Keluarga Handayono

235 21 5
                                    

Hai gaes aku up lagi ceritanya. Semoga kalian suka. Jangan lupa vote, komen, dan follow yah..

Kalo ada kutipan yang kalian suka bisa di screenshoot, trus di up di tik tok, Twitter, facebook atau Instagram kalian...

Kalo kalian up di tik tok jangan lupa tag akunku yah namanya
@udin_loveyou
Gunain juga tagar nya yah
#AWAN_WP

Terima kasih and happy reading❤️❤️

Keluarga Handayono tengah berada di ruang makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keluarga Handayono tengah berada di ruang makan. Makan malam di keluarga ini nampak begitu tenang, hanya terdengar suara sendok dan piring yang beradu di meja makan. Semua hening termasuk raut ekspresi dari setiap anggota keluarga yang terkesan begitu suram.

Para Pelayan berdiri di belakang masing-masing Tuannya. Termasuk aku yang berdiri tepat di belakang Tuan Indra, sedangkan kepala Pelayan berdiri di belakang Tuan Handayono, ia nampak begitu cekatan, mulai dari menuangkan minum sampai mengupas buah. Ia seolah hafal semua yang ingin di lakukan Tuan Handayono di meja makan.

"Ibra, bagaimana kuliahmu?" tiba-tiba Tuan Handayono bertanya pada Awan.

"Baik," jawab Awan sekenanya.

Aku sempat bingung ternyata di keluarga ini nama Pria itu tidak di panggil dengan nama Awan. Melainkan nama paling depan yaitu Ibra. Nama panjangnya adalah Ibrawan Handayono.

Aku sudah tidak mempertanyakan tentang asal-usul sebenarnya dari Awan. Dan juga apa motifnya hingga tega membohongiku tentang identitasnya? semua kini bisa ku abaikan, karena tujuan utamaku sekarang adalah bekerja untuk membahagiakan Ayahku.

Selepas mendengar itu, tiba-tiba Tuan Handayono mengeluarkan secarik kertas. Melemparkannya ke wajah anaknya. "Lalu ini apa?"

Dengan segera Ibra mengambil kertas itu. Membacanya sekilas, dan tanpa membaca penuh ia tahu isi dari surat itu. Surat DO dari kampus.

"Kenapa kamu bisa di DO?" Tuan Handayono tiba-tiba mengebrak meja dengan tangannya. Menatap marah pada putranya itu. "JAWAB."

Ibra membalas tatapan Ayahnya tanpa keraguan. "Aku gak pernah masuk kampus," ujarnya begitu tenang.

"IBRA... "dengan emosi yang meledak sontak Tuan Handayono melemparkan gelas di hadapannya ke arah anaknya itu. Namun, karena jarak antara tempat aku berdiri dengan tempat duduk Awan tidak jauh membuat gelas itu melayang mengenai sedikit bagian tanganku.

Aku meringis. Memegang tangan yang kini terasa nyeri. Hanya menunduk menahan sakit.

"Siapa dia?" tanya Tuan Handayono yang sadar akan ke hadiranku.

"Dia pesanan ku," Tuan Indra memotong pembicaraan.

"Perawat maksudmu?"

"Pesuruh," ujarnya mengoreksi.

AWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang