Pluem tersenyum saat melihat papanya merapikan piring di meja makan. Ia bersyukur sang papa tak larut dalam kesedihan atas kepergian Frank. Namun senyum itu pudar saat mendengar ucapan New.
"Bang Pluem kemaren jadi jemput Frank kan? Tolong panggil Frank buat keluar dong. Udah waktunya sarapan, Kalo kelamaan nanti dia telat masuk sekolah."
"Pa..." Pluem mendekati New dan memeluk papanya itu.
"Kenapa hm? Ada masalah? Panggil dulu adek kamu buat sarapan."
"Aku... Belum jemput Frank."New berdecak, Ia lantas melepas pelukan Pluem dan menatap kesal putra sulungnya itu.
"Kamu tuh suka banget nyepelein perintah papa ya. Biar nanti papa yang jemput sendiri deh."
"Papa mau aku jemput Frank kemana? Ke surga? Sadar pa, Frank udah ngga ada.""JAGA MULUT KAMU YA! FRANK MASIH HIDUP!!! DIA LAGI NGINEP DI RUMAH NANON, JANGAN NGOMONG MACEM MACEM. KAMU DOAIN ADEK KAMU MATI?!"
New benar benar tak dapat mengontrol suasana hatinya. Ia menjadi lembut dan kasar hanya dalam hitungan detik.
"Abang, Maaf papa udah teriak teriak, Papa cuma ngga suka kamu ngomong ngga jelas kaya gini."
Pluem yang semula ingin pergi ke kampus mendadak ragu dan memilih untuk berada di rumah menemani papanya. Ia takut New nanti akan melakukan hal yang tidak diinginkan.
~~~
Nanon berangkat ke sekolah dengan wajah murung. Sejujurnya ia belum siap untuk pergi ke sekolah, Namun Nanon juga tak mungkin terus menerus menangisi kepergian sahabatnya.
Berita kematian Frank sudah menyebar di sekolah, Siswa siswa di kelas Frank meletakkan 1 tangkai mawar putih per orang di meja Frank. Sebelum memasuki kelas sendiri, Nanon menyempatkan diri untuk masuk ke kelas Frank dan memungut semua mawar putih yang tertumpuk di meja sahabatnya.
"Mau lo apain mawar mawar itu?" Tanya salah seorang siswa. Nanon mendecih, Ia melempar satu mawar ke lantai dan menginjaknya.
"Munafik, Mawar mawar lo semua ngga ada artinya. Sebanyak apapun mawar yang kalian taroh di meja Frank, Itu ngga akan menghapus dosa kalian. Frank kalo liat ini juga jijik pastinya. Sebelum lo naroh mawar ini, Mending lo baca tulisan tulisan di meja temen gue, Dia bilang kalian semua ngga punya hati. Dan bener, Tulisan itu tertutup sama tulisan menjijikan kalian."
Nanon membuang mawar mawar putih itu ke tempat sampah dan pergi ke kelas. Di lorong, Nanon berpapasan dengan Ploy. Ia tahu kalau tak seharusnya menyalahkan Ploy. Namun melihat Ploy membuat hatinya sakit. Apalagi ia pernah berselisih paham dengan Frank karena Ploy.
"Nanon, Gue-" belum selesai Ploy berbicara, Nanon sudah terlebih dahulu pergi meninggalkan Ploy.
Hari ini terasa 2 kali lebih panjang dari biasanya. Pikiran Nanon masih terus tertuju pada Frank. Bagaimana keadaan anak itu sekarang, Apakah Frank bahagia dengan pilihannya.
"Nanon, Dipanggil Bu Orchid." Ucapan Ohm menyadarkan lamunan Nanon.
"Nanon, Ibu tau kamu pasti sedih karena kejadian yang menimpa Frank, Kalo memang belum siap menerima pelajaran, Nanon boleh istirahat di UKS." Ucap Bu Orchid dengan lembut."Ibu ngajar kelasnya Frank juga kan? Ibu ngomong kaya gini juga ngga ke Frank pas lagi rame gosip tentang papanya? 'Frank, Ibu tau kamu sedih karena berita tentang papa kamu, Kalo ngga siap nerima pelajaran, Kamu boleh istirahat di UKS.' Ibu ngga bilang gitu kan? Kalo aja ibu ngomong kaya gitu ke Frank, Mungkin Frank akan merasakan sedikit keadilan. Kalopun ngga bisa disebut keadilan, Seenggaknya Frank mendapat haknya sebagai seorang siswa. Sekolah cuma peduli sama mereka yang mengharumkan namanya, Mereka tersenyum lebar dengan medali yang tergantung di lehernya. Tanpa sekolah sadari, Di belakang orang orang yang bertepuk tangan, Ada anak anak yang bernasib sama kaya Frank."
KAMU SEDANG MEMBACA
RESTU ( END )
FanfictionOrang bilang umur hanya angka, Gender hanya huruf. Tanpa orang sadari, Mereka punya cinta namun dunia punya norma. Hal ini menyulitkan kisah cinta dua insan yang harus terhalang restu. Restu Tuhan, Restu semesta dan restu anak anak mereka.