Rumah Sakit

60 3 0
                                    

Perlahan-lahan, mata Lainah terbuka. Orang-orang yang berada di sekitarnya itu seperti menatap iba gadis ini.

"Ini di mana?" tanyanya lirih.

"Syukurlah, kamu sudah sadar, Nak. Ini kamu di rumah sakit," jawab dokter tersebut.

"Ru-rumah sakit? Ke-kenapa saya di sini? Da-dan siapa yang membawa saya ke sini?"

"Iya, Nak. Tadi, ada yang membawamu ke sini, sepertinya dia adalah guru di sekolahmu. Dan tidak ada masalah serius dengan dirimu. Mungkin, kamu hanya tidak sarapan."

"Di mana dia?"

"Sepertinya sudah pergi. Kalau begitu, saya permisi dulu!" pamitnya. Setelah itu, berlalu dari sana, meninggalkan Lainah dengan seribu pikirannya.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" monolognya. Namun, tiba-tiba saja kepalanya berdenyut begitu saja. "Aw!" lirihnya meringis.

Sedangkan, di ruangan lainnya, di rumah sakit ini. Alvin terbaring lemah dengan berbagai alat medis di sekujur tubuhnya. Semenjak kejadian semalam, Alvin tak kunjung sadarkan diri. Bahkan, dokter pun sempat menyerah untuk menangani kondisi Alvin. Namun, semuanya tidak berada dalam kendali seseorang.

"Bun, sudah makan?" tanya Hans—suami Ariana dan ayah dari Alvin.

"Bagaimana aku bisa makan, Mas? Sedangkan, anak itu selalu saja membuatku susah," dengus Ariana.

"Bunda, kalau Bunda seperti ini terus, nanti Bunda bisa sakit. Kalau Bunda sakit, nanti siapa yang bakalan jagain Alvin?" hibur Hans. Hans tau, bagaimapun Ariana bersikap tidak baik dengan Alvin, Ariana tetaplah sosok ibu yang begitu menyayangi putranya.

"Biarin Bunda sakit, biar anak itu paham, dia sudah menyusahkan Bunda seperti ini." Ucapan Ariana tersebut membuat Hans menghela napasnya pasrah.

"Ya sudah, nanti aku bilangin sama Alvin, kalau Bunda gak mau makan. Biar Bunda dibujuk sama Alvin," ucap Hans yang mengalihkan atensi Ariana.

"Jangan!" spontan Ariana.

"A ... dia lagi sakit, dia butuh istirahat. Kamu jangan mengganggunya," gugup Ariana. Namun, itu malah membuat Hans tersenyum.

"Ya sudah, kalau gitu Bunda makan dulu, ya! Aku mau masuk ke dalam dulu," ucap Hans, sebelum akhirnya meninggalkan Ariana dengan seribu penyesalannya akan ucapannya tadi.

"Bagaimana bisa aku mengatakan itu tadi, huh!"

...

"Aku harus pergi dari sini," lirih Lainah, berusaha untuk bangkit dari atas brankar. Dengan kepala yang terasa begitu sakit, Lainah berusaha untuk berjalan dalam kelimbungannya.

Hingga akhirnya, dia berada di luar ruangan itu. Sepanjang perjalanannya, Lainah hanya menjadi pusat prihatin dari orang-orang yang melewatinya.

Sampai pada di depan sebuah ruangan, Lainah terhenti. Ada sesuatu hal yang membuat gadis itu berhenti begitu saja. Entah apa itu, namun dia merasa begitu aneh. Bahkan, tanpa sengaja pandangannya teralihkan pada kaca ruangan itu yang memperlihatkan seorang pasien dengan berbagai alat medis di sekujur tubuhnya. Dan di dalam sana juga ada seorang lelaki yang sekiranya berumur 40 tahun.

Perlahan-lahan, langkah Lainah mengikuti arah pandangnya tersebut. Sampai pada dia berada di hadapan kaca ruangan itu. Bahkan, tangannya mulai meraba-raba kaca tersebut. Mencoba untuk mencermati siapa yang ada di dalam sana.

"A-alvin," lirihnya.

"Ti-ti-dak, ini tidak mungkin!" ucapnya kembali dengan langkah yang mulai mundur.

"Siapa kau?" tanya sosok wanita yang sebaya dengan lelaki di dalam sana—Ariana. Sontak, Lainah mengalihkan arah pandangnya kepada Ariana.

Deg.

Betapa terkejutnya Ariana dengan ini semua. "Tidak! Ini tidak mungkin!" batinnya.

"Apa yang kau perbuat di sini, ha? Pergi!" bentak Ariana langsung, mengalihkan rasa khawatirnya. Namun, bukannya pergi, Lainah malah menatap Ariana dengan begitu heran.

"Kenapa wajah ini begitu tidak asing denganku?" tanyanya dalam hati.

"Saya katakan, pergi!" bentak Ariana lagi yang disertai akan dorongannya, membuat Lainah tersentak dan hampir saja akan terjatuh.

Dan akhirnya, dengan terpaksa Lainah pergi dari sana. Namun, masih dengan tatapan yang sesekali teralihkan kepada Ariana. Dan itu membuat Ariana semakin khawatir.

"Huh ... sebenarnya ada apa ini?" lirihnya di saat sudah berada di luar rumah sakit ini. Sekarang, Lainah belum ada tujuan. Ingin pulang, tapi percuma saja. Dia juga tidak memiliki siapa-siapa di sana.

Rasanya, saat ini dia sangat ingin beristirahat. Entah di mana itu. Tapi, yang pasti dia ingin berada di tempat yang jauh dari semua ini.

"Hai!" sapa seseorang mengejutkan Lainah. Lainah pun mengalihkan atensinya pada orang tersebut. Dan sontak sebuah bayangan kejadian terhadap wanita ini bermunculan begitu saja.

"Akh!" teriak Lainah sontak, sebab terkejut akan apa yang dirinya lihat.

"Hei, kamu kenapa, Nak?" tanya orang tersebut.

"Nak? Kamu baik-baik saja, bukan?" khawatir orang itu yang tak mendapatkan respon sedikitpun dari Lainah.

"Sepertinya kamu sedang tidak baik-baik saja. Ya sudah, kita ke dalam saja, ya? Biar saya periksa kamu terlebih dahulu," putusnya. Lalu, membantu Lainah untuk berdiri. Orang itupun membawa Lainah ke sebuah ruangan pemeriksaan. Dan setibanya di sana, mereka disambut dengan ramah oleh seorang suster yang sepertinya adalah asisten dari orang tersebut.

"Suster, tolong bantu saya!" ucap orang itu yang langsung dilakukan oleh suster tersebut.

"Dia kenapa, Dok?" tanya suster itu penasaran.

"Sepertinya ada masalah dengan psikologi," jawab Dokter itu yang sama sekali tak menemukan masalah terhadap fisik Lainah. Melainkan, menemukan sesuatu hal yang janggal dengan kondisi diri Lainah.

"Nak, kamu sedang ada masalah?" tanya Dokter itu, dan ditanggapi dengan gelengan oleh Lainah yang sudah mulai bisa mengontrol dirinya sendiri.

"Ya sudah, mungkin kamu belum bisa berbagi dengan siapa-siapa saat ini. Apalagi, saya juga adalah orang yang tidak kamu kenali, makanya sulit untukmu mau menceritakannya. Oleh karena itu, perkenalkan saya dokter Airin. Saya dokter spesialis anak. Jika saya boleh tahu, namamu siapa?" tanya orang itu yang bernama Airin.

Namun, bukannya Lainah menjawab, dia malah memberikan tatapan aneh terhadap Airin. Seperti ada tatapan ketakutan yang terpancar di dalam raut wajahnya.

"Jangan takut! Saya tidak akan menyakitimu." Seketika, Airin langsung memeluk gadis itu dengan memberikan kehangatan. Dan itu mampu membuat Lainah menitikkan air matanya begitu saja.

"Hei, apa ada yang sakit?" tanya Airin khawatir. Lagi, Lainah hanya menggeleng. Dan membuat Airin semakin khawatir dengan kondisi Lainah saat ini.

"Sus, tolong panggilkan dokter Elfi. Saya butuh bantuannya sekarang!" titah Airin yang langsung diangguki oleh suster tersebut.

"Semoga ini hanya kekhawatiran saya, Nak!"

To be continued ...

🔑for you🔑
Setiap ada orang jahat, pasti akan ada orang baik.

Not Me but Myself (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang