Happy Reading !!!
***
“Sayang?” panggil Gilang serupa bisikan seraya menyelusupkan kedua tangannya di pinggang ramping Ziva yang kini tengah mengupas apel untuk menjadi camilan mereka.
Sebenarnya tadi Ziva ingin membuat sesuatu demi mencoba dapur baru, tapi karena di kulkas tidak ada bahan apa pun untuk di masak jadilah Ziva mengambil apel yang tersimpan di sana. Beruntung masih layak di konsumsi, jadi Ziva tidak harus mengomeli Gilang yang tidak memutuskan untuk mampir ke supermarket saat di perjalanan tadi.
Hanya deheman singkat yang Ziva beri sebagai jawaban, ia tetap fokus pada pekerjaannya, membiarkan saja Gilang dengan tingkah manjanya yang kadang membuat Ziva memutar bola mata.
Gilang tak lagi memberi tanggapan, karena panggilannya barusan memang tidak bertujuan untuk membangun obrolan, Gilang hanya ingin berdekatan dengan Ziva. Dan posisi memeluk Ziva dari belakang adalah hal yang paling Gilang sukai. Ia bisa bebas membaui harum rambut Ziva yang begitu lembut.
Dalam posisi ini pun mereka menjadi tak berjarak, dan Gilang ingin terus bisa seperti ini tanpa memikirkan apa pun lagi. Tapi untuk saat ini mereka tidak bisa. Namun Gilang tetap ingin menikmati kedekatan ini.
Gilang tidak tahu apa yang akan terjadi setelah kejujuran diungkapnya pada sang adik, maka sebelum hal tak diinginkan itu terjadi, selama dirinya dan Ziva masih bisa seperti ini, Gilang tidak akan menyia-nyiakannya, karena Gilang tak yakin waktu masih mau berpihak padanya dan Ziva lain kali.
“Apa pun yang terjadi, tetap cintai aku, ya, Zi?”
Ziva menghentikan gerakannya memotong apel, tubuhnya menegang dengan jantung berdebar kencang. “Maksud Abang?” Ziva tak paham, dan dirinya butuh penjelasan.
“Setelah bertekad untuk mempercepat pengakuan, perasaanku jadi gak karuan. Ada takut yang menghampiri dan ada resah yang membikin gelisah, aku hanya takut Galen tidak membuat semuanya mudah.”
Nyatanya Ziva pun merasakan hal yang sama, namun tidak berniat untuk menyampaikannya, karena itu hanya akan membuat Gilang bimbang. Ziva tidak ingin Gilang kembali mengurungkan niatnya membuat pengakuan, sebab Ziva sudah membuat keputusan. Ziva tidak akan menunda lebih lama lagi pengkhianatannya, sebab seperti yang Gilang inginkan, Ziva pun tidak mau terus-terusan sembunyi-sembunyi. Ia ingin seisi dunia tahu bahwa dirinya dan Gilang adalah manusia yang saling mencintai.
Membalikkan tubuh menghadap Gilang, Ziva ulurkan tangan menyentuh pipi sang kekasih yang di tumbuhi bulu-bulu pendek, membuat Gilang yang tampan semakin memesona. Dan Ziva suka dengan penampilan Gilang seperti ini.
“Ketidak mudahan itu pasti. Tapi kita sudah berjanji untuk berjuang bersama ‘kan, Bang? Apa pun rintangan yang menghadang akan kita terjang sama-sama. Dan aku janji, apa pun yang terjadi aku akan tetap mencintai Abang.” Kalimat itu Ziva ungkapkan dengan sungguh-sungguh, dan Ziva akhiri dengan kecupan cukup lama di bibir Gilang tanda bahwa dirinya tak main-main dengan janjinya.
Namun nyatanya kecupan yang Ziva lakukan berhasil membangkitkan gairahnya. Pun dengan Gilang yang kini semakin menarik Ziva ke tubuhnya hingga mereka bisa merasakan hawa panas dari napas masing-masing. Dan entah siapa yang memulai, karena di detik selanjutnya bibir mereka sudah saling berpagut mesra, saling mencecap rasa dan menyalurkan sebuah gairah yang nyata. Tapi nyatanya ini bukan hanya sekadar nafsu saja, sebab cinta yang mereka punya turut andil meramaikan gejolak di dada.
“Abang!” sontak Ziva terkejut saat tiba-tiba saja Gilang mengangkat tubuhnya dan mendudukannya di meja. Namun Gilang tak sama sekali menghiraukan karena kini yang Gilang lakukan adalah menjelajah leher jenjang Ziva yang begitu menggoda. Tangannya yang semula berada di pinggang bergerak membuka kancing kemeja yang Ziva kenakan, kemudian melepas dan melemparkannya begitu saja. Menyisakan bra berwarna merah yang kontras dengan kulit putih Ziva, membuat perempuan itu terlihat lebih seksi, dan Gilang benar-benar tergoda.
![](https://img.wattpad.com/cover/306243910-288-k680569.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjerat Cinta Calon Ipar
Fiksi UmumJatuh cinta memang hal biasa. Semua orang berhak merasakannya. Termasuk Gilang. Namun, satu yang membuat rasa itu salah. Hadir di waktu yang tidak tepat. Dan Gilang merutuki itu. Sialannya kesalahan itu tidak lantas usai di sana, sebab sosok yang Gi...