"Cinta itu seperti jarum, menusuk untuk menyatukan"
Setelah berkutat dengan semua soal soal menyebalkan selama lebih dari satu minggu, akhirnya hari kelulusan tiba. Suasana ramai nampak memenuhi area lapangan sekolah yang dijadikan sebagai tempat pelepasan seluruh Siswa.
Barisan barisan Siswa memenuhi lapangan, di depan sana kepala sekolah tengah memberi sepatah —dua patah kata sebagai motivasi untuk melanjutkan kehidupan di masa berikutnya.
Beberapa Murid nampak menangis terisak, beberapa lagi tertawa ceria dan di area sudut sana banyak pula yang hanya bergosip ria, membicarakan orang-orang yang menangis.
Aku tidak terlalu fokus pada hal hal seperti itu, mataku terus mencari seseorang, Awan. Hari ini aku ingin mengungkapkan semuanya sebagai bentuk perpisahan, sebodoh apapun hasilnya nanti aku akan menerimanya. Toh, kami tidak akan bertemu lagi.
Beberapa menit berlalu, setelah bersalam-salaman dengan semua Guru dan teman-teman, masuklah pada acara inti. Yaitu adegan mencoret coret baju dengan cat pilox sambil bergoyang goyang di tengah lapangan. Aku berjalan di antara kerumunan dengan banyaknya cat yang nampak berhamburan di udara, berbagai warna yang menghalangi penglihatan, saat aku tengah mencari Pria itu tanpa sengaja tubuhku menabrak seseorang hingga aku terjatuh.
Orang itu sontak menolong. "Kamu ngak apa apa?" suara seseorang yang amat kukenal menjulurkan tangan nya ke arah ku.
"Awan," gumamku pelan.
Aku menerima juluran itu. berdiri lalu tersenyum ke arahnya, namun Pria itu hanya menatapku datar, tanpa ekspresi.
"Aku mau bicara," kataku. Menahan lengannya yang hendak meninggalkanku.
Ia menatapku "mau bicara apa?"
suaranya terdengar mengintimidasi.Aku menarik nafas panjang "kenapa kamu selalu ngehindarin Aku?" tanyaku. menatapnya serius.
Pria itu hanya diam, masih dengan ekspresi sama.
"Kamu masih ngak punya alasan, sama seperti saat kamu putusin aku dulu," ujarku, mencoba menebaknya.
Pria itu tetap diam, hingga seseorang dari kerumunan menarik tangannya, ia menghilang tanpa sepatah kata pun.
Aku hanya membeku di tempat. menatap lurus ke depan.
Siti berlari kearahku, menatap bajuku yang masih bersih sontak langsung memberi warna pada seragam putihku. Aku tersentak.
"Kamu ngak apa-apa?" saat menyadari wajahku yang muram. Siti menarik lenganku keluar dari kerumunan menuju ke bawah pohon, jauh dari banyak orang.
Saat itu aku langsung terisak, rasanya aku tak membayangkan respond Awan akan sebegitunya,
"Awan jahat banget sama aku," lirihku yang langsung disambut pelukan oleh Siti.Ia menepuk-nepuk punggungku pelan "tidak apa apa," ujarnya mencoba menenangkan.
"Aku udah beraniin diri buat bicara sama dia, dan dia cuman diam lalu pergi," aku masih terisak dalam pelukan Siti.
Wajah Siti mendadak berubah marah. Melepas pelukannya lalu pergi dengan napas memburu. "Awan harus di kasih pelajaran," gumamnya gemas.
Aku yang sadar akan kemarahan Siti langsung mengejarnya "Siti tunggu!" teriakku yang tak di dengarkan.
Siti masuk ke dalam kerumunan, aku mencoba mengejarnya namun karena banyaknya orang orang yang tengah bergoyang mengikuti beat musik membuat ku harus terhimpit dan kehilangan jejak Siti.
Selanjutnya aku tak tahu apa yang terjadi, apa yang dilakukan Siti pada Awan? yang kutahu tiba-tiba saja Siti menarik paksa Awan menghadapku. Aku terkejut.
"Apaan sih, Sit?" teriak Awan yang tak terima bajunya di tarik tarik.
"Kamu masih nanya, pikir sendiri!" sarkasnya langsung mendorong tubuh Pria itu ke depanku.
Aku dan Awan saling pandang, ia menatapku dengan ekspresi yang aku sendiri tak mengerti.
"Kamu mau bicara apa lagi?" gertak Pria itu "Mau tau alasan aku ngejauh dari kamu?" menatapku tajam.
Aku terdiam, tak menyangka Awan akan sampai membentak.
"Aku ngejauh dari kamu itu karena aku bosan sama kamu, bosan dengan suaramu yang berisik, dan bosan dengan semua hal tentang kamu," cecarnya dengan napas memburu membuatku bungkam seribu bahasa dan hanya mampu menatapnya nanar.
Mendengar itu sontak Siti menarik kerah baju Pria itu "Apaan sih, jaga omongan mu!"
Merasa terdesak Awan langsung mendorong Siti kebelakang hingga terjerembab jatuh keatas tanah.
Siti mengerang kesakitan saat merasakan punggungnya menyentuh tanah "bajingan," umpatnya.
"Siti kamu ngak apa apa?" aku langsung berjongkok membantu Siti berdiri, lalu menatap Awan kembali. "Aku gak nyangka kamu sekasar ini," ujarku tak percaya.
Dari kerumunan seorang Gadis berteriak memanggil Awan, itu Ana. Melihat kami yang nampak bersitegang Gadis itu langsung berlari menghampiri "kalian kenapa?" tanyanya bingung.
Siti yang sudah murka sontak berteriak. "Tanya saja pada Pria brengsek itu," umpatnya lagi.
Ana langsung memandang Awan "ini ada apa, Wan?" tanya nya mencoba meminta penjelasan.
"Ngak ada apa apa," Awan mendengus kesal langsung meninggalkan kami, masuk kedalam kerumunan.
Ana yang bingung langsung mengejar Awan. Meninggalkan kami tanpa sepatah katapun.
Aku mendudukkan Siti keatas sebuah bangku taman, bertanya apakah masih ada yang sakit dan Gadis itu hanya mendengus kesal "tidak ada."
"Maaf," lirihku pelan, merasa tidak enak telah melibatnya dalam masalah.
Sontak Siti memandangku "Tidak apa-apa, lagian ini adalah bagian dari pertemanan kita," ia mendekapku kedalam pelukan nya.
Begitu juga aku langsung membalas pelukannya "Terima kasih sudah jadi teman ku," kata ku.
"Sama sama."
Bersambung......
KAMU SEDANG MEMBACA
AWAN
Teen Fiction1) Jika waktu bisa di putar, dan aku bertemu lagi denganmu di masa lalu, maka kuputuskan untuk mencintaimu lagi... 2) Kamu adalah rencana paling tak terduga yang datang padaku, entah itu rencana terluka atau rencana untuk bahagia... 3) Kaidah 'Cint...