Pulang

686 93 1
                                    

       Ini sudah gelas ketiga, Namun Pluem masih terus menuangkan alkohol dan menenggaknya. Tak biasanya ia minum sebanyak ini.

       "Lagi ada masalah ya? Tumben banget lo, Biasanya segelas juga lama banget abisnya." Ucap Chimon yang sedari tadi memperhatikan temannya itu.

       Pluem tak menjawab, Ia tak mungkin menceritakan masalahnya pada orang lain. Itu sama saja dengan menggali kuburannya sendiri. Di hidup Pluem, Tak ada yang bisa ia percaya selain keluarganya. Namun kepercayaan itu sudah hancur berkeping keping sekarang.

       "Jangan banyak banyak, Ntar lo ngga sanggup bawa motor." Teman Pluem yang lain memberikan nasihat. Ucapan itu tak digubrisnya, Pluem malah berniat menuang alkohol lagi pada gelasnya. Chimon merebut botol itu dan menjauhkannya dari Pluem.

       "Jangan gila lo, Nyari mati? Kalo ada masalah cerita ke kita. Ngga gini caranya, Lo mau abisin sebotol sendirian? Yang bener aja."

       Pluem berdiri, Meski kepalanya terasa pusing, Ia masih bisa berdiri tegak. Dadanya naik turun karena emosi yang meluap luap.

       "LO MENDING DIEM DEH, CERITA KE LO LO PADA JUGA NGGA BAKAL KELARIN MASALAH!!!" Pluem tak dapat menahan amarahnya, Ia berteriak dan menunjuk nunjuk wajah Chimon. Ketika niat baiknya disambut tindakan tak menyenangkan oleh Pluem, Chimon jelas terpancing emosinya. Ia mendorong Pluem hingga laki laki itu jatuh tersungkur.

        "NGGA USAH SOKER LO, BOCAH TEMPRAMEN MENDING BALIK AJA, BOBO SAMA MAMA. EH GUE LUPA, MAMA LO KAN UDAH NGGA ADA."

       Pluem berdiri dan meninju wajah Chimon berkali kali. Perkelahian tak terelakkan. Orang orang disana lantas memisahkan Pluem dan Chimon.

       "Cukup! Dew tolong anter Pluem pulang. Dia mabok banget kayanya."
       "Gue bisa pulang sendiri!" Ucap Pluem sembari menepis tangan orang yang menahannya.

       Suasana hati Pluem kian memburuk, Ia mengendarai motor dengan pikiran yang kacau. Untungnya jalanan malam ini cukup sepi hingga Pluem bisa tiba di rumah dengan selamat.

       Di dalam rumah, Terlihat New sedang menunggu putra sulungnya. Tersirat kekhawatiran di wajah lelaki itu.

       "Abang..." New memanggil Pluem saat anak itu memasuki rumah.
       "Apa lagi? Papa mau minta aku buat nerima laki laki itu? NGGA!"

       Pluem hendak pergi meninggalkan papanya namun tertahan oleh ucapan sang papa.
       "Tay ngga seburuk yang kamu bayangin. Kamu sendiri tahu kalo Tay itu orang yang baik. Satu satunya alasan kamu nolak dia hanya karena dia seorang laki laki."

       Anak itu menoleh dan menatap New dengan tatapan tak percaya. New begitu membela Tay, Itu benar benar menyebalkan menurut Pluem.

       "Hanya karena dia seorang laki laki? Papa harusnya mikir gimana cara temen temen aku, Temen temen Frank mandang kita kalo mereka tau papa kita menjalin hubungan dengan sesama laki laki! Mau bilang apa ke mereka? Aku tuh malu pa, Aku malu!" Terlihat genangan air di pelupuk mata Pluem. Ia benar benar kecewa pada papanya.

       "Kamu ngga perlu dengerin ucapan orang. Cukup tutup telinga kamu dan jalani hidup kamu sendiri."
       "Dunia ini bukan cuma tentang papa dan laki laki itu! Papa ngga pernah mikirin perasaan kita karena papa egois. Oke ngga masalah kalo papa ngga mikirin perasaan aku dan Frank. Tapi apa papa ngga ngebayangin kaya apa sedihnya mama di surga kalo tau suaminya memilih berhubungan dengan laki laki? SUAMI YANG DIA SAYANG AKHIRNYA MEMILIH JALAN YANG SALAH!!!" Pluem menaikkan nada bicaranya di akhir kalimat. Ia meluapkan semua kekesalan yang sedari tadi menyelimutinya.

        "Jalan yang salah? Kamu pikir mencintai wanita yang jauh lebih tua itu bukan kesalahan? Kamu ngga bisa menyalahkan sesuatu hanya karena sesuatu itu ngga sesuai sama jalan pikiran kamu."
       "Seenggaknya dia perempuan."

       Pluem meninggalkan papanya seorang diri. Ia pergi ke kamar dan membanting pintu.

       Ucapan Pluem terus menghantui pikiran New. Ia membayangkan wajah kecewa Jane. Bagaimana jika wanita itu benar benar sedih dan kecewa atas perilakunya?

        Ingatan New kembali ke malam itu, Malam dimana ia menemani Jane di detik detik terakhirnya. Jane yang sudah sekian lama berjuang melawan penyakit alzheimer akhirnya tumbang. Tubuhnya sudah sangat lemah, Wanita cantik itu tampak kurus kering, Terbaring di atas ranjang tak berdaya.

       Di tengah tengah kesedihannya, New mengusap kepala Jane selembut mungkin, Ia berbisik di telinga istri yang sangat disayanginya itu.

        "Jane, Kamu pasti capek. Aku izinin kamu pergi kalo emang udah ngga kuat, Anak anak biar aku yang jaga. Sampai jumpa di keabadian, Aku mencintaimu, Jane."

        Paginya, Jane menghembuskan napas terakhir. Setelah melewati hari harinya yang berat, Jane akhirnya berpulang. Sementara itu New yang menemani Jane selama wanita itu sakit, Berusaha terlihat tegar di depan kedua putranya. Ia mengantar Jane hingga ke tempat peristirahatan terakhir.

        Sejujurnya New tak tahu mengapa ia bisa merasa nyaman berada di dekat Tay. Ia tak menolak fakta bahwa dirinya sangat mencintai Jane. Rasa cintanya pada Jane sama besar dengan cintanya pada Tay. Cinta itu tumbuh dengan cara yang berbeda, Namun dengan porsi yang sama.

      

      

      
Don't forget to vote, Arigatou🤩

RESTU ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang