Taksi yang mengantarku mulai memasuki area komplek perumahan tempatku akan bekerja. Deretan rumah mewah menghiasi kedua sisi jalan. Dua tiga mobil mewah nampak berlalu lalang.
"Rumahnya masih jauh pak?" tanyaku.
"Tidak, sebentar lagi sampai."
Aku mengangguk. Kembali memandang keluar. Suasana komplek itu begitu tenang, bahkan tak terdengar satupun suara anak kecil yang tengah bermain. Hanya ada pepohonan yang berbaris rapi di tepi jalan, daun-daunnya nampak tengah berguguran, menyisakan daun kering di atas aspal. Tempat ini jauh lebih indah dari apa yang kubayangkan.
Beberapa saat kemudian mobil kami berhenti di depan sebuah pagar hitam yang menjulang tinggi. "Sudah sampai," kata Supir dari depan.
Aku segera turun dari mobil.
"Ini pak." Memberikan ongkos.Kemudian, taksi itu melesat kembali. Meninggalkanku.
Kutatap pagar itu dengan gugup. Menarik napas lalu mengeluarkannya. Mulai berjalan ke arah bel. Ku tekan bel tersebut. Sontak pagar itu terbuka, menampakkan seorang Security yang tengah berjaga. Badannya tegap, berisi, dan raut wajahnya menyelaraskan dengan bentuk tubuhnya, sangar.
"Ada apa yah?" tanyanya.
"Saya Tia. Perawat baru," kataku memperkenalkan diri.
Security itu masih memandangku dengan raut sama, datar. "Silahkan masuk!" ujarnya mempersilahkan.
Aku tersenyum tipis. Mulai memasuki pekarangan rumah sambil menarik koper.
"Biar saya bantu." Security itu langsung menarik koperku, lalu menuntunku masuk.
Aku tersenyum canggung. "Makasih," ujarku.
Kami sampai di depan pintu rumah. Di sana seorang Wanita paruh baya, mengenakan pakaian berwarna hitam putih, khas pembantu. Tengah berdiri begitu tegap dan elegan, dagunya sedikit terangkat dengan kedua tangan yang saling mengatup di depan perut. "Kamu Tia?"
Aku mengangguk.
"Perkenalkan saya Mirna. Kepala pelayan di sini," ujarnya memperkenalkan diri.
"Ayo ikut saya!" titahnya yang mulai berjalan.
Aku mengikutinya, alih-alih melewati pintu depan. Kami harus memutar untuk masuk melalui pintu belakang. "Kenapa tidak dari depan saja?" tanyaku penasaran.
"Apa kamu pernah melihat seekor kelinci masuk ke dalam lubang buaya?"
Aku menggeleng. "Tidak?"
Wanita itu berhenti sejenak. Menoleh ke arahku. "Karena kelinci tau apa yang akan menyambutnya jika ia berani memasuki lubang itu. Siapapun yang tidak sederajat, tidak berhak berjalan melewati pintu yang sama. Paham," terangnya. Mulai berjalan kembali.
Kami mulai memasuki area dapur. Aku berdecak kagum, bahkan hanya sekadar dapur pun sudah di bentuk sedemikian indahnya, semua tertata rapi.
"Kita mau kemana?" tanyaku.
"Keruangan orang yang akan kau jaga, namanya Tuan Indrawan," pungkasnya.
Aku mengernyit. "Apa aku akan langsung bekerja?" tanyaku bingung.
"Tidak. Hanya memperkenalkan mu padanya. Tuan cenderung tidak suka ada orang yang tiba-tiba masuk kedalam kamarnya."
Aku mengangguk. "Koperku bagaimana?"
"Sudah diantar Security."
Kami berjalan melewati sebuah pintu yang menghubungkan antara satu ruang dengan ruang lainnya. Mendekat ke arah sebuah ruangan, yang berada tepat di sudut lantai dasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AWAN
Teen Fiction1) Jika waktu bisa di putar, dan aku bertemu lagi denganmu di masa lalu, maka kuputuskan untuk mencintaimu lagi... 2) Kamu adalah rencana paling tak terduga yang datang padaku, entah itu rencana terluka atau rencana untuk bahagia... 3) Kaidah 'Cint...