BAB 14

1.3K 81 4
                                    

Awan yang semula putih kini berubah menjadi abu abu pekat, pertanda jika sebentar lagi akan ada hujan yang datang melanda. Perempuan yang berjalan di ujung lorong seraya membubuhi almamater sekolah nya itu tampak beberapa kali menggerutu.

"Kemana sih? Kok gak aktif?!" Kesalnya, kaki jenjangnya menendang nendang ke asal, melampiaskan kekesalannya lewat tendangan itu.

Mendadak perempuan itu berhenti dan bersandar ke tembok, sekolah tampak sepi, seharusnya tadi ia memilih untuk meng iyakan ajakan teman satu ekstrakulikuler nya untuk pulang berdua. Orang yang di tugaskan untuk menjemput nya ternyata berhalangan melakukan kerja nya, tadi sempat mengatakan bahwa mobil yang di tumpangi untuk menjemput anak majikannya terkendala masalah, alhasil harus menunggu lebih lama dulu.

Oke, tidak masalah.

Sejauh ini masih baik baik saja, walaupun vibes horor nya sangat terasa. Rintikan air dari langit juga gemuruh angin membuat perempuan itu merapatkan almamater kesayangan nya.

"Loh, nona Naomi kok disini? Bapak mau tutup gerbang sekolah, udah mau malem non." Satpam itu mengagetkan Naomi yang baru saja memejamkan matanya.

Mata Naomi kembali terbuka, menatap pak satpam yang cukup akrab dengannya. "Eh? Jangan dulu pak, saya belum di jemput, ada masalah sama mobil saya. Jadi di suruh nunggu."

"Pesen ojek aja, non. Udah mau ujan juga ini, gak bagus di sekolah malem malem."

"Handphone saya sekarat, lupa cas, masih ada usianya sih tapi tinggal sedikit, tadi lupa pinjem cas cas an temen, jadi ya begini lah pak."

Pak Satpam itu mengangguk mengerti, pandangan nya teralih pada baju putih seragam di sebalik almamater Naomi. Menjilat bibir bawahnya, Pak Satpam berjalan mendekat tanpa di sadari Naomi. "Non? Kedinginan yah?"

Naomi menoleh cepat, bergerak menjauh yang langsung di tahan oleh pak Satpam. Pak Imam namanya, cukup lama bekerja untuk sekolah SMA Pejuang, mungkin berkisar sepuluh tahunan beliau bekerja disini.

"B-bapak mau apa?" Naomi was was, terus berjalan mundur menghindari Pak Imam yang semakin maju. Sialan, ternyata Pak Imam tak se ramah yang ia kira, bersembunyi di sebalik wajah ramahnya, padahal cabul.

"Saya nanya, nona kedinginan? Mau saya angetin?" Pak Satpam melepas topi buluknya, mendekati Naomi yang sudah ancang ancang ingin berlari.

Sett!!

"Pergi, brengsek! Tua cabul! Babi!" Umpat Naomi seraya berlari cepat, di belakang nya pak Imam terus saja mengejarnya, dengan senyum mesum, seolah hari ini akan ada santapan yang sangat lezat. Bukan begitu?

"Non! Sayang!" Teriak pak Imam menggema ke seluruh lorong sekolah, hujan masih rintik, belum terlalu deras mengguyur bumi.

Naomi berlari sekuat tenaga, kepalanya menoleh ke belakang, sedikit bernapas lega di karenakan satpam cabul itu tertinggal oleh nya yang sangat kencang berlari. Kali ini Naomi mensyukuri bahwa ia pernah mengikuti ajang lomba berlari, dulu waktu SMP. Naomi membelokkan langkahnya menuju gudang, membukanya dengan sangat gampang dan kembali menutupnya. Naomi ngos ngosan, menyenderkan tubuhnya yang berkeringat di pintu dan perlahan menjauh, membalikkan tubuhnya menatap pintu gudang yang sudah usang.

Mata Naomi memencar, tangannya mengambil meja yang sudah tidak terpakai dan ia pindahkan tepat di depan pintu, sebagai penghalang saja, takut takut satpam cabul itu kembali masuk untuk ngapa ngapain dia.

Naomi memegang dadanya yang berdebar, dengan cekatan tangannya menghidupkan ponselnya, meng klik ikon hijau dan menghubungi nomor seseorang untuk ia mintai bantuan.

Memanggil...

1 detik,

4 detik,

1 menit,

Psycho Boyfriend (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang