Happy Reading!!!
***
"Siap-siap Ma, Pa, sore nanti kita datang ke rumah Ziva,” kata Galen langsung saat melihat kepulangan kedua orang tuanya.
“Ngapain?” Veronica mengerutkan kening, menatap putra keduanya yang berjalan acuh menuruni undakan tangga.
“Bicarakan pernikahan. Aku mau pernikahan dilangsungkan minggu depan,” jawabnya masih dengan nada ringan. Namun kalimat itu malah justru membuat Veronica terhenyak. Pun dengan Gilang yang berjalan dengan di tuntun ayahnya.
“Galen, berhenti becanda!” peringat sang ibu seraya melayangkan dengusannya. “Lebih baik kamu bantu Papa bawa Bang Gilang ke kamarnya. Dia luka-luka, kena keroyok orang,” titahnya, mengabaikan kalimat sang anak sebelumnya, karena Veronica menganggap bahwa itu hanyalah gurauan Galen saja yang Veronica tahu amat tak sabar memboyong tunangannya.
“Masih bisa berdiri, lo, Bang? Kenapa gak mati aja, sih?” sinisnya melirik pada Gilang yang penuh dengan luka lebam.
“Galen!” tegur Veronica tak suka.
“Apa? Galen punya salah?” tanyanya pada sang ibu sembari menunjuk dirinya sendiri. “Dia tuh yang punya salah,” kemudian beralih pada Gilang dengan tatap sarat akan rasa jijik. Membuat dua sosok paruh baya di sana sama-sama mengerutkan kening. Tak paham dengan keadaan yang sedang berlangsung juga masalah yang sepertinya telah terjadi.
“Galen, ada apa ini? Kenapa kamu tiba-tiba bicara seperti itu sama kakak kamu?”
“Mama tanya aja sama si berengsek itu,” acuhnya, kemudian melanjutkan langkah menuju dapur. Tidak Galen pedulikan panggilan sang ibu yang butuh penjelasan.
“Jangan lupa Ma, Pa. Jam enam kita pergi ke rumah Ziva,” teriak Galen setelah menghilang di balik tembok pembatas.
“Kamu serius, Len?” balas Veronica berteriak pula.
“Apa wajahku terlihat sedang becanda?” kembali Galen memunculkan muka di depan kedua orang tuanya, demi memperlihatkan keseriusan di wajahnya.
“Tapi, kenapa begitu mendadak?” kali ini Asra yang membuka suara. Pria paruh baya itu menatap putra keduanya dengan sama seriusnya. Apa yang Galen minta benar-benar terlalu mendadak, apalagi untuk mengobrolkan soal pernikahan.
“Ziva hamil,” ucapnya sembari melirik ke arah sang kakak dengan sorotnya yang tajam. Berharap itu bisa membunuh Gilang.
“Apa? Hamil?!” pekik Veronica yang tiba-tiba berwajah pucat. Tak beda jauh dengan Asra yang juga mengeras. Tatapan membunuh pria paruh baya itu tertuju pada Galen yang tak sama sekali merasa takut, karena pria itu malah terlihat santai, dengan tatap mengejek tertuju pada Gilang yang wajahnya telah memerah, menahan amarah.
“Galen, jangan becanda!” Veronica masih enggan percaya.
“Aku gak becanda, Ma. Ziva emang lagi hamil. Dia sendiri yang bilang ke aku semalam. Makanya aku mutusin buat nikahin dia dengan cepat. Bagaimana Bang, lo setuju ‘kan? Gak masalah ‘kan kalau gue langkahin?” tanyanya beralih pada Gilang. Sikapnya masih begitu tenang, meski sebenarnya Galen ingin kembali melayangkan tinjuan pada sang kakak yang benar-benar telah membuatnya amat kecewa.
“Gak! Lo gak akan pernah nikahin Ziva, Len,” pada akhirnya Gilang angkat suara, dan itu berhasil mengalihkan atensi kedua orang tuanya yang malah semakin kebingungan melihat emosi di mata putra sulungnya. Apalagi kalimat Gilang yang tak bisa di pahami dua sosok paruh baya itu.
“Kenapa? Dia tunangan gue. Gue berhak nikahin dia. Iya ‘kan Ma, Pa?” liriknya pada kedua orang tuanya. Dan tanpa di komando dua paruh baya itu menganggukkan kepala dengan kebingungan yang masih melingkupi kepala. “Lo gak berhak melarang gue nikahin Ziva, Bang. Ziva tunangan gue!” ujarnya sembari memberi penekanan.
![](https://img.wattpad.com/cover/306243910-288-k680569.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjerat Cinta Calon Ipar
Ficção GeralJatuh cinta memang hal biasa. Semua orang berhak merasakannya. Termasuk Gilang. Namun, satu yang membuat rasa itu salah. Hadir di waktu yang tidak tepat. Dan Gilang merutuki itu. Sialannya kesalahan itu tidak lantas usai di sana, sebab sosok yang Gi...