Bab 4: Persetujuan

145 13 3
                                    

Sastra lalu mengendus endus seperti anjing yang mencari tulang.

"Lo pake perfume gue, ya?" Kata nya dengan nada kesal.

"Ga. Sekarang gue mau keluar!" Kata ku sembari berusaha membuka pintu.

Klek..

Sastra mengunci pintu otomatis sehingga aku tidak bisa kemana mana. Terus ia menjauhkan kepala nya dari badan ku dan lanjut menyetir.

"Gimana gue mau memperistri cewek klepto." Gumam nya kecil, tetapi telinga INTEL ku bisa mendengarnya

"HEH! GUE GA KLEPTO YA! LO AJA YANG PELIT." Jawabku setengah berteriak.

"Gue lagi nyetir, mending lo diem! Daripada gue tabrak ini semua." Ancamnya.

Lalu aku terdiam karena takut meninggal. Sastra seperti harimau. Sangatlah garang dan bengis.

"Kenapa lo jeput gue?" Tanya ku tak berapa lama dari kejadian ia mengancamku. Aku hanya tidak nyaman jika tidak berbicara dengan orang di sebelahku.

"Bokap gue yang suruh. Gausah baperan." Jawabnya singkat.

Aku kembali terdiam. Pantesan gaada yang mau nikahin dia. Batinku

Tiba tiba, Sastra menghentikan mobilnya di sebuah kafe kecil. Kafe tersebut seukuran dengan 1 ruko berukuran sedang. Tanpa berkata kata, Sastra langsung keluar dari dalam mobil dan aku pun mengikuti jejaknya.

"Seperti biasa, mas." Kata nya kepada bartender.

Ia langsung duduk di tempat yang dekat dengan jendela. Aku hanya mengikuti Sastra. Lalu, ia menyalakan korek api dan membakar ujung rokok nya.

Sembari menyesap rokoknya, ia berkata. "Jadi, saya akan membuat kesepakatan antara anda dan saya."

"Gausah anda saya anda saya ah! Norak, jadi ketahuan umur lo berapa." Jawabku sembari tertawa.

"Okay, jadi sesuai yang lo tau, bokap dan nyokap gue mau kita menikah. Nyokap gue udah sekarat dan itu permohonan terakhirnya. Jadi gue berharap, lo mau gue ajak bekerjasama." Jelasnya.

"Karena lo dongo, jadi gue jelasin dulu apa yang gue mau dari perjanjian ini.
Pertama, hubungan kita sebagai pasangan suami istri hanya sampai nyokap gue meninggal. Di hari nyokap gue udah ga ada, disitu juga hubungan kita harus berakhir."

"Kedua, gue mau lo untuk melayani gue, masakin gue, dan siapin seragam gue tiap hari. Yang terakhir, walaupun kita cerai, 25 persen dari gaji gue, gue kasih ke lo." Kata Sastra panjang lebar.

"Gue ga setuju. Gue mau lo beliin gue rumah. Karena, setelah gue cerai sama lo, gue mau tinggal dimana?" Protesku dan Sastra mengerenyitkan alisnya.

"Gue tau ngurusin lo bakalan susah. Gue mau lanjutin kontrak ini asalkan dana awal perceraian, lo kasih gue 1 miliar dan biayain modal usaha gue." Kata ku lagi.

Sastra mengisap rokoknya dan membuang asap nya ke jendela luar. Lalu ia menyesap kopi yang sudah di pesan nya.

"1 milliar untuk apa?" Tanya nya.

"Uang rumah gue. Gue ga pernah ngerasain punya rumah bagus. Jadi, gue mau rumah 1 milliar. Kalau lo keberatan, gue minggat." Ancam ku dan berpura pura pergi.

"SETUJU!" Jawab Sastra sambil mengangkat jari telunjuknya sebatas telinga.

Lalu aku berputar arah, dan menjabat tangan Sastra pertanda setuju. Setelah itu, Sastra kembali menyesap kopi nya di imbangi dengan rokok yang yang ia isap setelah tiap kali ia menyesap kopi nya.

*** Sastra's POV

Aku ke rumah sakit dan melihat kondisi Mamak semakin membaik. Pada saat aku datang, Puji Tuhan nya, Mamak sudah sadar. Tapi ia masih terbaring lemas dan tidak terlalu banyak berbicara. Tak henti henti nya, Mamak menyinggung masalah pernikahan. Tampaknya, Saur Matua menjadi keinginan Mamak.

He's Into His Pariban Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang