Menyukai Bumi

621 66 31
                                    

"Nyatanya rasa ada hanya untuk menunjukkan bahwa kita masih manusia"

Pagi itu aku menyempatkan mampir ke tempat fotocopy untuk menyelesaikan beberapa tugas yang memang tidak bisa ditulis dengan tangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi itu aku menyempatkan mampir ke tempat fotocopy untuk menyelesaikan beberapa tugas yang memang tidak bisa ditulis dengan tangan.

Tempat fotocopy di kampungku hanya satu, berada di samping sekolah dasar yang dahulu merupakan sekolahku.

"Ini pak, tolong di photo copy 4 jilid!" ucapku pada Bapak yang tengah menjaga.

Bapak itu menatapku tanpa ekspresi, seolah kedatanganku mengganggu waktu luangnya, padahal aku adalah pelanggan dan seperti yang kita ketahui pelanggan adalah Raja tapi aku tidak merasa di Raja–kan disini. Namun, aku tidak mempermasalahkan hal itu karena rata-rata wajah tukang fotocopy memang seperti itu dan lagian aku juga yang sedang membutuhkan jasanya.

Sambil menunggu aku memperhatikan sekitar. Banyak peralatan tulis di sana juga gambar pajangan dinding yang sengaja digantung untuk menarik perhatian pelanggan, dan aku tertarik pada sebuah gambar. Yaitu gambar bumi.

Teringat kata-kata Awan tadi malam, sepertinya aku malah lebih sering memikirkannya setelah kami putus daripada saat kami masih berpacaran.

"Ini," Bapak itu menyerahkan hasil photo copy kepadaku dengan ekspresi yang masih datar.

Aku menerimanya. "Pak sekalian gambar bumi yang itu," ujarku sambil menunjuk gambar tadi.

Bapak itu mengambilnya dan memberikannya padaku.

Selepas membayar. Aku bergegas untuk ke sekolah dan sepertinya hari ini aku akan terlambat, namun tidak masalah, hal itu adalah rutinitas pagiku.

Aku berjalan beberapa meter ke depan menuju jalan raya lalu menuju sekolah. Jarak ke sekolahku memang tidak terlalu jauh tapi cukup membuat bedak di wajahku luntur karena keringat. Dan kalian perlu tahu aku pernah meminta dibelikan motor kepada Ayahku dan alhasil aku didiamkan lebih dari empat hari karena hal itu. Menyebalkan bukan?

Sesampainya di sekolah. Kutatap masih banyak siswa yang keluar masuk pagar dan kemungkinan terbesar Guru sedang mengadakan rapat hingga jam pertama pelajaran di tiadakan. Ini termasuk sebuah keberuntungan yang membuatku tidak terlambat dan tidak harus mengambil sampah 200 biji sebagai hukuman.

Aku berjalan melewati koridor. Suasananya ramai dan bising. Jam seperti ini memang surga bagi Anak-anak sekolah, bukan hanya sebagai ajang mempererat pertemanan tapi juga ajang untuk membuat memori indah saat bersekolah. Melupakan sejenak masalah rumah.

Dari kejauhan kulihat Siti berlari ke arahku sambil berteriak teriak, dan dari perawakannya mungkin tengah membawa sebuah berita besar. Selain pemalas dia juga tukang gosip paling terkenal satu sekolahan.

"Ada apa?" tanyaku.

"Ini," ujarnya sambil tersenyum genit. Memberikan sebuah surat kepadaku.

"Apaan ini?" tanyaku penasaran.

AWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang