Bagian Empat Belas

3K 195 10
                                    

Happy Reading !!

***

“Berengsek!” Galen tak lagi bisa menahan makian. Entah di tujukan pada Ziva atau pada selingkuhan sang tunangan yang entah siapa itu. Yang jelas, Galen benar-benar marah.

“Maaf,” cicit Ziva dengan kepala menunduk dan isak tangis yang semakin terdengar menyesakkan.

Galen ingin sekali membentak Ziva agar berhenti mengeluarkan air matanya, tapi ia tak bisa. Bagaimanapun dirinya begitu mencintai wanita itu, dan melukai Ziva benar-benar tidak ada di daftar keinginannya. Tapi …

“Kenapa kamu tega, Zi? Kenapa kamu tega melakukan itu padaku?” apa kekurangannya hingga membuat Ziva berkhianat? Apa kelebihan pria itu yang tidak dimiliki olehnya?

“Apa selama ini aku kurang perhatian?” karena Gilang jelas ingat bahwa belakangan ini dirinya begitu sibuk.

Sejak mengambil alih perusahaan keluarganya, Galen jarang memiliki waktu berdua bersama Ziva. Mungkinkah karena itu? Tapi Ziva menggelengkan kepala. Itu artinya bukan kesibukan yang menjadi alasan. Dan Galen ingat betul bahwa Ziva memang bukan perempuan seperti itu.

Selama ini Ziva tidak mempermasalahkan kesibukannya. Namun, mungkinkah itu karena Ziva memiliki pria lain? Itu kenapa selama ini perempuan itu tidak pernah mempermasalahkan kesibukannya?

Benarkah? Pikir Galen, refleks melirik ke arah Ziva dengan tatapan horornya. Sialannya Galen masih begitu lemah ketika melihat air mata Ziva. Kemarahan yang baru saja hendak dilayangkan malah justru menguap, digantikan dengan keinginan merengkuh perempuan itu ke dalam pelukan. Namun sebisa mungkin Galen menahannya, dan memilih kembali memalingkan wajah, ke mana saja asal tidak melihat ke arah Ziva.

“Maaf, Galen. Maafin aku.”

Sialannya Galen tidak ingin mendengar itu untuk saat ini. Apalagi tidak ada kejelasan yang mengiringi kata maaf itu.

Menghela napas panjang, Galen raup wajahnya dengan tangan kosong. Berusaha menenangkan diri dari gemuruh emosi yang payah dirinya kendalikan, juga berusaha mencerna baik-baik apa yang sedang dirinya alami.

Terlalu naif jika Galen menganggap semua ini mimpi, tapi terlalu mengejutkan ketika mengakui bahwa ini adalah kenyataan.

Ziva mengkhianatinya.

Ziva mengecewakannya.

Ziva telah menodai cinta tulusnya.

Oh, Tuhan, kenapa harus Ziva?

Kenapa harus sosok yang begitu dirinya cinta?

Apakah selama ini dirinya terlalu bodoh? Berpikir bahwa Ziva akan setia hanya karena perempuan itu tak terlihat tertarik akan pria dan cinta. Nyatanya sekarang Galen kecewa.

“Siapa laki-laki itu, Zi? Bisa aku tahu siapa laki-laki itu? Aku ingin tahu, Zi. Aku ingin tahu si berengsek itu,” lirih Galen terlihat memohon.

Dan Ziva mengangguk menyetujui.

Sialannya Galen bukannya merasa lega karena itu artinya ia bisa meluapkan emosinya pada si tersangka yang telah membuatnya terluka. Jantungnya malah justru bertalu ribut dengan rasa tak siap yang sukses membuatnya takut. Takut akan kenyataan pria itu lebih unggul darinya, terlebih Galen ingat kalimat Ziva beberapa menit lalu, Ziva mencintai pria itu. Sementara selama berpacaran dengannya selama satu tahun kemudian memutuskan bertunangan, tidak sekali pun kata itu Galen dengar keluar dari mulut Ziva.

Ungkapan cintanya selalu perempuan itu balas dengan senyum kecil dan wajah merona. Namun selama ini Galen tidak pernah mempermasalahkannya, karena ia tahu Ziva bukan tipe perempuan yang mudah mengumbar kata cinta sebagaimana perempuan kebanyakan. Tidak menyangka bahwa ternyata perempuan itu benar-benar tidak mencintainya.

Terjerat Cinta Calon IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang