Hujan

479 28 7
                                    

"Hujan adalah musuh saat terdesak, menjadi teman kala terisak."

Perlahan seutas senyum terukir disepanjang bibirku kala telepon rumah kami berdering

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Perlahan seutas senyum terukir disepanjang bibirku kala telepon rumah kami berdering. Dengan gesit aku menyambarnya, mengangkat panggilan itu. "Halo," ujarku menyapa orang di seberang.

"Halo... " suaranya yang pelan sukses membuat pikiranku yang senang mendadak khawatir.

"Kamu ngak apa-apa?" tanyaku risau.

"Kamu kenal suaraku?" ia malah balik bertanya.

"Itu tidak penting. Kamu ngak apa-apa?" tanyaku semakin risau.

"Aku ngak apa-apa," katanya, mencoba menenangkan.

Aku menghela. "Aku takut kamu terlalu sibuk belajarnya sampai lupa jaga kesehatan," ujarku mencurahkan segala kekhawatiran.

"Aku selalu jaga kesehatanku kok. Kamu ngak usah khawatir!"

Aku berdeham. Menggeser sejumput rambut yang menghalangi wajah kebelakang telinga, sambil tersenyum. "aku rindu sama kamu," kataku malu-malu.

Pria itu diam sejenak. "Tia," panggilnya lembut yang terasa asing.

Aku mengernyit khawatir. "Iya," jawabku ragu-ragu.

Diseberang terdengar helaan napas yang berat. Entah hanya firasat tapi aku merasa Pria ini tengah menahan tangis. Membuat detak jantungku melambat. Menantikan semua hal yang ingin dibicarakannya.

"Aku mau bicara serius," katanya lagi.

Tanpa sadar tiba-tiba saja air sudah mengepul disudut mata "iya, kamu mau bicara apa?"

Lagi-lagi terdengar helaan napas yang berat. Membuatku hampir tak bernapas saking khawatirnya.

"Aku mau putus!"

Perlahan air mata yang mengepul jatuh, melintasi pipi. Tanpa sadar sebuah kata terlontar dari mulutku. "Kenapa?"

"Aku mau fokus belajar."

Aku mengusap kasar pipi yang basah. Menarik napas panjang lalu menghembuskan nya. "Akhirnya kamu punya alasan," kataku, tertawa miris.

"Maaf... " lirihnya pelan.

Aku memejamkan mata. "Aku bodoh banget ya? Ketipu dua kali sama kamu."

"Bukan gitu, Tia."

"Terus... bagaimana Wan," aku memotong ucapannya.

AWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang