Siapa Kamu?

140 11 8
                                    

Setelah mendengar cerita Tuan Indra, aku keluar dari kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mendengar cerita Tuan Indra, aku keluar dari kamar. Raut wajahku yang awalnya antusias dengan cerita tersebut mendadak berubah menjadi kebingungan karena ceritanya hampir sama dengan kisahku di masa kecil.

"Bukan, pasti beda." Aku membantah pikiran itu. "Gak mungkin Tuan Indra itu Awan yang aku kenal. Jelas-jelas itu Tuan Ibra." Aku membatin seraya mencoba meyakinkan diriku.

"Tapi bagaimana jika iya?" batinku mempertanyakan. "Apa dia lumpuh karena kecelakaan itu?" Potongan-potongan kenangan masa lalu mendadak kembali ke ingatanku.

*****
"Nama aku Awan, nama kamu siapa?" Seorang anak kecil tersenyum sembari menjulurkan tangannya padaku.

"Aku Ita, salam kenal." Aku menjabat tangan anak kecil itu.

Ia tersenyum. "Mau main sama aku?" ajaknya.

"Boleh."

*****

Di depan teras rumahku. Anak kecil itu berdiri sembari meneriakkan namaku, "Ita, keluar dong."

Aku mengintip dari jendela. "Awan datang." Langsung berlari menuju pintu. Membuka dengan cepat, langsung menghampiri Awan. "Aku kira kamu gak bakal datang."

"Aku pasti datang. Aku kan udah janji sama kamu." Menunjukkan jari kelingkingnya.

"Aku kira kamu pembohong," ejekku.

Ia menatapku sedih. "Kata Bunda, laki-laki itu gak boleh bohong," ujarnya.

Aku mengernyit. "Kamu nangis?" mendekat ke arah wajahnya. Mencoba memastikan. Kulihat setetes cairan bening jatuh melintasi pipinya. "Aduh maaf, aku gak bakal gitu lagi, janji." Menunjukkan jari kelingking. "Walau aku perempuan, tapi kata Ibuku aku orang paling jujur." Mencoba meyakinkannya.

Ia tersenyum sedih. "Bukan karena itu, aku sedih karena aku rindu Bundaku," ujarnya.

"Bunda kamu memangnya kemana?" tanyaku polos.

"Kata Ayah Bunda lagi tidur, jadi gak boleh dibangunin." Ia menatapku dengan wajah penuh kerinduan.

"Kok gitu, kata Ibuku kalo tidur lebih dari 8 jam itu gak baik."

Awan mendongak. "Soalnya Bundaku tidur di atas bintang-bintang." Menunjuk langit malam yang penuh bintang. "Jadi aku gak bisa banguninnya."

Aku menatapnya sedih. "Kenapa kamu gak panggil Bunda kamu dari sini. Siapa tau dia denger lalu datang kesini jemput kamu," saranku.

Ia tersenyum. "Memangnya bisa?" ujarnya mempertanyakan.

Aku menggaruk belakang kepala. "Gak tau juga sih, tapi coba aja. Siapa tau bisa."

Ia mengangguk antusias. "BUNDA, AWAN RINDU. BUNDA KAPAN PULANG? APA DI LANGIT ENAK BANGET YA, KENAPA BUNDA GAK MAU BALIK KE BUMI BUAT PELUK AWAN." Bocah itu menghela, kalimat tadi ia ucapkan hanya dalam satu tarikan napas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang