8. 🔞

57.3K 801 26
                                    

Jangan baca selama puasa!

Setelah Vio menciumnya, Dias langsung mengangkat tubuh gadis itu dan membawanya dalam gendongannya. Ia mendudukkan diri di atas ranjang, membuat Vio berada di atas pangkuannya. Dias mengamati wajah cantik itu sejenak, membenarkan helaian rambut Vio yang berserakan di pipi kemudian menatapnya dalam.

"Di mana orang tuamu?" tanya Dias sambil mengelus wajah Vio.

Vio menggedigkan bahu. "Aku nggak tau. Sejak dua tahun lalu, aku udah berhenti cari tau tentang mereka," ucap Vio santai.

"Kenapa?" tanya Dias lagi.

"Mungkin karna aku udah capek merasa cemburu."

Dias mengerutkan kening. Vio pun mulai bercerita.

"Orang tuaku udah lama bercerai, mereka sudah memiliki keluarga mereka masing-masing. Ayah punya Istri dan anak-anak lain yang sangat disayanginya, begitupun Ibu. Keluarga mereka sangat harmonis hingga rasanya tidak ada tempat untukku di antara mereka."

"Mengapa kamu berpikiran seperti itu? Kamu putri mereka, sekalipun orang tuamu bercerai, selalu ada tempat untukmu di antara mereka."

Vio tersenyum getir, lalu ia menggeleng pelan. "Tidak ada, karna aku sudah dibuang," ucapnya.

"Sebenarnya aku senang mereka sudah menemukan kebahagiaan mereka masing-masing, tapi terkadang aku cemburu melihat Ayah sangat menyayangi putri-putrinya yang lain, sementara ia melupakan tanggung jawabnya terhadapku. Aku sedih melihat Ibu begitu mudahnya melangkah, melanjutkan hidup dengan baik disaat ia berhasil menelantarkan putrinya sendiri. Hatiku sakit karna cuma mereka yang bahagia, dan kebahagiaan mereka harus tercipta di atas lukaku. Tapi setelah aku berani melepasnya, perlahan aku mulai menemukan tujuan hidupku. Aku nggak pernah mengasihani diri sendiri lagi, karna aku tau, di luaran sana masih banyak orang dengan nasib yang sama atau bahkan lebih parah dari aku. Yang perlu aku lakukan hanya harus bersyukur."

Dias terdiam, sepenuhnya menatap pada Vio yang kini juga menatapnya. Ada sebentuk rasa kagum di mata coklat itu, tapi tertutup oleh wajah datarnya hingga Vio tak dapat membaca apa yang ada dipikiran pria itu.

"Om," panggil Vio. "Apa aku terlalu banyak bicara?" tanyanya.

Dias menggeleng. "Kamu gadis yang hebat." Lalu ia mengelus kepala Vio pelan, menatap bibir merah gadis itu kemudian mengecupnya lembut.

Vio terkesima, dadanya berdebar kencang saat Dias memberikan seulas senyuman padanya. Mereka saling menatap. Untuk sejenak keduanya sama-sama terdiam, saling mempertimbangkan sebelum akhirnya kedua wajah itu saling mendekat lalu menyatukan bibir mereka.

Vio melingkarkan tangan di leher Dias. Dias menarik pinggang Vio hingga tak ada celah untuk bisa lebih rapat lagi. Keduanya saling melumat, melontarkan hasrat yang mulai bangkit. Bibir mereka saling menyesap dengan lidah saling membelit.

"Mmphh..." Vio bergumam saat tangan Dias mulai bergerak, mengelus pahanya. Ada gelenyar aneh mulai merambati tubuhnya.

"Om," panggil Vio, menahan tangan Dias yang hendak menaikkan dresnya.

Dias menatap Vio kemudian bertanya, "kenapa?"

"Aku malu," aku gadis itu membuat sudut bibir Dias ingin melengkung. Namun tanpa menjawab apa-apa, ia kembali melanjutkan gerakannya, menyingkap dres Vio, meloloskannya dari kepala gadis itu.

Kini Vio sudah telanjang, hanya menyisakan bra dan celana dalam. Dias menyapukan pandangannya menatapi tubuh Vio. Bibirnya bergumam pelan, sesuatu di bawah sana kian menyesak rasanya. Lalu dalam sekali tarikan, Dias berhasil melepas bra Vio. Membuat dada berukuran sedang dengan pucuk pink yang sangat menggoda itu, polos tanpa sehelai benang pun.

MSD (My Sugar Daddy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang