Sang Penolong

67 4 0
                                    

"Heh, bangun lo!" ucap Zera sekenanya.

Sontak, Lainah tersentak dari tidur sejenaknya itu.

"Ke-kenapa?" tanyanya gugup. Namun, bukan jawaban yang Lainah dapatkan, melainkan gelak tawa remeh dari mereka semua, kecuali Alvin yang memilih untuk diam di bangkunya.

"Gue dengar-dengar, nama lo itu unik, ya?" tanya Zera yang disertai akan seringainya.

"U-unik?" heran Lainah, benar-benar tidak mengerti.

"Iya, unik. Unik karena bisa-bisanya lo dikasih nama kaya gitu, hahaha!" Gelak tawa pun kembali pecah.

Sedangkan Lainah, gadis itu semakin tidak mengerti akan apa yang tengah mereka bicarakan saat ini.

"Eh, guys! Gue tau nih, kenapa dia pakai penutup mata gini. Matanya pasti punya penyakit tertular gitu. Dan makanya, namanya terkutuk gitu!" sorak Zera, semakin memecah tawa di ruangan ini.

"Serius lo Zer? Wah, gak bisa dibiarin, nih! Yang ada, kelas kita bisa-bisa ikutan terkutuk juga nanti," sahut siswi lainnya-Quira.

"Nah, benar! Harus disingkirkan, nih!" timpal yang lainnya.

"Yaudah, tunggu apalagi?" tanya Zera dengan seringaiannya.

Setelah itu, mereka semua menghampiri Lainah, memaksa gadis itu untuk bangkit dari posisinya. Lainah yang mendapatkan perlakuan itu, sontak terkejut.

"Ka-kalian mau apa?" tanyanya mulai panik. Sedangkan, mereka semua tidak menghiraukan pertanyaan gadis itu.

Hingga, akhirnya mereka sampai di depan pintu kelas.

Bugh!

Lainah didorong begitu kasarnya oleh Zera. Bahkan, tanpa belas kasihan, dia juga menendang tubuh Lainah yang tersungkur di dekat tong sampah itu.

"Aw!" ringis gadis itu.

"Hahaha ... lo gak pantas berada di sini, terkutuk!" ucap Zera menekankan kata 'terkutuk' di akhir kalimatnya.

"Tempat lo itu, di sekolah SLB sana, bukan di sini, bodoh!" ucap Quira menimpali.

"Hahaha! Dasar buta!"

"Hahaha! Dasar terkutuk!"

"Uuu ... buta!"

"Uuu ... terkutuk!"

"Ingat! Lo itu hina, gak pantas di sini!"

Makian demi makian, Lainah dapatkan. Gadis itu hanya mampu menangis dalam diamnya. Itu sudah biasa, bukan? Lantas, mengapa harus sesakit ini?

Bagaimana pun, Lainah tetaplah manusia yang punya hati. Dia pasti akan merasakan sakit, walau sudah beberapa kali dihantam oleh kenyataan yang pahit.

...

Dentingan jam pun akhirnya berubah menjadi deringan lonceng pertanda pulang.

Lainah, gadis itu memilih untuk menetap di dalam kelas ini. Bukan sebab terasa nyaman, namun hanya ingin menghindari semua orang yang membenci kehadirannya.

Di tengah penantiannya ini, Lainah lebih memutuskan untuk menenggelamkan wajahnya di antara kedua tangan yang dia lipat di atas mejanya.

Di saat merasa sudah tiada orang lagi, barulah gadis itu berjalan menuju pintu kelasnya yang sudah tertutup itu.

Tunggu, tertutup?

Dengan mencoba untuk membuka gagang pintu itu, Lainah berusaha untuk menariknya begitu kuat. Namun, bukannya terbuka, Lainah malah terhempas ke belakang. Sebab, tangannya terlepas dari genggaman gagang pintu tersebut.

Not Me but Myself (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang