Dipisahkan

45 3 0
                                    

"Ada apa, Dok?" tanya Hans to the point. Tadi, dirinya tiba-tiba dipanggil oleh Airin untuk segera keruangannya. Terlebih di saat Airin baru saja memeriksa kondisi Lainah.

"Sebenarnya, ini bukan perihal putra Bapak. Tapi, ini adalah perihal gadis itu, selaku Bapak yang bertanggung jawab di sini," jelas Airin.

"Ada apasih, Dok?" heran Ariana dengan malasnya.

"Jadi, begini Pak, Buk. Gadis itu tengah mengalami komplikasi gangguan mental. Jadi, untuk sementara waktu, kami harus memindahkan pasien ke kamar lainnya, agar pasien bisa melakukan pengobatan total. Dan anak kalian juga bisa istirahat dengan total."

"Apa Dok? Ga-gangguan mental? Ma-maksud Dokter dia adalah ODGJ?" tanggap Ariana.

"Bunda," peringat Hans.

Dan Airin tersenyum mendengarnya. Bukan berarti dia mengiyakannya, hanya saja merasa, jika pengetahuan Ariana tentang gangguan mental itu belum terlalu luas, menurutnya.

"Buk Ariana, seseorang pengidap gangguan mental, bukan berarti seorang ODGJ. Karena hal ini memiliki ciri-ciri yang berbeda. Dan ODGJ itu memang gangguan mental, namun gangguan mental bukan berarti ODGJ. Gangguan mental ini bisa saja berupa stress atau bahkan, trauma, atau masalah yang berhubungan dengan kesehatan pada mental seseorang," jelasnya membuat Hans manggut-manggut. Sedangkan, Ariana malah tersenyum kecut karena ucapannya tadi.

"Jadi, hal yang dialami gadis itu sebenarnya gangguan mental lainnya. Kemarin, dokter Elfi baru saja memeriksa kondisinya dan kembali dilakukan tadinya. Dan hasilnya membuktikan, jika gadis itu mengalami beberapa gangguan mental. Di antaranya, Skizofrenia, bipolar, traumatik, depresi. Dan bahkan, ada suatu hal yang kami khawatirkan dari analisa kami tadi, yaitu dia mengalami identitas disosiatif atau kepribadian ganda, dan juga stomatoform."

"Sebanyak itu, Dok?" terkejut Ariana, mewakili Hans.

"Iya, Buk."

"Tidak. Kenapa dia malah mengalami ini semua? Bukankah selama ini hidupnya baik-baik saja?" batin Ariana, sebab ada rasa khawatir yang juga dia rasakan, sama seperti Hans.

"A-apakah dia bisa sembuh, Dok?" tanya Ariana, yang sedikit membuat Hans dan Airin bingung. Sebab, yang mereka ketahui Ariana sama sekali tidak menyukai Lainah.

"A-a- maksudku, kasihan sekali anak malang itu. Pasti itu semua karena lingkungannya," ucap Ariana yang malah ikut tersindir akan perkataannya sendiri.

"Kami akan berusaha semampu kami. Tapi, ada kemungkinan untuk bipolar hal ini tidak bisa disembuhkan. Dan jika memang dia mengalami identitas disosiatif, mungkin hal ini juga akan sulit untuk disembuhkan."

"Tidak. Aku tidak boleh sekhawatir ini. Dan aku yakin, ini semua bukan karena lingkungannya, jadi aku tidak perlu takut. Ibu sudah pernah bilang, kalau dia akan merawat gadis itu dengan baik-baik."

"Ya sudah, Dok. Jika itu adalah keputusan yang terbaik, maka lakukan saja, Dok. Apapun itu, kami akan membantu perawatannya. Dan jikalau bisa, kami ingin bertemu keluarganya terlebih dahulu, Dok."

Deg.

"Mas, buat apa?" tanya Ariana terlihat tidak menyukainya.

"Aku akan berterima kasih kepada mereka dan meminta maaf karena sudah membuat putri mereka terluka."

"Oh tidak. Bagaimana mungkin ini?" batin Ariana lagi.

"Maaf sebelumnya, Pak. Sejak kemarin, kami belum menemukan keluarganya," ucap Airin yang malah membuat Ariana bernapas lega.

"Semoga saja, tidak ada ibu yang datang ke mari. Atau anggota keluarga yang lainnya. Aku tidak mau sampai semua itu terbongkar begitu saja."

"Ya sudah. Kalau begitu kami permisi dulu, Dok!" pamit Hans yang diangguki oleh Airin. Dan mereka berdua langsung saja keluar dari ruangan itu, meninggalkan segala pemikiran aneh bagi Airin.

"Sebenarnya, siapa dia? Kenapa seolah-olah dia begitu aneh sekali?"

...

"Sus, kalian mau apa?" tanya Alvin, mendapati para suster yang hendak melepaskan peralatan medis dari tubuh Lainah.

"Maaf, kami akan memindahkan pasien ke ruangan lainnya."

"Loh, kenapa begitu?"

"Karena pasien harus melakukan pengobatan lebih lanjut," jawab salah suster.

"Tapi, Sus. Saya tidak mau dipisahkan dia. Bagaimana saya bisa melihat pemulihannya, jika dia saja tidak berada di ruangan saya? Dan saya pun yakin, dia pasti juga butuh bantuan saya."

"Maaf, kami hanya menjalankan tugas dari dokter."

"Aku tidak mau!" ucap Lainah seketika. Namun, tidak menghentikan tindakan suster tersebut.

"Alvin, bantu aku!" pintanya kepada Alvin.

"Sus, saya mohon! Jangan bawa dia pergi! Dia butuh saya, Sus! Kalau Suster mau bawa dia pergi, maka bawa saya juga. Agar saya bisa menjaganya."

"Maaf, kami tidak bisa. Dan kamu juga harus istirahat total, karena kondisi kamu pun belum pulih."

"Alvin!"

"Sus!"

"Maaf," ucap suster itu mencegah pergerakan Alvin yang ingin keluar dari ruangan itu.

"Sus! Saya mohon!" teriak Alvin. Namun, sama sekali tidak dipedulikan oleh mereka.

"Nak? Kamu kenapa?" tanya Hans yang baru saja datang.

"Ayah, kenapa mereka membawa Angel?" tanyanya yang tanpa sadar sudah menitikkan air matanya begitu saja.

"Alvin, kita masuk dulu, ya? Ayah akan jelaskan semuanya sama kamu." Dan akhirnya, Alvin pun menurutinya. Walaupun, ada rasa tidak tega di dalam hatinya.

"Kenapa, Yah?" desaknya.

"Dia hanya akan dipindahkan keruangan yang lebih memadai. Karena kondisinya yang begitu mengkhawatirkan."

"Tapi, kenapa Yah? Bukankah dia juga bisa dirawat di sini? Dan Alvin juga akan bisa menjaganya, bukan?"

"Iya, Nak. Hanya saja, para dokter khawatir istirahatmu akan terganggu. Dan gadis itu juga harus ditangani dengan semaksimal mungkin oleh dokter."

"Katakan pada Alvin! Ayah pasti menyembunyikan sesuatu!" ucap Alvin mulai curiga. Dan itu membuat Hans kalut sendiri. Sedangkan, Ariana sama sekali tidak berniat ikut campur tentang hal ini.

"Maafin Ayah, Nak! Ayah gak bisa jelasin apapun sama kamu." Hans pun hanya bisa menunduk dalam diamnya.

"Ya sudah. Biar Alvin yang mencari tau semuanya sendiri," ucapnya. Lalu, beranjak pergi dari ruangan itu, tanpa mempedulikan dirinya sendiri.

"Alvin!" teriak Hans dan Ariana serentak.

"Cih, benar-benar anak yang egois!" lirih Ariana merasa lelah dengan sikap Alvin. Sedangkan Hans, dia hanya bisa berdoa, agar tidak terjadi apa-apa pada putranya itu dan langsung menyusul ke mana Alvin pergi.

To be continued ...

🔑for you🔑
Setidaknya, jika bukan keluargamu yang menyayangimu. Kamu masih memiliki orang lain yang peduli denganmu. Maka, syukurilah itu.

Not Me but Myself (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang