Warna demi warna terukir begitu indah, mengikuti alunan semilir angin yang ada di taman ini.
Selama ini, Lainah hanya mampu menuangkan segala perasaannya kepada sebuah kanvas yang berakhir dengan berbagai corak yang memiliki makna tersirat.
Tangannya begitu lihai mengukir segalanya. Seolah-olah, terlihat seperti pelukis yang profesional. Dan memang itulah dirinya, memiliki banyak kelebihan, namun malah dianggap kekurangan.
"Lainah!" Tangan yang awalnya bergerak ke sana ke mari, akhirnya berhenti. Mengalihkan pendengarannya kepada sumber suara.
Ceklek!
"Cepat, kemasi semua barang-barangmu! Pamanmu sudah datang!" titah Fera.
"Hei! Apa sekarang kau tuli?!" bentak Fera, melihat Lainah kembali asik dengan lukisannya, tanpa peduli dengan wanita itu.
"Lainah!" marah Fera. Dan akhirnya, Lainah menghentikan pergerakannya, meletakkan kuas itu di tempatnya. Lalu, berdiri dan meninggalkan Fera di dalam kamarnya.
"Hei! Mau ke mana kamu?!" bentak Fera, lagi-lagi tidak dipedulikan oleh Lainah.
Setibanya di bawah, Lainah menghampiri lelaki yang tengah tersenyum sumringah kepadanya.
"Paman pulang saja! Aku tidak akan pernah ikut bersama Paman," ucapnya to the point. Seketika, senyuman itu berubah menjadi kekusaman.
"Apa maksudmu?"
"Ibu, bagaimana bisa anak ini membuatku datang sia-sia ke sini?" marah lelaki itu-Reno kepada Fera yang baru saja datang.
"Lainah! Saya katakan, kemasi barangmu sekarang juga!" marah Fera lagi.
"Tidak Nek! Aku tidak akan mengemasinya! Aku tak akan pernah pergi dari sini! Kehidupanku ada di sini!" tolak Lainah, yang entah sejak kapan sudah menitikkan air matanya.
Plak!
Tamparan itu, membuat Lainah terdiam membeku.
"Kamu akan pergi dari sini dengan baik-baik, atau harus saya usir dengan cara kasar?!"
Tes!
Sebegitu tak diterimakah dirinya di sini? Sehingga, tiada satu pun yang ingin merawatnya dengan begitu baik?
"Baiklah, aku akan pergi! Aku akan pergi dari duniaku sendiri. Akan aku lakukan apapun demi Nenek!" Setelah itu, Lainah beranjak dari posisinya, mengemasi semua barang-barang miliknya.
Setelah semuanya selesai, langsung saja gadis itu membawanya turun dan memasukkannya ke dalam mobil Reno yang berada di luar rumah.
Tanpa salam perpisahan sedikit pun, Lainah dibiarkan pergi begitu saja. Bahkan, tiada satu pun air mata yang menitik tatkala melihat kepergian sosok gadis yang belasan tahun ini sudah menghuni rumah ini.
Selama perjalanan, Lainah hanya diam, begitupun dengan Reno yang sibuk sendiri akan kemudinya.
Cittt!!!
Mobil itu berhenti secara tiba-tiba. Membuat tubuh Lainah terdorong ke depan.
"A-ada apa?" tanyanya hati-hati.
"Dengarkan saya!" titah Reno dengan menatap Lainah tajam. Dan gadis itu mengangguk takut.
Walau seberapa besar nyalinya untuk melawan Reno, namun tetap saja Reno adalah pamannya yang begitu ganas. Dia tak akan pernah bisa menahan amarahnya, walau sekecil apapun itu.
"Bersikap baiklah ketika di rumah saya nanti. Dan turuti semua apa yang istri saya katakan! Jika sampai, saya melihat atau mendengar kau berbuat ulah di mana saja, kau akan tahu akibatnya!" peringatnya membuat Lainah meremas bajunya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Me but Myself (End)
Teen FictionJudul Awal : Temaram Kisah gadis Indigo Prekognision yang mampu menatap kejadian-kejadian yang akan terjadi berikutnya. Namun, kelebihan yang dimiliki dirinya, malah menjadi kekurangan yang harus membuat dia terkucilkan dari semua orang terdekatnya...