03

4.3K 252 27
                                    

Senyumnya tak luntur sedikitpun karena ingin segera melihat wajah cantik bidadarinya itu. Aga tipikal orang gengsian kalau pacaran tuh. Dekat berantem tapi kalau jauh begini malah kangenan banget. Segila itu Aga mencintai Citra.

Minggu pagi sesuai janji Aga, maka hari ini akan membawa Citra ke rumahnya untuk bertemu sang ibu beserta saudara-saudara kandungnya yang lain. Ia maasuk ke garasi rumahnya guna mengeluarkan Honda CB150R miliknya. Sejak tinggal di desa, Aga lebih memilih menggunakan sepeda motor alih-alih menunggangi mobilnya yang bisa dibilang sudah berkarat di garasi. Setelah terjun di kehidupan pedesaan maka Aga ingin lebih berpenampilan dan hidup sesederhana mungkin karena itu rasanya membuatnya jadi terlihat lebih lekat dan akrab dengan masyarakat sana. Termasuk dengan kesederhanaan tersebut berharap agar bisa menakhlukkan hati Citra.

"Rel, sinyal wifi memang lagi jelek parah?"

Sontak, Aga terkejut. Tadi ia posisinya sedang serius mengecek sepeda motornya. Selalu dilakukan sebelum pergi. Saat ini tiba-tiba sudah mendapatkan seorang lelaki tinggi, putih, dan tampan hanya memakai kaos dan celana pendek bahkan wajahnya masih muka bantal tapi datang-datang mengomel di depan Aga perkara sinyal yang lemah.

"B aja sih, gue mah oke-oke aja nih sinyal hape gue. Lo gak usah katrok bangetlah Jeff kayak yang baru pertama kali mudik. Bisa kan lo keluar dikit cari tempat yang alam bebas gitu, pasti balik tuh sinyal lo," kata Aga pada adiknya itu.

"Males ah belom mandi gue. Lo mau ke mana?" tanya Jeffrey.

"Bodo amat mau gimana lo dapet sinyal, gak peduli gue. Gue doain gak dapet sinyal seharian. Mampus. Gue? Mau ke rumah pacar gue lah, kan mau ngenalin ke Bunda." Aga senyum sombong.

Jeffrey menendang Aga tanpa takut-takut. "Oh. Enyah lo sekarang."

"Ini rumah gue kok lo ngusir, bangsat!" kesal Aga namun langsung mengegas sepeda motornya yang sudah menyala.

Perjalanan dari rumah Aga menuju rumah Citra paling hanya membutuhkan waktu 15 menit karena memang sedekat itu. Selama di perjalanan Aga banyak disapa oleh masyarakat karena eksistensinya memang sudah cukup berpengaruh pada desa itu. Aga senang dengan keramahan warga desa.

Tiba di rumah keluarga Kuncoro. Mengetuk pintu sambil mengucap salam di depan rumah berwarna putih tersebut. Lantas yang menyambutnya ialah tuan rumahnya langsung.

"Waalaikumsalam. Gantengnya Nak Aga. Sebentar ya biar Ibu panggilkan Citra. Kamu masuk sini duduk di dalam." Resti, ibu Citra.

Aga mengangguk dan tersenyum. "Iya Bu makasih ya, saya nunggu di luar aja, Bu."

"Neng, itu Aga sudah datang."

Kontan bola mata Citra membulat diberi tahu jika kekasihnya sudah sampai. Ia langsung keluar dari kamar sembari menenteng tasnya.

"Beneran, Bu? Yaudah yuk bantu bungkusin bolu buat dibawa ke rumah Mas Aga." Dengan pergerakan grasa-grusu langsung menarik lengan ibunya ke dapur.

Langkahnya gesit memasukkan dua kotak bolu pisang ke dalam kantung kresek jumbo yang subuh tadi dibuat bersama ibunya. Ada Aga yang menunggunya di teras rumah. Jantung Citra serius berdegup tak karuan

"Citra deg-degan, Bu," keluh Citra.

Resti tertawa sedikit, "Udah kayak lagi akad nikah aja kamu Cit sekarang deg-degannya. Fokus, Nak."

"Dandanan Citra nggak medok, kan? Bajunya cocok tah dipake ke rumah calon mertua?" tanya Citra. Ia memakai gamis dan pashmina polos, senada berwarna biru navy. Sesuai yang sudah ia ucapkan pada Aga di telepon tempo hari. Memakai riasan make-up yang natural. Tidak perduli terkesan terlalu sederhana, ia percaya diri saja.

I Love You, Mas Petani✔️[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang