Restart

1K 116 2
                                    

       Bulan berganti bulan, Kini New mulai bisa mengatasi kesedihannya. Berkat bantuan ahli jiwa dan dukungan moral dari orang orang disekitarnya, Terutama Tay. New membiarkan rumahnya kosong, Sesekali Pluem pulang untuk membersihkannya. Semula Pluem ragu untuk tinggal bersama Tay dan Nanon, Namun ia juga tak mungkin membiarkan sang papa berada di sana tanpa dirinya.

       "Non, Liat papa gue ngga?" Tanya Pluem pada Nanon setelah ia selesai mandi. Jam sudah menunjukkan pukul 20.00 dan Pluem belum melihat papanya selama seharian ini. Ia juga tak melihat Tay disana, Hanya ada Nanon yang duduk di lantai depan rumah, Menatap pagar yang tinggi menjulang.

       "Om New sama papa mau liburan beberapa hari. Om New mau pamit sama lo tapi lo ngga bisa dihubungi tadi siang, Lo kalo mau pergi main ngga papa main aja, Bawa kunci cadangan." Ucap Nanon.

       Pluem tersenyum dan duduk di samping Nanon. Ia bergabung dengan anak bertubuh tinggi besar itu, Menatap pagar dan sesekali mendongak melihat bintang.

       "Gue mau nyari circle pertemanan baru. Circle yang mau nerima gue dengan semua latar belakang gue. Menurut lo berlebihan ngga kalo gue menjauh dari temen temen gue?"

       Nanon menggeleng tanpa melihat ke arah Pluem. Terlukis segaris senyum tipis di bibirnya. Sedikit demi sedikit Pluem mulai memperbaiki sikapnya.

       "Ngga kok, Lo berhak menjauh dari pertemanan yang kotor. Jangan takut ngga punya temen, Tuhan pasti bakal pertemuin lo seenggaknya satu temen yang bakal bikin hidup lo lebih baik."

       Nanon dan pluem terdiam untuk beberapa saat, Tenggelam dalam pikiran masing masing.
       "Frank pasti ketawa banget liat gue sekarang duduk bareng lo, Serumah sama lo, Kaya sesuatu yang kalo dipikir pikir ngga mungkin banget." Celetuk Pluem.

       "Gue malah mikir kalo Frank sebenernya tau ini bakal terjadi. Dia tau jalan cerita di masa depan makanya dia memilih jalan itu. Lo tau kan, Frank bukan anak yang gampang nyerah. Dia mengakhiri hidupnya karena dia udah tau Om New bakal down, Lo butuh bantuan ayah gue dan kita jadi baikan. Kalo dipikir pikir takdir lucu juga ya Bang."

       "Tau ngga apa yang lebih lucu?" Tanya Pluem, Nanon mengangkat bahu.
       "Gue pernah suka sama nyokap lo. Kita ketemu beberapa kali dan... Gue sempet tertarik sama dia. Gue kaget banget pas tau dia ternyata nyokap lo, Mantan istri Om Tay."
       "Sebenernya lo punya kesempatan buat deketin bunda gue, Toh sekarang bunda pacaran sama berondong juga, Mungkin sepantaran sama lo."

       Pluem menoleh dan menatap Nanon. Pasti sangat sulit untuk anak seumurannya menerima takdir yang rumit seperti ini.

       "Lo baik baik aja soal ini Non? Bokap lo pacaran sama laki laki, Nyokap lo pacaran sama berondong."
       "Gue udah ngelewati fase terberat bang. Pas gue tau ayah diem diem pacaran lagi sama Om New, Ngga lama gue tau kalo ayah gue dan bunda gue menikah karena kesepakatan. Waktu itu gue kacau banget, Mogok makan dan berharap gue mati aja. Gue ngerasa kaya gue tuh anak yang ngga diinginkan. Gue sakit, Masuk rumah sakit, Disana gue diceritain semua hal sama bunda. Gue juga dinasehatin buat mulai nerima Om New. Ternyata ngga sesusah yang gue bayangin. Terkadang kita sebagai anak cuma butuh kejujuran orang tua, Tapi orang tua berpikir kejujuran itu mungkin bakal nyakitin kita dan memilih buat menutupinya."

       Pluem merangkul Nanon, Kini ia mengerti mengapa Frank menganggap Nanon sebagai salah satu bagian penting dalam hidupnya. Sekilas mungkin Nanon terlihat seperti anak anak pada umumnya. Anak yang pemarah, Kurang ajar, Pembangkang, Pemberontak dan semacamnya. Namun dibalik itu semua Nanon memiliki hati yang besar. Ia mungkin mudah marah, Namun dirinya juga mudah memaafkan. Nanon jauh lebih bijak daripada Pluem. Ia mampu menerima jalan yang orang tuanya pilih dalam waktu singkat. Berbeda dengan Pluem yang baru terketuk hatinya setelah sang adik pergi.

~~~

       "Pluem, Lo ngehindarin kita? Kalo ada masalah ngomong dong jangan diem gini." Chimon menegur Pluem saat bertemu di parkiran kampus.

       "Ngga ada kok, Ngga ada yang salah sama kalian. Gue cuma mau merubah sikap gue. Kalian homophobic kan? Bokap gue homo. Waktu itu gue takut kehilangan kalian dan gue milih buat nyakitin perasaan bokap gue sendiri. Gue ngelarang dia melakukan apa yang dia mau. Gara gara rasa malu gue ke kalian keluarga gue berantakan. Gue mungkin ngga bisa bikin kalian berhenti membenci mereka yang berbeda seksualitas, Tapi gue bisa berhenti temenan sama kalian."

       Pluem tersenyum dan menepuk bahu Chimon sebelum akhirnya pergi meninggalkan teman temannya itu. Ia mengendarai motornya dengan kecepatan normal. Diatas kepalanya, Tertanggal helm pemberian Frank beberapa bulan lalu.

       Hidup Pluem kini jauh lebih mudah. Ia dapat melakukan apa yang dirinya mau tanpa mengikuti gengsi dan ego. Pluem tak perlu lagi merasa takut dicemooh atau dijauhi, Karena ia tahu meski seisi dunia menjauhinya, Ia selalu memiliki tempat berpulang, Yaitu papanya.

      



Haiii jangan lupa vote yaaa,tinggal dikit lagi

RESTU ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang