Misteri Kepala Pelayan

189 15 12
                                    

"Kamu pernah dengar gosip tentang Kepala Pelayan?" tanya Tari. Pelayan yang sejak kemarin telah menjadi temanku.

Aku menggeleng. "Gosip apa?

Ia menarik tanganku ke sudut ruangan. "Dengar baik-baik ya!"

Aku mengangguk antusias.

"Kejadian ini berlangsung lebih dari dua puluh tahun lalu. Rumor yang beredar bahwa Kepala Pelayan dulu menjalin hubungan spesial dengan Tuan Handayono. Hubungan mereka berlangsung cukup lama, sekitar tujuh tahun. Selama itu hubungan mereka berlangsung baik-baik saja, tanpa konflik apapun. Semua berubah saat Tuan Handayono dijodohkan dengan Mendiang nyonya Handayono, semacam pernikahan bisnis. Saat itu Tuan Handayono berusaha menentang habis-habisan perjodohan itu. Namun, apa daya saat itu perusahaan keluarga ini tengah berada di ambang pintu kebangkrutan yang membuat Tuan Handayono akhirnya menyerah dan mulai menerima perjodohan itu. Saat itu Kepala Pelayan sudah bekerja di rumah ini, ia begitu terluka dengan keputusan itu dan mencoba mengakhiri hidupnya. Tapi, untungnya Tuan Handayono datang di waktu yang tepat, ia bisa menghentikan kejadian itu. Menenangkan dan berjanji akan membuat Kepala Pelayan terus berada di sisinya walau bukan sebagai sepasang Suami-Istri sampai maut memisahkan mereka."

Aku terperangah. "Wah... kek sinetron ya?" tukasku tak percaya.

"Terkadang hidup memang seperti sinetron, punya kisah tragis dan mungkin akan berakhir tragis pula," ujarnya.

"Memang kamu dengar gosip itu dari mana?" tanyaku.

"Aduh... Tia, tia. Aku udah kerja di sini lima tahun dan gosip ini memang udah ada dari lama. Semacam gosip turun-temurun di kalangan pembantu rumah ini."

Aku tertawa. "Ngaco."

"Kalau kamu gak percaya sih gak apa-apa. Tapi kamu harus ingat peraturan ketiga dari rumah ini, di larang jatuh cinta apalagi sampai menjalin hubungan dengan Tuan-tuan muda rumah ini," ujarnya memperingati.

Aku menggaruk tekuk leher. "Tidak lah. Aku juga tidak tertarik dengan mereka."

Tari menepuk pelan pundak ku. "Selain kamu, mungkin mereka juga tidak tertarik dengan pembantu seperti kita."

Aku tertawa. "Iya."

Selepas perbincangan singkat itu, kami kembali ke pekerjaan masing-masing. Tari keruangan Tuan Ibrawan dan aku keruangan Tuan Indrawan.

Sebelum memasuki ruangan. Aku mengetok pintu itu tiga kali. "Permisi Tuan, saya bawa minuman," ujarku hati-hati.

"Masuk."

Pintu terbuka. Kulihat ruangan itu kini berserak kembali padahal baru kemarin aku lelah membersihkannya. Berjalan ke arahnya. Memberikan jus mangga yang kubawa untuknya. "Ini Tuan."

Ia menerimanya. Mulai meminumnya hingga tetes terakhir. "Makasih," ujarnya sambil memberikan senyum tipis di bibirnya.

Aku mengernyit kebingungan. "Tumben senyum, apa jangan-jangan dia mau berbuat mesum," batin ku khawatir.

"Kenapa liatin saya terus. Kamu suka sama saya?" tanyanya.

Sesaat mendengar pertanyaan itu, aku terperangah melihat kepercayaan diri seorang Tuan Indrawan yang tinggi. "Tidak Tuan," bantahku.

Ia tersenyum. "Aku cuman becanda. Kenapa ekspresi mu sampai se-begitunya," ujarnya bingung.

Sontak aku tersenyum canggung. "Maaf Tuan," ujarku sungkan.

"Yasudah... dari pada kamu diam aja. Mending bersihkan kamar ini!" titah berikutnya.

Aku mengangguk. "Baik Tuan."

Perlahan ruangan itu ku bersihkan dengan sedikit rasa canggung yang menyelimuti perasaanku. Bagaimana tidak? Tuan Indra sedari tadi terus memperhatikan ke arahku dengan pandangan menyelidik dan bibir tersenyum. Entah hanya pradugaku saja, apa mungkin sekarang otak Pria itu tengah mengarah ke hal-hal jorok.

Aku berjalan mendekat ke arah ranjang. Hendak membersihkan sampah-sampah yang berada di sekitar ranjang. Tanganku mulai menyapu sampah-sampah hingga pada saat aku membersihkan sampah di samping Pria itu. Ia menatapku lebih terang dari sebelumnya.

"Kalau saya lihat-lihat kamu memang berbeda," ujarnya tiba-tiba.

Aku meliriknya. Perasaan tegang saat itu dapat kurasakan dari kerasnya gagang sapu yang ku pegang. Mungkin aku tengah bersiaga sebelum Pria itu mulai melakukan hal-hal kurang ajar terhadapku.

Ia tersenyum. "Lagi-lagi tatapan mu seperti itu."

Sontak aku berkedip. "Maaf."

"Aku lumpuh. Tidak akan bisa berbuat macam-macam," kata-kata itu sontak terasa menohok ku.

Aku menunduk. "Maaf, Tuan."

"Iya, saya maafkan. Jadi, berhentilah minta maaf."

Tatapan khawatirku perlahan memudar. Tiba-tiba saja rasa bersalah menyelimuti pikiranku, memang benar Tuan Indrawan bukanlah orang yang lembut, tapi aku tetap bersalah karena sudah seenaknya mencap seseorang sebagai "Bajingan mesum." Bukankah itu sedikit keterlaluan, apalagi untuk sekelas Perawat amatiran sepertiku?

Ruangan itu sudah bersih, barang-barang yang tadinya berserak sudah kembali ketempat semula. Ruangan kamar itu masih gelap, seolah pemiliknya tak memiliki niat sedikitpun untuk membiarkan cahaya luar masuk ke dalam. Aku mengerti persaannya, situasi dimana kita sudah membenci diri sendiri, maka sudah tentu kita akan lebih membenci cahaya terang yang seolah-olah memberi sebuah harapan.

Mata pria di hadapanku tidak pernah sekalipun terlihat seperti seseorang yang memiliki sebuah harapan, melainkan tatapan keputusasaan. Entah sejak kapan ia seperti itu. Namun, aku sedikit iba kepadanya. "Aku yang seorang Perawat rendahan ini merasa iba terhadap seorang Tuan muda kaya raya," terdengar seperti kalimat klise yang sering muncul di novel.

"Tuan," panggilku.

Ia menoleh. "Iya?"

"Tuan mau dengar kalimat yang sering Ibuku katakan sewaktu aku kecil?"

Ia mengangguk. "Kalimat apa?"

"Tak ada hal baik yang terjadi jika kita selalu berpikiran buruk."

Ia tersenyum. "Apa aku terlihat seperti orang yang sedang berpikiran buruk bagimu?"

Aku mengernyit khawatir. "Maaf, saya lancang."

Lagi-lagi ia tersenyum. "Benar, kamu memang orang yang lancang, tapi setidaknya kau bisa membuatku melupakan masalahku walau hanya beberapa menit saja..."

"... Di dunia ini aku seperti mengambang di udara, menikmati alunan angin yang terus membawaku ke arah yang bukan tujuanku, tapi entah karena apa saat melihatmu angin itu terasa membawaku ke arah yang aku tuju."

"Kalau begitu kuharap Tuan akan segera menemukan tempat yang benar-benar Tuan tuju, hingga saat itu aku akan berada di samping Tuan."

"Kau mau dengar kisahku?"

Bersambung...

Hola gaes kembali lagi bersama saya, gimana kabarnya semua?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hola gaes kembali lagi bersama saya, gimana kabarnya semua?

Lama gak up, kemaren lagi sibuk liburan soalnya (rebahan, main hp, dan stress).

Jangan lupa vote dan follow, komen juga. 🧚🧚

See you✌️










AWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang