"Lo yakin akan pulang hari ini?" tanya Alvin, menghampiri Lainah yang sudah berkemas-kemas.
"Iya. Sudah terlalu lama aku libur, Alvin. Sebentar lagi pun, kita akan melaksanakan ujian. Jadi, aku harus kembali ke sekolah, bukan?"
"Hm ya sudah, kalau memang itu keputusan lo. Gue cuma bisa nurut doang."
"Yaudah, ayo!" ucapnya, sudah selesai dengan semua barang-barangnya.
"Biar gue aja," ucap Alvin, mengambil alih kopernya Lainah. Lalu, mereka berdua pun segera turun dan segera berpamitan kepada seluruh pelayan yang ada. Lalu, pergi meninggalkan rumahnya Fera tersebut.
"Aku akan kembali beberapa waktu lagi, Nek," batinnya, menatap rumah Fera yang semakin lama, semakin menjauh.
"Ngel," panggil Alvin, mengalihkan perhatian Lainah.
"Nanti, kalau lo udah mulai sekolah, lo jangan pernah jauh-jauh dari gue, ya!"
"Kenapa?" tanya Lainah heran.
"Ya, biar gue bisa jagain lo. Biar kejadian yang waktu itu gak terulang lagi."
"Ooh yang itu, kayanya sih gak bakalan terjadi lagi," ungkap Lainah, membuat Alvin mengernyit.
"Loh, kenapa?"
"Gak kenapa-kenapa. Tapi, mungkin bakalan ada suatu saat nanti di mana dia datang lagi dan-"
"Lo jangan aneh-aneh, Ngel. Maksud lo apa, sih?"
"Gak pa-pa. Yaudah, fokus aja dulu!" titah Lainah, lalu memilih untuk tidur selama diperjalanan. Dan membiarkan Alvin sibuk sendiri dengan stirnya.
...
"Ngel, bangun!" ucap Alvin, membangunkan Lainah yang begitu terlelap dalam tidurnya.
"Yaudah deh, kayanya tidurnya pulas banget." Tanpa meminta izin dari Lainah, Alvin langsung saja menggendong tubuh Lainah keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah.
"Wah, anak Bu-"
"Shuutt!" isyarat Alvin seraya meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya.
"Ini kenapa?" tanya Ariana khawatir.
"Lagi tidur, Bun."
"Yaudah, dibawa ke kamar aja. Bunda udah siapin kamarnya Angel." Alvin pun mengangguk. Lalu, membawa Lainah ke dalam kamar yang dimaksud oleh Ariana tadi.
Setibanya di kamar, Alvin langsung saja membaringkan tubuh Lainah dan tak lupa menyelimuti gadis itu.
"Tidur yang nyenyak ya, cantik!" ucapnya, mengulas lembut kepala Lainah. Lalu, pergi meninggalkan gadis itu sendirian di dalam kamar.
"Gimana?" tanya Ariana kepada Alvin yang baru menuruni anak tangga.
"Gak pa-pa, Bun. Udah mulai membaik juga," ucap Alvin, seolah tau dengan maksud Ariana.
"Syukurlah. Bunda bahagia, akhirnya kalian pulang juga. Karena jujur, Bunda takut kalian kenapa-kenapa."
"Bunda," ucap Alvin lembut. Lalu, membawa Ariana untuk duduk di sofa ruang keluarga.
"Bunda jangan khawatir. Alvin bakalan selalu jagain Angel. Dia adik Alvin. Jadi, Alvin harus bisa jagain dia, bukan? Bunda tenang aja, kan anak Bunda itu juga kuat. Udah tahan banting lagi."
"Kamu kira dia apa? Masa tahan banting," kekeh Ariana, membuat hati Alvin menghangat begitu saja.
"Ya, seperti itulah istilahnya, Bun."
"Ya sudah, Bunda mau ke dapur dulu. Bunda mau masak buat kalian. Pasti lapar, kan?"
"Seperti dugaan Bunda," ucap Alvin dengan senyuman senangnya.
"Yaudah, Bunda tinggal, ya!"
...
Lainah mengerjapkan matanya perlahan-lahan. Cahaya masuk begitu saja ke dalam retinanya, membuat Lainah langsung bangkit dari tidurnya.
"Sudah sampai?" monolognya, mencoba menelusuri setiap inci ruangan ini.
"Alvin?" lirihnya bingung sendiri. Lalu, dengan kepala yang agak terasa pusing, Lainah berjalan menuju pintu kamar dan keluar dari kamar itu.
"Alvin!" panggilnya, seraya menuruni anak tangga. Namun, tidak ada sesiapa yang dia temui di sini. Bahkan, Lainah sudah mencarinya ke semua ruangan di rumah ini.
"Angel?" tiba-tiba, Alvin muncul dari balik tubuhnya Lainah, membuat gadis itu terlonjak.
"Alvin, kamu ini!" kesalnya.
"Kita di mana?"
"Di rumah," jawab Alvin seadanya.
"Di rumah? Tapi, kenapa ini begitu sepi?"
"Eh, Bunda," ucap Alvin tiba-tiba, membuat Lainah mengernyit bingung.
"Alvin, kamu bicara dengan siapa?" tanyanya. Dan kini malah membuat Alvin mengernyit.
"Bunda. Ini Bunda, Ngel."
"Bunda? Di mana? Ke-kenapa aku tidak melihatnya?"
"Ngel? Hahaha lo jangan bercanda, deh."
"Justru kamu yang jangan bercanda, Alvin."
"Ja-jangan-jangan?" ucap mereka serentak.
"Aaa!" teriak mereka, ketika mendapati sosok wanita yang begitu menyeramkan di hadapan mereka. Tanpa isyarat, keduanya langsung saja berlari dari sana.
"Aa ... Bunda!" teriak Lainah, sontak terbangun dari tidurnya.
Keringat dingin berhasil membanjiri seluruh tubuhnya. Ini benar-benar mimpi buruk untuk dirinya.
"Ngel? Lo kenapa?" tanya Alvin yang berlari-lari memasuki kamar Lainah dan disusul dengan Hans beserta Ariana di belakangnya.
"Ada apa, Nak?" tanya Hans khawatir.
"Bunda," ucapnya spontan langsung memeluki Ariana yang menghampiri Lainah.
"Hei, kamu kenapa?" tanya Ariana khawatir, membalas pelukan putrinya tersebut.
"Aku takut!" ucapnya yang malah terisak.
Ariana, yang mendengar itu langsung melayangkan tatapan bingungnya kepada Hans dan Alvin.
"Udah gak pa-pa. Itu cuma mimpi, sekarang udah ada Bunda dan Ayah. Kamu jangan takut, ya!" hibur Hans, ikut mengelus lembut punggung putrinya tersebut.
"Ayah!" isak Lainah, bergantian memeluki Hans.
"Iya, ini Ayah. Udah, jangan nangis lagi. Nanti cantiknya putri Ayah hilang, loh," hibur Hans. Namun, tidak ditanggapi sama sekali oleh Lainah.
"Yah, yang dipeluk cuma ayah dan bunda. Gue enggak, ya?" merajuk Alvin malah membuat ketiganya terkekeh. Lalu, Hans pun mengajak Alvin untuk saling berpelukan antara satu sama lainnya.
"Waktu yang indah adalah untuk keluarga yang selalu seperti ini."
To be continued ...
🔑for you🔑
Jangan pernah iri dengan kehidupan orang lain. Karena bagaimanapun ada orang yang juga iri dengan dirimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Me but Myself (End)
Teen FictionJudul Awal : Temaram Kisah gadis Indigo Prekognision yang mampu menatap kejadian-kejadian yang akan terjadi berikutnya. Namun, kelebihan yang dimiliki dirinya, malah menjadi kekurangan yang harus membuat dia terkucilkan dari semua orang terdekatnya...