Bagian Tiga Puluh Satu

2K 166 21
                                    

Happy Reading!!!

***

Plak!

Galen tersentak dengan tamparan tiba-tiba itu. Kepalanya yang berhasil dibuat berpaling akibat kerasnya tamparan yang di berikan segara menoleh demi melihat siapa gerangan yang berani melayangkan tangan ke pipinya. Dan begitu netranya menemukan sosok itu Galen sukses dibuat terkejut sekaligus memanas. Emosi, rasa bersalah, juga rindu berkumpul menjadi satu di hatinya saat ini.

Inginnya Galen berhambur memeluk sosok yang kini berdiri di depannya, mencurahkan rasa rindu juga perasaan kacaunya. Tapi melihat kemarahan di wajah cantik itu membuat Galen ragu untuk melakukannya. Lagi pula hubungannya dengan Ziva tidak bisa dikatakan baik. Dan lagi belum tentu Ziva pun sudi memberinya ketenangan lewat pelukan seperti apa yang kini Galen butuhkan mengingat Ziva-nya bukan lagi miliknya, meskipun status tunangan masih menjadi nama hubungan mereka.

Ah, itu pun karena Galen yang menolak mengakhiri ikatannya.

“Zi—”

Plak!

Satu lagi tamparan Galen dapatkan. Lebih keras dari yang sebelumnya. Bahkan rasa panas dan perihnya tidak dapat Galen sembunyikan.

“Puas kamu, Len? Puas?!” teriak Ziva meluapkan emosi.

“Zi—”

Namun lagi-lagi Galen tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, karena sekali lagi tamparan itu Ziva berikan, bersamaan dengan air mata yang keluar dari persembunyiannya.

“Kenapa, Len? Kenapa kamu melakukan ini? Kenapa kamu tega?” tanya Ziva dengan sorot penuh luka. Dan Galen kebingungan dibuatnya.

“Maksud kamu apa sih, Zi?” karena jujur saja Galen tak paham, atau lebih tepatnya ia belum bisa mencerna. Ziva yang emosi baru kali ini dirinya dapatkan, dan itu cukup mengejutkan.

Kemarahan yang semula sempat naik kepermukaan dan hendak meloloskan protes pun meluruh seketika melihat Ziva yang terlihat begitu hancur.

Galen tidak tahu alasan kenapa dirinya tiba-tiba saja mendapatkan tamparan. Ia belum mampu mencerna keadaan. Sejak tadi Galen begitu sibuk dengan pikirannya, hingga kedatangan Ziva pun tidak sama sekali dirinya sadari.

“Gak usah pura-pura bodoh!” teriak Ziva kembali murka. “Jangan pura-pura tidak tahu apa-apa setelah apa yang kamu lakukan!” lanjutnya bertambah emosi.

“Aku tahu kamu marah. Aku tahu kamu kecewa. Tapi apa harus kamu mencelakai kakak kamu sendiri? Apa harus dengan membahayakan nyawanya kamu melampiaskan kemarahan kamu itu, Len?”

“Zi ….” Galen tidak bisa melanjutkan kata. Galen terlalu terkejut dengan tuduhan yang Ziva lontarkan. Dan Galen terlalu bingung untuk memberi sanggahan. Karena nyatanya tuduhan yang Ziva berikan tidak mampu dirinya salahkan. Tapi rasanya sulit untuk Galen akui, karena ia sama sekali tidak merencanakan kecelakaan ini. Atau mungkin Galen memang memiliki pemikiran itu? Entahlah. Karena nyatanya Galen pun masih merasa syok atas kabar sang kakak yang dirinya dengar.

Galen memang berniat memberi kakaknya pelajaran, tapi bukan dengan mencelakai nyawa sang abang. Tindakannya beberapa jam lalu terjadi begitu saja, meskipun ada tawa jahat yang lolos ketika Gilang hilang kendali pada kemudinya dan berakhir dengan benturan keras yang saat itu tidak sama sekali ingin Galen tengok untuk sekadar memastikan.

“Sejak awal aku mengakui kesalahanku. Sejak awal aku sadar bahwa apa yang aku dan Bang Gilang lakukan menyakitimu, mengecewakan kamu, bahkan menghancurkan kamu. Tapi, Len, apa menurutmu ini pantas Bang Gilang dapatkan?” Ziva menggelengkan kepala. Benar-benar tidak habis pikir akan apa yang sudah tunangannya itu lakukan. Meskipun sebenarnya Ziva sendiri tidak sepenuhnya yakin dengan tuduhan yang diberikannya pada Galen.

Terjerat Cinta Calon IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang