Happy Reading, guys !!!!
***
“Aku cinta kamu, Zi. Aku sayang kamu,” suara itu terdengar begitu lirih. “Aku cinta kamu.” ulangnya. Dan itu membuat Ziva langsung terdiam dengan tangan membungkam mulutnya. Terkejut. Bahkan Ziva tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Namun jantungnya yang tiba-tiba bergetar membuat air mata itu meloloskan diri dari persembunyian.
“Aku cinta kamu, Zi. Aku cinta kamu.”
Kalimat itu terus Ziva dengar sebelum dengkur halus menggantikan. Namun meski begitu Ziva tak langsung menutup teleponnya. Ziva ingin lebih memastikan bahwa apa yang di dengar bukan hanya sekadar mimpi sialan. Sampai kemudian kalimat itu kembali masuk ke indera pendengarannya dengan suara yang begitu amat pelan, dan Ziva benar-benar tak lagi bisa menahan tangisnya. Membuat bulir bening yang di hasilkan matanya tak lagi berupa rintik, tapi sudah membentuk aliran yang cukup deras. Ziva bahkan sampai tergugu sambil memeluk ponselnya yang masih terhubung dengan Gilang.
“Abang,” gumamnya pelan. “Abang,” lagi kata itu Ziva loloskan bersamaan dengan tangis yang bertambah kencang.
Namun bukan kesedihan yang Ziva rasakan, melainkan bahagia yang dirinya tau tak seharusnya ada. Terlebih beberapa jam lalu ia telah melangsungkan pertunangan. Tapi Ziva benar-benar tidak bisa membohongi diri bahwa pengakuan yang Gilang ucapkan barusan berhasil membuat bahagianya naik ke permukaan. Meski ia tahu pria itu mengatakannya dalam keadaan setengah sadar. Tapi boleh kan Ziva berharap bahwa itu sungguhan?
Tiga bulan lalu adalah pertemuan pertama mereka. Saat itu Galen mengenalkannya pada keluarga, dan Gilang ada di sana. Menatapnya dalam dan cukup lama, membuat Ziva di buat salah tingkah dengan debar yang menggila.
Awalnya Ziva mengira itu hanya karena rasa takut saja, tapi seiring seringnya mereka bertemu Ziva menyadari bahwa ada perasaan lain yang dirinya punya. Dan sejak hari itu Galen tak lagi menjadi atensinya karena Gilang berhasil mengalihkan dunianya.
Saat itu Ziva pikir ia hanya kagum saja tapi ternyata perasaannya lebih dari itu.
Ziva mulai mengakui bahwa dirinya memang suka, tapi terlalu tak mungkin untuk mengakui rasanya. Ziva tak lupa siapa yang menjadi kekasihnya. Galen. Meski awalnya hubungannya itu hanya mencoba, tapi pada akhirnya pernikahan menjadi tujuan. Walaupun sebenarnya Ziva tak mengiyakan karena terlalu ragu pada perasaannya. Namun nyatanya pertunangan tetap mereka langsungkan, dan sekarang boleh kah Ziva menyudahinya? Menyudahi pertunangannya dengan Galen demi memulai hubungannya dengan Gilang. Tapi apa mungkin Gilang akan menjadikannya pasangan?
Selama ini pria itu tidak pernah memberi tanda-tanda ketertarikan, membuat Ziva berpikir bahwa perasaannya bertepuk sebelah tangan. Tapi setelah mendengar pengakuan Gilang barusan, tiba-tiba Ziva di terpa kelegaan.
Ziva dapat merasakan kesungguhan dari suara Gilang. Dan itu membuatnya merutuki pertunangannya.
“Kenapa harus sekarang?” tanya Ziva meluncur di tengah senang dan sakit yang dirinya rasakan. “Andai aku tahu Abang menyukaiku, mungkin pertunangan ini tidak akan pernah terjadi,” karena Ziva jelas akan memilih menyudahi hubungannya dengan Galen, meski tahu hal itu akan menyakiti Galen.
“Sekarang aku harus gimana, Bang?” karena jujur saja Ziva ingin bersama Gilang.
“Aku cinta Abang,” katanya berterus terang. Tidak peduli Gilang mendengarnya atau tidak.
Sambungannya bersama Gilang memang masih berlangsung, tapi tidak ada suara yang keluar dari seberang. Gilang sepertinya sudah benar-benar tertidur. Tapi Ziva tetap tak memiliki niat menutup sambungan teleponnya. Ziva ingin membiarkan itu, berharap dapat mendengar racauan Gilang selanjutnya, meskipun nyatanya tidak ada kata yang keluar lagi hingga pagi datang dan sambungan terputus begitu saja. Entah karena baterai ponsel Gilang habis atau pria itu mematikannya. Yang jelas Ziva cukup merasa puas, walaupun kini kepalanya terasa pening, mengingat dirinya yang memutuskan untuk terjaga semalaman demi menunggu suara Gilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjerat Cinta Calon Ipar
General FictionJatuh cinta memang hal biasa. Semua orang berhak merasakannya. Termasuk Gilang. Namun, satu yang membuat rasa itu salah. Hadir di waktu yang tidak tepat. Dan Gilang merutuki itu. Sialannya kesalahan itu tidak lantas usai di sana, sebab sosok yang Gi...