10. Cupang?

22.4K 556 20
                                    

"Ouhhh.. ahh... Lebih cepat, Daddy... Ahhh...." Dias terus memompa kejantanannya di liang milik Vio, sementara Vio terus meracau, mendesah kenikmatan.

"Uhhh...."

Saat ini mereka sedang berada di kamar hotel tempat biasa mereka bertemu. Sebulan sejak perjanjian itu, tak terhitung sudah berapa kali kedua manusia itu membuat janji hanya untuk melampiaskan hasrat terlarang itu. Setiap kali Dias butuh hiburan, ia akan menelfon Vio, memintanya datang.

Meskipun setiap hari mereka bertemu di rumah, tapi hubungan yang mereka tunjukkan di rumah murni hanya hubungan Ayah dan teman anaknya, tidak lebih. Tapi jika sudah di luar seperti saat ini, Dias akan sangat intens memperlakukan Vio,  menyentuh gadis itu, memasuki tubuhnya layaknya tiada hari untuk esok.

"Oughh.. Daddy... Ahhh... Aku mau... Kelu-arr.. hh...." Vio menggelinjang, merasakan orgasmenya yang entah ke berapa. Ia terkapar lemas, sementara Dias masih terus memompa miliknya di bawah sana. Mengejar pelepasannya yang tak kunjung datang sekalipun.

Pria itu memang sangat kuat. Terkadang Vio akan kwalahan menghadapinya di ranjang, ia tak mampu mengimbanginya. Tapi di lain sisi ia selalu puas dan nikmat, Vio tak pernah menyesali keputusannya sekalipun untuk memberikan dirinya pada Dias. Tidak untuk saat ini.

"Ahhh...." Vio memejamkan mata, menggigit bibir saat Dias menunduk kemudian meraup putingnya. Ia bergetar, merasakan hasrat itu datang kembali. Tangannya pun menekan pinggul Dias, mengisyaratkan pria itu untuk masuk lebih dalam.

"Ouhh... Daddy...." Ia mendesah, Pria itu memenuhi keinginannya.

Dias memperhatikan Vio dari atas, melihat tubuh mulus Vio yang sudah dibanjiri keringat. Dadanya yang naik turun dan rambut panjangnya yang berserakan di kasur, membuat hasrat Dias kiam menggebu-gebu. Ia pun semakin mempercepat gerakannya, menunduk kemudian mengisap kuat leher Vio hingga mencipatakan kissmark di sana.

Tak hanya sekali, tapi berkali-kali Dias tidak sungkan memberi tanda di tubuh gadis itu. Hingga beberapa saat kemudian, gelombang itupun datang. Vio merasakan milik Dias semakin membesar di dalamnya. Bersamaan dengan orgasmenya, Dias menyemburkan pelepasannya.

"Nghh..," erang keduanya bersamaan. Lalu Dias pun mencabut miliknya dari dalam Vio kemudian terkapar di sebelah gadis itu dengan nafas ngos-ngosan.

"Om," panggil Vio.

"Hm," gumam Dias.

"Besok aku ada kelas pagi."

Dias pun menoleh menatap Vio. "Lalu?"

"Apa malam ini bisa sampai di sini? Aku harus mengerjakan tugas."

Dias terdiam cukup lama, lalu dengan berat hati ia pun terpaksa mengangguk. Sebenarnya ia masih ingin bermain dengan Vio, ia tak pernah cukup hanya sekali. Gadis itu seperti candu, Dias selalu ingin mengurungnya untuk dirinya sendiri. Ia tau ini sudah cukup gila, ia pun sangat berdosa. Tapi dosa ini terlalu nikmat dan kegilaan ini sulit dihentikan.

Oh sial! Seandainya Vio bukan sahabat Cleo dan usianya tidak semuda itu, mungkin semuanya akan sedikit lebih mudah. Dias tak perlu merasa bersalah setiap saat ia menyentuh Vio. Ia juga tak perlu merasa seperti bajingan setiap kali menatap wajah polos itu. Dias ingin bebas memilikinya, ingin bercinta dengannya gila-gilaan. Tapi setiap kali ingin merealisasikan perasaan egois itu, yang terbayang di otaknya adalah wajah Cleo dan kemarahan putrinya itu. Dias tak ingin itu terjadi. Selama ini ia belum cukup menjadi Papa yang baik untuk Cleo. Karna itu, setidaknya ia tidak boleh menyakiti hatinya.

"Siap-siap biar Om antar," ucap Dias kemudian bangkit untuk memakai pakaiannya.

"Om nggak sekalian pulang?"

MSD (My Sugar Daddy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang