15. 𝓐𝓵𝓵 𝓽𝓸 𝔀𝓮𝓵𝓵

448 65 25
                                    

Hari ini pemakaman Harley Vance diadakan secara tertutup.

Lesley meletakkan bunga krisan diatas tanahnya yang masih basah. Dia tidak bisa meneteskan airmatanya. Dimana semua orang menangisi kepergian adiknya, ia tidak bisa menangis secara terang-terangan.

Langit mulai berganti kelabu seolah mendukung suasana ini. Tidak lama lagi akan turun hujan, Lesley harus segera kembali dan mengemas barang-barangnya.

Padahal belum satu minggu ia berada di Inggris. Dia bahkan belum berkeliling kota bersama adiknya demi melepaskan kerinduannya pada Harley.

"Aku selalu merindukanmu." bisik Lesley sambil memegang pusara adiknya yang pasti sudah tenang di alam sana.

Para tim medis dan forensik menemukan tubuh Harley yang tertimpa oleh bangunan. Mereka menyatakan Harley meninggal karena kehabisan darah. Karena apa yang terjadi Vance kemarin terlihat seperti perilaku teroris, kalangan kelas atas pun tahu bahwa Vance telah membuat kesalahan dengan orang yang sangat berpengaruh.

Lesley beranjak dari taman pemakaman ketika ia mendengar suara derapan langkah kaki menuju kearahnya. Sebelum menoleh, sebuah tangan sudah memukulnya hingga ia termundur beberapa langkah.

"Ini semua salahmu!!" jerit Lyssa dengan airmata mengalir. Wanita itu sepertinya sudah kehilangan ketenangannya. "Kalau saja kau tidak kembali, Harley pasti masih hidup!!"

Lesley tidak mengatakan apapun, dia hanya memegang pipinya yang sudah memerah. Bahkan ia bisa merasakan sesuatu mengalir dari sudut bibirnya seperti besi.

"Apa kau sudah berencana membunuh Harley?!" seru Lyssa sambil mencengkram bahu putrinya. "KAU PASTI MENGINGINKAN HAK WARIS VANCE, MAKA DARI ITU KAU MENYINGKIRKAN HARLEY, HAH?!"

Seringai kecil terulas dari bibir sang gadis yang baru saja berusia kepala 2. Lesley memandang tajam ibunya yang bahkan masih saja memikirkan harta disaat Harley sudah tiada. Jika itu yang membuat Lyssa membencinya, maka dia akan membuat wanita ini membencinya lagi.

"Persetan dengan hak waris, kau bisa mengambilnya." desis Lesley menahan amarah. "Aku bahkan tidak pernah peduli dengan kursi tersebut. Sebab, dari awal pun kau tidak pernah memberikanku apapun dan aku tidak menginginkan apapun darimu."

"Beraninya jalang ini--" Lyssa melayangkan pukulannya lagi. Namun sebuah tangan sudah menahan pergelangan wanita itu.

"Berhati-hatilah dengan sifatmu, nyonya Vance." ucapnya tegas. "Jangan lupa bahwa Lesley sekarang sudah bagian dari keluarga Paxley."

Lesley menoleh ke samping, rupanya Fanny yang sempat mengantarkannya kemari menahan tangan Lyssa yang berniat memukulnya.

Lyssa meringis ketika Fanny melepas cekalannya dengan kasar. Dia memandang gadis berkucir satu disamping Lesley dengan mimik meremehkannya.

"Seperti yang kau lihat. Ini adalah urusan keluarga, sekretaris Paxley seperti anda tidak perlu ikut campur."

Lesley ingin sekali memuntahkan kalimat wanita dihadapannya. Drama apalagi yang ia dengar dari mulut Lyssa sekarang?

"Sejak kapan kita menjadi keluarga?" tanyanya dingin. Hal itu merubah eskpresi Lyssa yang sempat terlihat percaya diri mengatakannya. "Aku kembali hanya untuk Harley dan meneruskan pendidikanku ke Italia."

"Lesley Vance!" seru Lyssa memandangnya marah.

"Kau menjualku jadi kau tidak berhak mengatur hidupku!" bentak Lesley yang langsung membungkam ibunya. "Mulai sekarang kita tidak memiliki hubungan apapun, kau bisa kembali meneruskan perusahaanmu yang berharga itu dan aku akan menghilang dari kehidupanmu."

Melihat tidak ada yang perlu mereka bicarakan lagi, Lesley mengundurkan diri. Dia segera pergi meninggalkan ibunya yang mematung akan bom fakta yang Lesley simpan selama ini telah diutarakan.

Night FlakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang