Rano masuk ke dalam kamar yang kini hanya terdapat ranjang tidur serta nakas putih. Sisanya sudah ludes terjual.

"Istirahat dulu, nanti Adam bangunin kalau sudah Zuhur," ujar Adam.

"Suruh Mama bikin makanan yang enak, ya. Ayah lagi mau makan Kepiting Saus Padang," Rano tertawa kecil. "Ayah jadi ingat waktu Mama kamu masak Kepiting sendiri. Karena enggak bisa akhirnya beli di restoran."

Adam menyunggingkan senyumnya. "Tenang aja, nanti Mama bakal bikin makan yang enak pastinya. Ayah harus cepat sembuh dulu, ya."

Rano mencubit pelan hidung anak semata wayangnya itu. "Perhatian, ya, jagoan Ayah."

***

"KEPITING kok harganya delapan puluh ribu, Pak? Itu Kepiting atau kuota Indosat 50 GB? Turun dikit lagi, dong! Jangan semena-mena, cuma karena saya anak remaja jadi enggak bisa nawar sejahat emak-emak, ya!"

Delapan puluh itu harga paling murah, lho, Dek. Harga aslinya aja seratus ribu. Mau bikin saya bangkrut atau gimana?"

Adam berdesis. "Enggak mungkin, dong! Lima puluh ribu saya angkut, deh! Indonesia itu negara maritim, Pak. Kepiting di Indonesia emang langka? Enggak, kan?"

"Tapi harganya memang segitu..." si bapak penjual mencicit ketakutan.

"Cepet, deh, Pak! Lima puluh atau saya tawar lagi jadi dua puluh ribu? Milih yang mana?!"

HAIDAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang