"Lo dari mana aja, Vi? Kenapa semalam nggak pulang?" tanya Cleo pagi itu saat mereka berjalan beriringan menuju kelas, bersama Nia juga. Tadi, setelah menyelesaikan urusannya dengan Dias di hotel, pria itu langsung mengantarnya ke kampus. Jadilah Vio bertemu Cleo dan Nia di depan. Syukur mereka tak sempat melihatnya turun dari mobil Dias.
"Aku dari rumah sepupu," ucap Vio berbohong. Jawaban yang sudah ia siapkan sebelumnya.
"Lo punya sepupu?" tanya Nia heran. Pasalnya selama ini Vio tak pernah membicarakan hal yang berhubungan dengan keluarganya.
Vio mengangguk. "Tapi ya gitu.. nggak terlalu deket."
Cleo dan Nia pun mangguk-mangguk, tak berniat kepo lebih jauh.
"Eh btw, Lo pada tau nggak, Bokap gue juga nggak pulang semalam. Gue ditinggal sendiri tanpa kabar. Gila nggak sih?" ucap Cleo dengan nada sebal.
"Kayak lo nggak biasa ditinggal sendiri aja sama Bokap Lo yang sibuk itu," komentar Nia.
"Iya sih, tapi nggak biasanya dia nggak ngabarin. Lupa kali yah dia punya anak."
"Bokap Lo sibuk kali. Lagian kan dia pria dewasa, wajarlah kalau punya kesibukannya sendiri. Terlepas dari pekerjaan, bisa aja dia punya kekasih. Siap-siap aja Cle, mungkin sebentar lagi lo punya Mama baru," ucap Nia mengstimulasi.
Vio meneguk Saliva mendengarnya. Ia tau Dias sepanjang malam ada bersamanya, mereka menikmati percintaan yang panas. Tapi membayangkan pria itu memiliki kekasih, entah mengapa membuat dada Vio serasa panas mendidih.
"Gue belum siap punya Mama baru," ucap Cleo menolak. "Nggak ikhlas gue kalo kasih sayang Bokap terbagi ke perempuan itu."
Nia berdecak. "Terus, maksud lo sampai kapan Bokap lo mau melajang? Sampai tua terus jadi Kakek-kakek tanpa cucu gitu? Egois banget lo, Cle. Om Dias juga butuh pendamping kali."
"Gue emang egois! Biarin. Pokoknya gue nggak setuju kalo Bokap tiba-tiba pengen nikah."
"Sinting Lo ya? Bokap Lo itu manusia, Cle. Dia punya perasaan. Yakali dia harus nahan diri cuma buat lo. Tau diri dikit lah. Lo itu bukan anak kandungnya. Udah syukur dia mau rawat lo."
Cleo terdiam, begitupun Vio. Bukan rahasia lagi kalau Nia punya mulut tajam yang blak-blakan. Tapi mereka tak pernah menyangka bahwa Nia akan sefrontal ini meroasting Cleo.
"Lo udah keterlaluan, Ni," ucap Cleo dengan mata mulai berkaca-kaca. Ia paling tidak suka jika ada yang mengungkit tentang hubungannya dengan Dias. Karna itu akan mengingatkannya pada kedua orang tuanya yang sudah tiada.
"Gue cuma mau nyadarin lo, kalau lo nggak bisa seegois itu. Lo juga harus pikirin perasaan Bokap lo."
"Ni.. udah, Ni," ucap Vio berusaha melerai. Ia tak ingin perdebatan antara mereka semakin panjang. Belum pernah sebelumnya mereka bertengkar, dan Vio berharap itu tak akan pernah terjadi.
Tapi ternyata, Cleo masih ingin melanjutkan. "Tau apa Lo soal perasaan Bokap gue? Nggak usah sok tau deh. Toh selama ini Bokap gue nggak pernah tuh ngungkit soal perempuan manapun!"
"Bisa aja kan selama ini Bokap Lo diam-diam nyimpan pacar," ucap Nia meladeni. "Karna dia tau gimana sikap lo, makanya dia nggak pernah cerita soal perasaannya."
"STOP DEH, NI! JANGAN BUAT GUE JADI BENCI SAMA LO!" Cleo tiba-tiba berteriak, kemudian ia beranjak meninggalkan Vio dan Nia.
Vio pun menghela nafas. Lalu ia menatap pada Nia yang kini tampak emosi sambil mengepalkan tangan. Vio mengerti, Cleo dan Nia sama-sama memiliki sifat keras kepala. Setiap kali keduanya berdebat, tak ada satupun yang mau mengalah. Mereka merasa benar sendiri, mempertahankan pendapatnya sendiri, hingga seringkali ia menjadi kwalahan berada di pihak tengah untuk memberi pengertian.
KAMU SEDANG MEMBACA
MSD (My Sugar Daddy)
General FictionWarning 🔞 Dedek-dedek Emeshh silakan menjauh. Lapak ini mengandung adegan 1821 yang berbahaya bagi kesehatan otakmu. Diselingkuhi pacar, dipecat dari pekerjaan, pembayaran uang semester jatuh tempo, dan diusir dari kosan karna sudah lama menunggak...