05

3.5K 180 21
                                    

Berdiri di depan ambang pintu ruang kelas taman kanak-kanak bersama orang tua lainnya maka untuk sesaat Citra jadi merasakan antusias seorang ibu menunggu anaknya yang pulang sekolah. Dua manik matanya berbinar menatap anak perempuan berumur lima tahun yang terus tersenyum untuknya. Pun, sebetulnya Citra sudah selesai mengajar pukul sepuluh tepat di hari Senin ini. Citra kebetulan guru SD dari kelas satu sampai kelas empat di SD Merdeka. Wanita itu menikmati hari kerja sebagai tenaga pendidik. Ia lebih senang dikelilingi oleh anak-anak kecil ketimbang sudah banyak sekali yang merekomendasikan jadi guru SMA bahkan dosen. Karena Citra masih gadis yang mageran, hobi rebahan, ogah terlalu capek. Kerja dengan bahagia, itu motonya. 

"Ibu guru!"

"Halo Amel! Seneng belajarnya?" 

Amel tergesa-gesa datang ke dalam gendongan Citra yang sudah mengulurkan lengannya.

"Seneng banget. Seru! Tadi Amel nyanyi-nyanyi sama berhitung." Cerita pagi ini dari bocah perempuan itu.

"Serunya. Kalau telepon papa kamu jam segini bisa gak? Mau ngabarin kalau kamu sudah pulang sekolah," ujar Citra.

Amel mengangkat bahunya, "Nggak tau deh, tapi nanti aja Bu Guru soalnya tadi udah janji lho mau ajak aku lihat sapi. Lupa?"

Melirik wajah Amel, sudah tertekuk cemberut. 

Citra tertawa sedikit, "Nggak mungkin lupalah, Sayang. Let's go!"

Mereka berjalan menuju parkiran sekolah yang tidak terlalu luas itu.

"Ibu Guru, aku naik di depan aja, nanti berdiri di sininya. Oke?" Amel memegang kepala motor scoopy milik Citra yang cepat mengangguk setuju.

"Boleh kok," balas Citra.

Motor Citra meninggalkan bangunan sekolah taman kanak-kanak itu.

"Udah lama banget nggak naik motor, Papa selalu bawa mobil terus." Amel kelihatan benar-benar bahagia dengan bebas. Rambutnya bahkan tertiup angin kencang melihat suasana yang sejuk menenangkan. 

Citra sempat menurunkan pandangan untuk bergerak mengelus kepala anak lucu itu.

"Sampai." Citra memarkirkan motornya sembarangan di area peternakan sapi perah itu yang aman. 

Langsung disambut dengan lenguhan sapi yang bersahut-sahutan. Dituntunnya Amel, tidak melepaskan sedikitpun.

"Neng," sapa Kun pada putrinya. Tadi saat belum dihampiri, Kun masih sibuk dengan buku nota di depannya. Seketika bangkit dari duduk melihat Citra yang datang. "Anak siapa?"

"Anaknya temen Citra, Pak. Nitip bentar doang nanti jam makan siang dijemput. Pengasuhnya sakit jadi nggak ada yang jagain. Mau ngajakin beri makan sapi dan memerah sapi. Boleh, kan?" tanya Citra pada Kun.

"Sangat boleh. Ini pake dulu sepatunya biar nggak kepleset." Kun menunjukkan rak berisi deretan sepatu boot karet. 

"Makasih, Bapak." Citra membalas lembut. Duduk di kursi plastik untuk memakai sepatu tersebut. Hari ini memakai pakaian dinas harian identik warna coklat. Memang aura pekerja yang punya seragam rasanya dua kali lipat lebih menggiurkan.

"Maaf ya buat ukuran anak kecil nggak ada. Digendong aja gak papa Neng? Bapak bantukan gendong si cantik ini sekalian nemenin keliling," tawar Kun.

"Mau sama Kakek? Baik kok kakeknya nih, masih muda dan ganteng lagi. Kakek Kun, panggil ayo Mel." Citra memperkenalkan Kun di depan Amel.

"Kun-ti?" celetuk Amel polos.

Seketika wanita dewasa satu-satunya diantara mereka tertawa menggelegar. Kalau Kun hanya mendumal sebal.

I Love You, Mas Petani✔️[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang