Bab 8. Asisten Pribadi

1.3K 176 59
                                    

Kacau.

Aktivitas kantor Liand beberapa hari ini berubah kacau. Kecelakaan yang dialami Ardi minggu lalu membuat jadwalnya amburadul.

Bukannya tidak berempati, hanya saja, tidak bisakah sebelum kecelakaan itu terjadi, Ardi menyiapkan seorang asisten pengganti agar Liand tidak kelimpungan seperti ini?

Mustahil. Pastinya, Ardi juga tidak tahu kecelakaan nahas yang mematahkan tulang kakinya akan terjadi. Tidak mungkin pula Ardi sengaja membiarkan mobilnya diserempet truk hingga terguling. Untungnya mobil itu tidak meledak seperti adegan-adegan dalam film laga.

Liand memijat pelipisnya pening. Kehilangan Ardi saja sudah membuat dirinya stres, apalagi ini. Asisten pengganti Ardi baru saja menumpahkan kopi pada setumpuk dokumen kontrak yang sudah ditandangani. Padahal, selama hampir satu setengah jam dia menandatangani kontrak-kontrak itu sampai tangannya pegal. Sekarang malah ditumpahi kopi.

Great! teriaknya dalam hati.

"Ma--maaf, Pak. Saya tidak sengaja." Laki-laki bertubuh kurus dengan kacamata silinder bertengger di batang hidung minimalis itu berusaha membersihkan meja dan kertas-kertas dokumen dari tumpahan kopi, tetapi malah menciprati kemeja putih Liand.

"Hei, hati-hati kalau mengelap meja," tegur Liand, menekan suaranya agar tidak berteriak.

"Maaf, Pak. Maaf." Karyawan itu membungkuk berulang kali lalu menggosok kemeja Liand yang malah justru melebarkan noda kopinya.

Liand menggeram, ingin berteriak keras-keras lalu menendang sekretaris abal-abal ini keluar dari ruangannya. Namun, yang dia lakukan hanyalah memejamkan mata, dan mengatur emosinya agar tidak meledak.

"Sudah, sudah." Liand menyingkirkan tangan karyawan yang terasa seperti sedang meraba-raba dada bidangnya itu. "Kembali ke ruanganmu. Biar kubersihkan sendiri."

"T--tapi, Pak. Ini salah saya. Biar saya bersihkan dulu."

"Aku bilang, kembali ke tempatmu!" Liand geram, menegaskan nada suaranya.

Sontak, karyawan itu beringsut takut. Tubuhnya gemetaran. "B--baik, Pak." Kaki panjangnya yang sekurus kaki belalang berjalan tergesa meninggalkan ruangan CEO.

Liand menghela napas kesal. Tatapannya tertuju pada setumpuk dokumen yang teronggok mengenaskan di atas meja. Kemudian kepalanya menunduk pada dasi biru dan kemeja putih yang belepotan noda kopi.

Ya, Tuhan. Kekacauan macam apa lagi ini? keluhnya lelah.

Punggung tegapnya dihempaskan pada sandaran kursi kebesaran. Liand sudah tidak sanggup menghadapi semua ini. Dia bahkan sengaja mengabaikan ponselnya yang terus berdering sepanjang waktu. Para rekanan menuntut untuk bertemu sekarang juga dalam waktu yang bersamaan. Padahal proyek mereka berbeda. Bagaimana Liand harus menjalani ini semua?

Sudahlah. Liand perlu meninggalkan kantor untuk berganti pakaian sekaligus salat Zuhur, dan istirahat sebentar. Perutnya juga sudah lapar, minta diisi. Dengan semua pertimbangan itu, dia berdiri dan menyambar jas dari sandaran kursi. Sembari memakai jas, Liand berjalan meninggalkan ruangannya. Setibanya di meja sekretaris, dia berpamitan pada Gio, pengganti sementara Ardi, yang kerjanya tidak pernah beres.

Gio berdiri dan membungkuk berkali-kali menghantarkan kepergian bosnya. Bahkan saat Liand sudah memasuki lift, sekretaris abal-abal itu masih saja membungkukkan tubuh.

"Bodoh," gumam Liand lirih, lalu mengucap istighfar.

Dia butuh sekretaris pribadi yang andal seperti Ardi. Bukan karyawan ceroboh macam Gio yang membuat tekanan darahnya naik.

Sambil menunggu lift mengantarkannya ke lantai paling bawah, Liand mengirim pesan pada Ardi agar dicarikan pengganti yang lebih cekatan dan tidak ceroboh.

Toxic Temptation NEW VERSION (Versi Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang