13

8.2K 297 253
                                    

Hai guys...
Aku nggak tau apakah kalian masih ingat atau nggak ke aku ataupun cerita ini. Gak terasa sudah setahun aku nggak update. Maaf guys, bkn mau lari dr tanggung jawab, tapi 2023 adalah tahun yg berat bgt buat aku, sampai feel untuk nulis rasanya udah hilang banget. Banyak problem yg harus aku selesaiin, tapi di tahun ini aku belajar banyak hal. Terimakasih atas dukungan dan penantian kalian bagi yang masih nunggu. Aku sangat senang kalau kalian masih bersedia melanjutkan cerita ini. Doain semoga aku bisa makin lancar updatenya ke depan. Amin.

——

"Tolong jangan melewati batas."

Kata-kata itu masih terngiang di kepala Vio. Ia duduk menekuk kaki diantara selimut yang membalut tubuh telanjangnya, ia menatap ke luar dari dinding kaca apartemen, tersenyum miris.

Andai saja ia bisa melakukannya, tidak perlu diperingatkan Vio cukup tau bahwa berbahaya menaruh hati pada pria itu. Ia cukup sadar diri dan tau posisinya. Hanya saja... Dias sudah terlambat, peringatan pria itu tak berguna lagi. Perasaan Vio sudah jatuh sejatuh-jatuhnya.

"Apa yang harus aku lakuin?" gumamnya.

Sebenarnya ia tau jawabannya. Mungkin ia harus berusaha menjauh atau sekalian menghentikan semua ini, sebelum semuanya semakin rumit. Namun tidak semudah itu. Alasan ia memulai masih menjadi alasan terkuat untuk ia bertahan. Dan entah sampai kapan ia sanggup melakukannya, Vio pun tak tau.

———

"Guys, liat deh..." Cleo menunjukkan layar ponselnya yang berisi gambar seorang wanita cantik pada Vio dan Nia. "Cantik kan? Kelihatan high class lagi. Gue mau comblangin ke Bokap gue. Gimana menurut kalian? Cocok kan mereka?"

Nia mendengkus, sementara Vio terdiam mendengarnya. Belum hilang rasa sakit dari ucapan Dias tadi pagi, sekarang ia bagai menerima pukulan baru dari ucapan Cleo. Ia melirik kembali gambar itu, memperhatikan wajah di layar yang belum Cleo tutup. Memang benar, sangat cantik dan terlihat high class. Wanita itu pasti bukan perempuan sembarangan. Dari cara berpakaiannya yang ada di foto saja, Vio bisa menyimpulkan bahwa ia berasal dari kalangan yang sama dengan Dias.

Diam-diam Vio memperhatikan pakaiannya sendiri. Memang benar ia memakai pakaian yang bagus, tapi itu semua ia dapatkan dengan cara menumbalkan tubuhnya untuk dicicipi seorang pria. Bahkan untuk sekedar makan pun, Vio hanya mengharapkan belas kasihan Dias. Menyedihkan sekali. Ia tak akan pernah bisa dibandingkan dengan perempuan itu.

"Lo tuh sehari aja tanpa gila dikit bisa nggak?" Tanya Nia sarkastik membuat Cleo menatapnya heran.

"Maksud lo apa?"

"Kemarin lo bilang nggak ikhlas bokap lo dekat sama perempuan manapun, dan sekarang lo niat nyomblangin dia. Sama putri sematawayangnya walikota lagi. Waras lo?"

Vio terkesiap. Putri walikota? Jadi wanita itu anaknya pejabat? Pantas saja wajahnya tidak asing.

"Gue emang gak mau bokap gue Deket sama wanita sembarangan manapun. Terkecuali yang satu ini, karna menurut gue dia sepadan sama Bokap gue."

"Labil! Lagian, sepadan belum tentu cocok. Bokap lo belum tentu mau dan perempuan itu belum tentu suka."

"Kata siapa?" Baik Nia maupun Vio sama-sama terdiam mendengar ucapan Cleo. "Kemarin mereka sempat ketemu. Kebetulan Bokap gue ada urusan sama Pak walikota, dan putrinya ini ada di sana. Mereka ngobrol dan kelihatan nyambung banget. Terus Pak walikota tiba-tiba bercanda kalo dia pengen Bokap gue jadi mantunya. Disitu gue liat muka perempuan ini merah. Gue yakin dia suka sama Bokap gue. Kalo nggak, nggak mungkin gue punya ide ini sekarang."

Vio tersenyum miris dalam hati. Pantas saja saat bertemu dengannya semalam, sikap Dias terlihat ketus dan bahkan tega mengeluarkan kata-kata menyakitkan itu, rupanya pria itu sedang mempertimbangkan dekat dengan perempuan lain. Wajar, ia memang harus memperingatkan Vio agar ia tidak kaget saat Dias tiba-tiba membuangnya.

MSD (My Sugar Daddy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang