Part 10 Warisan

6 2 0
                                    

Perasaan sedih tampak jelas membebani benak Ayah Hansa. Hilangnya cahaya kristal ungu sama seperti buramnya harapan Ayah Hansa soal keberlanjutan benih-benih Amreta. Ayah hansa tak ingin berlama-lama di dalam Ki Poek.

"Mari kita pulang. Sebelum Nix menyerang." Ucapan ayah hansa segera diikuti oleh para penjaga. Mereka melangkahkan kakinya dengan hati-hati di atas batu licin dengan hanya diterangi obor asbes. Baju pelindung mereka semakin menambah kesulitan untuk melangkah. Perlahan tapi pasti satu per satu batu dipijak. Ayah Hansa segera melangkahkan kakinya menuju mulut gua meski dengan langkah terpaksa.

Tera menyadari rasa bimbang di wajah Lily. Dia memutuskan untuk pulang besama Lily, dia berdalih meminta izin untuk membereskan kunang-kunang matahari terlebih dahulu pada Ayah Hansa. Kunang-kunang matahari tidak bisa terkena sinar matahari langsung. Mereka harus bersembunyi di tempat teduh, atau perut mereka akan meleleh terkena paparan panas sinar matahari.

Lily berdiri tertegun menatap dinding yang kali ini tertutup rapat menyembunyikna ruangan gelap dibaliknya. Dia bisa merasakan betapa berat ayahnya melakukan ini semua. Dia tak mengira menutup Ki Poek sama dengan mengorbankan benih Amreta. Benarkah yang sudah dia mintakan pada Ayah Hansa?

Omuci yang bertengger di lehernya berkata setengah berbisik "Ayo, kita pulang Ly!"

"Omuci, apa benar energi kristal ungu adalah penyebab mutasi itu?" tanya Lily.

"Di dalam ruangan tadi aromanya gelap, Ly. Aku merasakannya. Semoga setelah kristal ditutup, kekuatannya berangsur hilang," harap Omuci menguatkan hati Lily. Terbayar sudah rasa kepenasaran Omuci soal benih Ayah Hansa. Dia memang mengendus kekuatan hitam itu di dalam ruangan.

Lily bergeming. Hatinya ragu.

Tera memasukkan lampion yang dijadikan wadah kunang-kunang matahari saat di lepas ke udara ke dalam tas gendongnya. "Kamu sudah melakukan yang terbaik, Ly," ucap Tera tiba-tiba.

Lily tak mengira Tera akan memahami perasaannya. "Tera, apakah tidak ada pilihan lain selain perburuan Nix besar-besaran setelah ini? " tanyanya kemudian.

"Ya, tak ada pilihan lain," Tera mengulang jawaban Ayah hansa.

"Kita tidak akan siap. Apakah keseimbangan Orellana akan terganggu dengan ulah kita?" Lily mempertanyakan efek dari perburuan Nix dan mengorbankan benih Amreta berkecamuk dalam pikirnya.

"Ini adalah cara bertahan hidup, Ly," ucap Tera tegas. Kunang-kunang matahari telah masuk ke dalam tasnya, Tera pun menyadari berdiam diri terlalu lama di Ki Poek bukan pilihan yang tepat setelah sumber penerangan mereka beralih hanya berupa obor asbes. Lagipula, Ayah Hansa telah berjalan cukup jauh di depan. "Waktunya pulang Ly. Aku masih memakai baju pelindung. Sedangkan kamu tidak. Berbahaya jika berdiam lama di sini." ajak Tera.

Alasan Tera masuk akal. Lily pun mengangguk menyetujui. Dia segera memasukkan Omuci ke dalam saku bajunya. Makhluk pengerat itu tanpa perlawanan menerima perlakuan Lily. Baru saja mereka berjalan beberapa langkah, suara gemuruh disertai angin hangat berhembus dari arah belakang. Angin itu berhembus cukup jauh, hingga Ayah hansa pun merasakannya. Mereka semua kontan melihat ke arah datangnya suara gemuruh. Tampak cahaya biru hijau memancar diding di hadapan batu pipih.

Cahaya biru hijau itu cukup menyilaukan mata, tapi Ayah Hansa tanpa pikir panjang berbalik arah menuju Lily yang tertinggal di belakang sana. Para penjaga mengikuti langkahnya. Cahaya biru hijau menampakkan bentuk-bentuk batu dan relief di dalam gua. Hal tersebut membantu Ayah Hansa untuk menapaki batu-batu licin itu lebih mudah.

Tera dan Lily terpaku dengan cahaya biru hijau yang tampak tak jauh dari mereka. Tera maju selangkah di depan Lily. Dia menjadikan tubuhnya yang tinggi kekar untuk melindungi Lily. Instingnya mengatakan sesuatu yang luar biasa akan terjadi. "Kita keluar Ly!" perintah Tera dengan sedikit berteriak.

IncrementumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang